"Yang benar saja!" Suara lantang Jun Tomohiko terdengar. "Senior yang merupakan level 2 dari Artery ini melindungi kami? Kita semua tahu klasifikasi Artery hanya memiliki kepandaian yang cocok untuk bekerja di belakang meja dan membuat laporan. Bela diri dan kemampuan menggunakan senjata mereka juga seadanya. Mereka bahkan tidak bisa melakukan sihir. Bukankah malah kami yang harus melindungi mereka?"
Tak ada satu pun yang bersuara. Pandangan murid tertuju pada Jun yang mengeluarkan pendapat mengejutkan. Kiyoshi masih terdiam memandang pemuda yang memandang rendah para kelas Artery dan level tingkatannya.
"Sedikit kesalahan saja di Limbo maka nyawa adalah taruhannya. Hanya orang bodoh yang rela mempercayakan nyawanya pada orang lemah ... dan aku bukan salah satunya!"
Suasana tegang terasa memenuhi ruangan. Seluruh murid hanya terdiam menyaksikan kejadian yang tengah berlangsung lalu beralih melirik sang guru yang masih terdiam, asyik menghisap rokoknya. Gumpalan asap putih terlihat keluar dari mulut Kiyoshi. Kesan tak peduli dirasakan oleh seisi kelas dengan perilaku sang guru.
"Dengan kata lain, kau merasa Artery maupun level di atasnya bukanlah Guardian yang tepat untuk berada di Limbo dan merupakan kumpulan orang-orang lemah dibandingkan klasifikasi kelas Guardian lainnya?" Kiyoshi akhirnya bersuara.
"Jujur saja Klasifikasi mereka memang lebih lemah dibandingkan Klasifikasi lainnya. Hanya mengetahui pengetahuan lebih mengenai segala hal yang berhubungan dengan Guardian bukan berarti akan bisa menyelamatkan mereka dari bahaya Ras Kegelapan. Bukankah karena itu mereka bekerja di belakang meja dengan ditemani kertas-kertas? Bekerja di lapangan bukanlah makanan sehari-hari mereka. Mereka bukan petarung seperti Klasifikasi yang lain. Hanya sekumpulan orang lemah yang hanya bisa dilindungi!"
Sejenak Kiyoshi menutup matanya, menikmati hisapan yang terasa sangat nikmat di mulutnya. Guru itu kembali menatap Jun. "Lalu, apa kau dapat mengalahkan satu orang dari Klasifikasi yang lemah itu?"
"Tentu saja! Dengan kekuatan elemen sihir dan senjata yang kumiliki pasti aku dapat mengalahkannya dengan mudah. Mungkin tanpa kekuatan elemen sihir pun aku dapat membuat mereka babak belur."
"Baiklah kalau begitu." Guru berambut perak itu lalu menunjuk Reia dengan dagunya. "Lawanlah teman sekelas barumu itu."
Haku dan yang lain terlihat terkejut dengan usulan sang guru. Bahkan Reia yang terpilih terlihat mengangkat kedua alisnya, sedikit kaget dengan ucapan Kiyoshi dan beberapa saat mengerjapkan matanya dengan cepat, memastikan dirinya tidak salah dengar.
"Hah?" Jun terlihat keberatan dengan pilihan sang guru. "Kenapa dengannya? Kurasa Anda salah memilih lawan untukku."
"Bertarung dengan senior yang jelas memiliki pengalaman lebih banyak akan terasa tidak adil. Lagipula, kau masih hijau di akademi ini, sama halnya dengan teman sekelasmu itu. Jadi, apabila kau dikalahkan nanti tidak akan jadi masalah, kan?"
Jun tersenyum kecut mendengar jawaban Kiyoshi. "Aku kalah dengan seorang Artery itu? Kurasa ini akan membuang waktu untuk membuktikan kalau klasifikasi mereka memang berguna. Akan kubuktikan kalau pilihan lawan yang Anda berikan salah."
Kiyoshi lalu beralih menatap Reia. "Tidak masalahkan kalau kau yang maju?"
"Tidak sama sekali," jawab Reia terlihat santai dan menyambutnya dengan senyuman kecil.
Kiyoshi kembali menatap Jun. "Kau bagaimana, terima atau mundur?"
"Tidak perlu ditanyakan lagi," balas Jun. Pemuda berambut cokelat tua itu lalu menatap Reia. "Jangan mengira karena kamu cewek maka aku akan bertindak lembut padamu. Di medan perang, semua sama."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE ACADEMY
Fantasy*Seri ke-2 The Existence series* >>Dianjurkan membaca seri pertamanya untuk kenyamanan membaca<< [15+] Kisah Haku dengan didampingi Reia yang membantunya dalam mengendalikan kekuatan tak terkendali dimulai. Bersama dengan teman-teman Akademi Te...