Sejak malam itu debar dadaku terasa tak menentu. Aku merasa cemas namun tak mengerti apa yang sedang kucemaskan. Andai bisa memilih suasana hati, aku ingin merasakan hal yang tenang saja. Bukan merasakan perihal seperti ini. Di dalam pikiranku tak pernah lepas dari pertanyaan bagaimana keadaanmu di sana? Apakah semuanya baik-baik saja? Apakah semuanya masih menjadi seperti seharusnya? Aku benar-benar tidak bisa tenang, meski aku telah mencoba untuk tidak peduli. Namun perasaan di hati tak bisa kubohongi. Aku seolah tak mampu mengendalikan diriku.
Aku sedang berusaha menjauhimu. Aku sedang belajar melupakan hal-hal yang selalu kita ingat. Aku sedang belajar membunuh perasaan yang tetap bertahan hidup di hatiku. Aku sedang mengkhianati diriku sendiri. Mencoba menyangkal hal-hal yang masih membenam di dadaku. aku merasakan sedih yang menggelayuti mataku. Maafkan aku yang tak pernah bisa melupakanmu. Seseorang yang masih saja mencemaskan keadaanmu.
Aku bahkan tak pernah bisa merelakanmu. Akulah seseorang yang tak ikhlas kau bersama orang lain.
Aku akan berusaha untuk terlihat baik-baik saja, My dear. Rasa sedih ini biarlah kutenangkan dengan segala hal pedih. Aku hanya sedang mencemaskanmu. Aku sungguh tidak bisa membayangkan kau menjadi orang yang tidak kucintai lagi. Sudah terlalu dalam perasaan yang kita tanam. Sudah tumbuh dan rimbun hingga aku tak tahu cara yang baik untuk mencabutnya. Aku tak yakin bisa menenangkan diri jika kau benar-benar lepas pergi. Andai bisa memilih, aku lebih suka berdebat denganmu. Perihal siapa yang benar dan salah di antara kita. Aku sungguh tidak suka tidak mendapati apa pun kabarmu. Semuanya terasa lebih menyakitkan, saat kau mencoba benar-benar menghilang. Sementara kita tahu, kau dan aku masih saling menyimpan diri dalam ruang hati. Percuma kita saling bunuh, jika setiap tusuk pisau dan angin di dada selalu mampu membuat rindu baru tumbuh.