“kak umar? Mashaallah, sempurna sekali ciptaanmu” Guramku dalam hati.
Kak umar sedang berbicara dengan seorang wanita yaitu umi -bunda kak umar, sepertinya mereka sedang membicarakan hal penting tiba-tiba datanglah seorang wanita. wanita itu sangat cantik, hijab syar’i yang melekat di kepalanya terlihat begitu indah. Ia menyapa kak umar dengan senyuman manis hal itu semakin membuatku penasaran pada akhirnya aku berusaha mencari tempat bersembunyi yang aman agar mereka tidak mengetahui bahwa aku sedang menguping pembicaraan mereka, aku bersembunyi di sebuah pohon besar. Saatku mulai bisa mendengar pembicaraan mereka tiba-tiba ada sebuah kalimat yang membuat nafasku sesak.
“tapi mi, aku belum siap untuk menikah aku belum kuliah dan aku juga masih ingin meraih cita-citaku” ucap kak umar dengan lantang.
deg! Menikah? Aku merasa ada sebuah baja yang menghantam dadaku saat mendengar kalimat itu. Rasa ini begitu sakit aku tidak mampu menahan air mata ini lagi. namun aku terus menahannya agar tidak terjatuh untuk kesekian kali.
“keputusan abi dan umi sudah bulat umar al ibrahim!, naya ini wanita yang baik, dia cantik dan inshaallah cantik rupa serta hati, apa kekurangan naya di matamu?” ucap umi dua tingkat lebih keras dari ucapan kak umar.
“iya umi aku tahu, naya itu memang cantik dan juga baik tapi umi ak..”
“sudahlah umar, jangan membantah keputusan abi dan umi”
ucapan kak umar langsung di potong oleh umi, umi sepertinya tidak mau mendengar alasan kak umar sedikitpun, sedangkan wanita itu hanya diam, ia menundukan kepala dan tidak berkutik sedikitpun.
melihat kau bersama orang lain itu adalah hal yang paling menyakitkan bagiku. seiring berjalannya waktu aku mulai sadar bahwa mencintaimu dalam diam adalah hal yang salah, mungkin ini hukuman dari allah karena aku lebih menginginkan cinta dari ciptannya di bandingkan darinya sang maha kuasa. aku sudah tidak sanggup mendengar pembicaraan mereka lagi, akhirnya aku memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat ini.
“ya allah maafkan hamba, istiqomahkanlah hati ini” ucapku dalam hati sambil merasakan sakit yang begitu dalam.
Air mata yang selama ini ku tahan akhirnya mengalir begitu saja. aku duduk di hamparan rumput sambil mengusap-usap air mata, air mata ini semakin deras sedangkan hisak tangisku mungkin akan terdengar begitu kencang tetapi aku tidak perduli jika ada orang yang melihat tangisan ini tiba-tiba..
“arsyla..”
suara itu terdengar tidak asing di telingaku, jantungku berdebar begitu cepat. Pada akhirnya aku bangit dan perlahan-lahan aku memutar balikan tubuhku sambil menundukan kepala, saat ini aku berada dihadapannya walaupun jarak kami berjauhan aku tetap tidak sanggup untuk menatap wajahnya.
“apa kau baik baik saja?” tanya kak umar kepadaku, air mata ini terus mengalir ingin sekali ku ungkapkan semua isi hatiku kepadanya, namun untuk mengucapkan sepatah katapun aku taksanggup.
“i..iya kak”ucapku terbata-bata, hanya kalimat itu yang keluar dari mulut ku.
“kau tidak seperti biasanya, arsyla yang ku kenal tidak selemah ini, apa masalahmu? Mengapa kau menangis?” pertanyaan kak umar membuat hatiku semakin teriris, kau yang telah membuatku lemah kak! Kau yang membuatku mengis! Kau penyebab semua ini, andai saja engkau mengetahui isi hatiku.“maaf kak aku harus pergi, assalammualaikum”
Aku tidak sanggup dengan obrolan ini, pada akhirnya aku memutuskan untuk pergi dan meninggalkan kak umar sendiri.
Seseorang yang ku hidupkan dalam doa kini akan pergi, entah ia akan kembali atau ia akan benar benar pergi untuk selamannya aku tak tahu, hanya allahlah sang pembuat skenario terbaik. Aku percaya allah pasti akan memberikan kebahagiaan padaku suatu hari nanti. Pada akhirnya yang mencintai dalam diam ialah yang akan merasa di patahkan dan kelak ia akan disatukan dengan persimpangan doanya.
Assalamualaikum 😊
Giimana nih prolognya? Kependekan ya? Hmm aku tahu.vote dan comment yaa hihi muach i love you 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Diam
SpirituellesUmar al ibrahim ia adalah seorang ikhwan shalih sekaligus anak terpandai di pesantren Darussallam, banyak para akhwat yang mengaguminya termaksud diriku, tetapi diriku hanyalah seorang santri yang jauh dari kata sempurna, saatku melihatnya, aku sela...