1

2.7K 84 13
                                    

Seusai sholat dzuhur aku berjalan menelusuri lorong masjid al-ikhlas bersama Arin, ia adalah sahabat terbaikku di pesantren, hari demi hari telah ku lewati bersamaanya.

Tiba tiba langkah kakiku terhenti saat mendengar lantunan ayat- ayat surah ar-rahman yang terdengar sangat merdu, terlihat jelas punggung seorang pria sedang membaca al-quran dengan begitu khusyuk, suaranya yang indah berhasil membuatku terpanah, aku terdiam seperti patung di balik pintu.

Wahai pangeran surga
Suaramu begitu indah
Kau berhasil membuatku terpanah
Tanpa melihat wajahmu aku dapat mencinta.

Wahai pangeran surga
Jika kita tidak di persatukan di dunia, semoga allah mempersatukan kita di surga.

Wahai pangeran surga
Biarkan aku mencintaimu dalam diam
Tolong ajari aku, bagaimana cara menunggu sesuai syariat islam.

“arsyla”

Arin menepuk pundakku, dengan spontan aku terbangun dari lamunan yang amat sangat membuatku hatiku terbang melayang.

“kamu tuh bener bener deh, aku dari tadi ngomong sendiri dan ternyata kamu di sini, kamu liat apa sih?”

“suuut jangan berisik, sini-sini”

Aku menarik tangan arin, saat ini dia berada di sampingku, kami bertatap tatapaan mungkin arin merasakan hal yang sama denganku, suara pria itu memang begitu merdu sehingga ia dapat membuat orang orang yang mendengarnya merasa lebih tenang.

Aku dan arin terbawa suasana, kami berdua dapat di bilang cukup lama terdiri di balik pintu masjid tersebut sehingga kami tidak menyadari bahwa pria itu telah usai melantunkan ayat-ayat al-quran dengan suaranya yang amat sangat indah di dengar.

“assalamualaikum arsyla, arin, apa yang sedang kalian lakukan?”

Aku merasakan ada seseorang yang menepuk pundakku di barengi dengan suara yang amat begitu lembut terdengar jelas di telingaku, aku dan arin menoleh ke arah sumber suara tersebut dan ternyata itu adalah bu Aisyah, wanita yang hampir berkepala empat tersebut adalah salah satu guru di pesantren Darussallam, ia salah satu wanita penyayang yang pernah ku kenal  bu Aisyah memiliki hati yang begitu lembut bagaikan malaikat.

“eh ibu waalaikumsallam, ga bu kita cumaa...”

“assalamualaikum permisi”

Ada seorang pria datang, tiba-tiba ia mememotong pembicaraanku kepada bu Aisyah, entahlah aku tidak mengenalinya selama bertahun-tahun aku tinggal di persantren, baru sekali ini aku melihat pria tersebut.

“waalaikumsallam” ucap kami bertiga.

Pria itu sangat tampan di tambah lagi dengan peci berwarna putih yang ia kenakan di kepala sangat serasi dengan warna baju yang ia pakai, tubuhnya sangat ideal sesuai dengan wajah tampan miliknya membuatku merasa malu di lihatnya.

“kamu umar kan?” tanya bu aisyah kepada pria itu.

“iya bu, ibu ini bu aisyah bukan?”

“mashaallah umar kamu sudah besar sekarang, ibu sampai pangling kamu beda sekali tidak seperti umar yang dulu”

“ah ibu bisa saja, aku masih seperti umar yang dulu kok bu”

“kamu kapan sampai?”

“baru tadi pagi bu”

“umar ada telpon dari dosenmu!”

Seru kak fattah dari ujung pagar masjid, setahuku ia adalah satu-satunya anak dari pemilik pesantren Darussallam, kak fattah juga memiliki rupa tak kalah tampannya dengan umar, mereka berdua memiliki rupa yang tak jauh beda tetapi tetap saja kak fattah lebih tampan menurutku karena di pesantren ia adalah pria idaman para kaum hawa salah satunya yaitu arin ia sangat mengidolakan kak fattah, selain tampan kak fattah juga memiliki kepribadian yang baik, mulai dari akhlak sampai masa depan yang mapan telah melekat di dirinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang