Harusnya aku tak menaruh apa-apa di matamu. Karena kini begitu sakit rasanya saat menatap kembali. Ada rindu yang dari dulu belum sempat kusudahi, tapi kau segera membawanya pergi. Juga hati yang kau rebut paksa untuk menyudahi janji. Sebelum kita benar-benar menepati.
Harusnya aku tak jatuhkan rasa kepada bibirmu. Karena kini begitu pilu mendengarkan potongan kalimat selamat tinggal untukku. Dengan mudahnya kau lumatkan luka di dada. Tak ada lagi manis manja kata rindu. Yang kau katakan segeralah lupakan aku. kini perpisahan kau sebut takdir.
Aku tak bermaksud menyalahkan kau yang mengingkari janji. Juga tak mau mengatakan semua luka adalah ulahmu. Hanya saja, setumpuk perih masih saja tersisa. Hingga saat aku tak bisa lagi menemuimu, pedihnya belum juga mereda.
Namun pada akhirnya aku pun harus mengerti. Mencintaimu adalah keputusan yang tak perlu ku sesali. Bagaimana pun aku pernah merasa hangat pelukmu. Hanya saja, mungkin alam memang tak pernah sepakat untuk kita terus bersama. Biarlah luka ini tetap ku bawa, entah sampai di ujung jalan mana. Entah sampai malam keberapa. Jika kau bahagia, harusnya aku juga bisa bahagia.
