02

147 60 12
                                    

Jika mencintaimu adalah suatu kesalahan mengapa kau membenarkan perasaanku?

Ia memincingkan matanya menatap lelaki yang duduk di sampingnya itu.

"Given??" Ucap Kiran mendapati sahabatnya yang kini membuka buku yang ia ambil sembarang tadi.

"Ngapain lo di sini?" Tanya Kiran karena tak biasanya cowok itu menghampirinya di perpustakaan.

"Tadi gw nyari in lo di kelas tapi kata Rey, lo lagi memulai sebuah mimpi di perpustakaan." Jawab Given dengan pandangan masih pada buku itu.

Kiran menyengir kuda sebelum kembali berbicara. "Ven, lo mau tanding hari sabtu?"

"Rencananya begitu, udah jangan dulu bahas soal itu. Ran lo jangan molor terus, minggu  depan kan udah semester, banyakin belajar gih."
Ucap Given yang masih fokus dengan bukunya.

"IYA IYA tau yang pinter, suka juara umum, andalan guru-guru, ceelah, soal semester mah gampang gw tinggal nyontek sama lo aja."
Ucap Kiran dengan gesture santai seperti biasanya, cewek itu selalu menanggapi semua hal dengan begitu santai seperti tak ada beban dalam hidupnya, kalo sudah remedial baru dia seperti orang gila.

"Lo udah lupa kita udah beda kelas?" Cewek itu hanya cengengesan, ia lupa bahwa ia tidak satu kelas lagi dengan otak kirinya itu.

"Yaudah gw tinggal nyontek sama si cungkring aja." Ucap Kiran menyadari ia duduk dengan salah satu siswa yang cukup rajin di kelasnya.
Rafrico Gerando Pamungkas, siswa baik-baik yang sering menjadi bulan-bulanan kelasnya karena badannya yang kelewat seksi dengan lemak seberat kulkas dua pintu, tak pernah sakit hati meski sering di kucilkan, selalu ingin membanggakan kedua orangtuanya dan sering di manfaatkan oleh siswi licik bagai ruba yang tidak niat bersekolah seperti Kiran.

Given menggelengkan kepalanya pelan, gadis yang satu ini memang keras kepala dari dulu.

"Gw gak mau tau pokoknya lo harus belajar biar dapet nilai yang baik dari usaha lo sendiri, lo gak kasihan sama orangtua lo yang berjuang buat nye--"

"IYA IYA!" ucap Kiran memotong perkataan Given, kalau di biarkan saja ia bisa di ceramahi panjang lebar berjam-jam oleh sahabatnya itu.

"Gituh dong! That's my lil lazy girl." Given tersenyum mengacak-acak rambut Kiran, sudah kebiasaannya sedari dulu jika gadis malas nan keras kepala itu menurutinya, semua itu demi kebaikan gadis itu sendiri. Mungkin perlakuan ini hal biasa bagi cowok itu, tapi tanpa ia sadari ada hati yang selalu kembali jatuh saat sudah nyaris berdiri tegak di tembok pertahanan yang selama ini gadis itu coba bangun tapi pada akhirnya akan roboh percuma.

Karena yang ada hanyalah jatuh cinta kembali dan terus-menerus jatuh, entah sampai kapan ia berhenti untuk jatuh, namun yang jelas saat ini Kiran hanya bisa memendam perasaanya tanpa berani berharap lebih. Cowok itu masih bersamanya sampai saat ini juga itu sudah cukup baginya. Jangan sampai hubungan mereka selama ini yang mengatasnamakan 'persahabatan' akan hancur oleh pengakuan sebuah hati yang tertahan.

Gadis itu masih tertegun sebelum Given kembali menyadarkannya ke dunia nyata.

"Kalo nilai lo bagus, gw traktir dua ember Haagen Dazs." Kiran tidak bisa bilang tidak jika sudah di sogok dengan benda lembut dingin itu.

"Tiga??" Ucap gadis itu dengan mata berbinar mencoba bernegosiasi.

"Terserah, semaunya elo deh asalkan nilainya bagus!" Mata gadis kini terbuka lebar, rasa kantuknya tiba-tiba saja sirna.

GOODBYE GIVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang