Dua mata hitam milik Varo terus mengamati wajah seorang junior yang sekarang tengah berdiri di hadapannya. Kedua mata cowok itu tertuju hanya padanya.
Junior yang diketahui Varo sebagai seseorang bernama Anggra Hadinata. Junior yang mengambil jurusan Akuntansi di kampus mereka. Varo bahkan tidak begitu mengenal cowok berambut ikal dengan panjang hampir menyentuh bahunya itu. Ia hanya sesekali berpapasan atau melihat dari kejauhan karena jurusan dan fakultas mereka memang berbeda, atau mendengar anak-anak kampus berbisik ketika Anggra berlalu di hadapan mereka.
Ada yang berbisik karena sikap kelewat cuek yang dimiliki cowok itu, ada pula yang berbisik mengenai kabar yang berhembus tentang cowok itu.
"Gue suka sama lo."
Kalimat yang Varo dengar beberapa menit lalu kembali terdengar. Kali ini Anggra berkata dengan suara yang lebih berat dan tegas dibanding sebelumnya.
Varo kembali mengamati. Mulutnya masih bungkam dengan mata yang terus tertuju pada tiap inchi tubuh cowok itu.
Anggra adalah cowok yang tinggi, bahkan lebih tinggi darinya. Rambutnya yang ikal dengan panjang hampir mencapai bahunya itu terlihat berantakan, entah sengaja dibiarkan begitu atau memang sudah seperti itu. Matanya berwarna coklat terang; warna mata yang sangat jarang Varo lihat pada kebanyakan orang Indonesia.
Satu hal yang ia simpulkan dari cowok itu, Anggra adalah cowok yang cukup tampan.
Sebenarnya, Varo telah lama mendengar kabar tentang Anggra dan orientasi seksualnya. Varo masih ingat, satu kampus cukup heboh membicarakan hal itu beberapa bulan lalu dan saat ini, sepertinya kabar itu perlahan menghilang. Varo tidak lagi mendengar nama Anggra disebut-sebut ketika ia berada di dalam kelas maupun kantin seperti biasanya. Mungkin mereka bosan membicarakan orang yang bahkan tampak tidak peduli dengan perkataan mereka.
Anggra tetap bersikap seolah-olah dunianya tidak pernah jungkir balik dengan ucapan orang-orang tentangnya.
Jujur saja, Varo merasa terkejut ketika tiba-tiba Anggra menghampirinya saat ia tengah asyik menikmati makan siangnya. Tapi ia tidak menolak ketika secara baik-baik cowok itu meminta waktu untuk bicara berdua saja dengannya. Mengabaikan tatapan penasaran dan tidak percaya dari teman-temannya, ia mengikuti langkah cowok itu berjalan ke luar kantin.
Sekarang, di sinilah mereka; di taman belakang kampus yang memang jarang dikunjungi mahasiswa karena mereka lebih memilih taman yang berada di depan kampus. Lebih luas dan hijau, katanya.
"Lo denger gue kan?"
Suara itu terdengar lagi. Varo mengerjap. "Uh, maaf," katanya pelan. "Aku cuma agak kaget."
Varo bisa melihat Anggra menghela nafas di tempatnya berdiri.
"Gue juga nggak bermaksud bikin lo nggak nyaman. Gue cuma pengen menyampaikan perasaan gue karena gue udah nggak tahan memendamnya lama-lama."
Semua kata-kata Anggra terdengar sangat tenang namun terdapat nada serius di dalamnya dan Varo tidak bisa untuk tidak mengagumi hal itu. Ia bisa melihat kilat kesungguhan dalam bola mata kecoklatan milik cowok itu. Jelas sekali bahwa Anggra mempunyai keteguhan yang luar biasa.
"Gue pengen lo tau tentang perasaan gue. Gue nggak akan minta lo untuk ngebalas perasaan gue, cukup gue yang menyampaikan dan cukup buat lo ketahui," sambungnya lagi.
Sedari tadi, kedua mata coklat terang milik Anggra itu tidak pernah meninggalkan kedua mata Varo. Varo juga tidak berniat melarikan matanya ke mana pun. Entah kenapa, ia merasa Anggra seperti memiliki sesuatu yang mengagumkan dalam dirinya; membuatnya ingin terus menatapnya.
Varo sangat menghargai apa yang tengah Anggra sampaikan padanya.
"Sori udah ganggu waktu makan siang lo." Anggra kembali bersuara.
Varo menggeleng pelan, merasa tidak terganggu sama sekali. Ia hanya bingung hendak memberikan respon seperti apa pada kata-kata Anggra. Cowok itu mengejutkan sekaligus membuatnya kagum. Butuh keberanian besar untuk melakukan hal yg dilakukan Anggra. Jika itu Varo, belum tentu ia akan melakukannya.
Tapi Varo sangat bersyukur ketika cowok itu tidak memaksakan kehendak apa pun padanya. Mungkin Anggra hanya tidak ingin membuat Varo merasa tidak nyaman dan juga terbebani.
Varo hanya bisa memandangi punggung lebar Anggra yang menjauh setelah berpamitan padanya. Ia menghela nafas. Adalah kali pertama Varo mengalami hal seperti ini. Ia tidak ingin berkesan memberikan sebuah harapan dan Anggra memang sepertinya mengerti dengan keadaanya.
Varo tidak pernah menyukai seorang laki-laki sebelumnya. Ia cenderung lebih fokus pada pendidikannya; saat sekolah maupun sekarang ini. Pengalamannya berpacaran pun seperti bukan hal yang besar baginya, ia tidak pernah menganggap terlalu serius akan hubungan seperti itu.
Anggra memberinya pengalaman baru yang sangat berharga. Ia masih merasa kagum pada cowok itu.
.
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Love Walked In [END]
General FictionWhen Love Series #1 - When Love Walked In © sllymcknn Varo tahu bahwa Anggra tidak pernah memaksakan suatu kehendak apapun padanya. Tapi cowok itu seakan masuk ke dalam hidupnya tanpa Varo sadari dan membuatnya tidak bisa menolak eksistensi seorang...