SALJU PERTAMA DI ANTARA API

6.4K 490 35
                                    

Tahun 221 Masa Tiga Negara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tahun 221 Masa Tiga Negara. Desa di dekat  Perbatasan Chengdu.

"Tuan, bagaimana caraku membalas kebaikanmu?" bola mata bening sehitam kelereng menatap sosok berbaju perang yang sedang berjongkok di depannya. Tangan yang besar dan dibalut pelindung besi, tampak menyeka titik airmata yang membasahi pipi gemuk kemerahan gadis cilik itu.

"Kau hanya perlu hidup dengan layak." Suara itu sangat lembut menenangkan hati kecil yang telah kehilangan seluruh keluarganya akibat perang yang tak pernah usai di masa itu. Kebakaran melahap habis seluruh desa, menyisakan tangis pilu para janda yang meratapi kematian suami dan anak lelaki mereka, para gadis menjadi tawanan para pasukan perang yang menang, memuaskan nafsu birahi para pasukan yang sudah tertahan belasan hari berperang.

"Apakah aku harus ikut bersama cici?" Gelepar ketakutan mewarnai mata hitam itu, membuat pria berpakaian zirah itu mengusap rambut hitam panjang yang berkepang itu.

"Kau akan hidup di wisma Bunga Raya milik Nyonya Ding. Aku sudah mengatur semuanya."

Pria berpakaian perang itu meraih tangan putih yang tampak memerah akibat panasnya bara api saat terjebak di dalam rumahnya sebelum sang pria muda datang membawanya keluar.

Tanpa berkata apa pun,  gadis cilik itu hanya mengikuti langkah sang penolongnya. Di dalam terpaan salju yang menggigilkan tulang belulang, pemandangan para pasukan yang berpesta pora di desa yang luluh lantak,  serta suara-suara erangan dan tangis kesakitan para gadis desa, mewarnai pekatnya malam bersalju itu.

Pria berambut panjang itu mendudukkan gadis cilik itu di atas kuda hitamnya yang kokoh dan kuat. Binatang itu mengendus garang akan kehadiran orang asing selain tuannya yang duduk di atasnya.  Pria itu mengelus surai tunggangannya dan berbisik lembut. Terdengar lenguhan berat sang kuda dan pria itu melompat naik, duduk di belakan gadis cilik dan menarik tali kekang.

Dia menderapkan Lei, -nama sang kuda- keluar dari desa menuju kota yang kini diduduki oleh Negara Shu Han. Perjalanan yang tidak memakan waktu lama itu menghentikan Lei pada sebuah bangunan kayu bercat merah dengan hiasan lampion warna warni.

Seorang wanita paruh baya yang berdandan menor dengan hanfu berkerah rendah tampak menyambut kedatangan sang pria yang kini menggandeng gadis cilik yang terlihat berdebu.

"Jenderal Liu, sebuah kehormatan anda datang kemari." Wanita itu tampak senang sekali melihat kedatangan sang Jenderal.

"Aku meminta bantuanmu mengurus gadis kecil ini, Nyonya Ding. Ajarilah dia seni dan sastra. Aku akan memberikan emas untukmu setiap bulan pada waktu aku datang berkunjung."

Wanita bernama Ding itu menatap wajah gadis cilik yang secara naluriah segera bersembunyi di balik tubuh pria muda yang membawanya. Sinar mata Nyonya Ding tampak berkilat.

"Ini bunga yang luar biasa, Jenderal. Pada masa 'petik bunga', dia akan menjadi primadona."

Tampak alis sang Jenderal muda melengkung marah, bibirnya terlihat tertekuk bengis. "Jadikan dia Yiji yang menjual bakatnya bukan tubuhnya. Jika kau mendidiknya menjadi pelacur, maka aku akan membatalkan emas yang kujanjikan."

Tampaknya Nyonya Ding mengenal pria itu dengan baik. Dia segera mengubah sikapnya, menggapai sang gadis cilik untuk mendekatinya.

Tangan kecil itu tampak mengepal erat ujung jubah perang sang Jenderal, membuat pria itu meraih tangannya dan membawanya mendekati wajahnya yang dingin.

"Siapa namamu, Nona cilik?"

"Mu Rong.  Lan Mu Rong, Tuan. Apakah anda meninggalkanku?"

Mata hitam bening itu memangut tatapan dingin sang Jenderal, membuat hati yang biasanya beku ketika membunuhi para lawan kini bergetar aneh.

"Berapa usiamu?"

"7 tahun, Tuan."

Pria itu berdiri, mendorong pelan punggung kecil itu pada Nyonya Ding yang segera memeluk bahu Mu Rong yang menggigil akibat dinginnya salju. Tatapan pria itu menukik pada Nyonya Ding.

"Pada usianya 15 tahun, saat itulah aku akan membawanya. Mulai hari ini, didiklah dia menjadi YiJi yang menguasai segala seni dan sastra. Tak boleh seorang pelangganmu menyentuh kulitnya. Setiap bulan aku akan mengawasimu."

Senyum Nyonya Ding terkembang. Dia mengangguk mantap dan menjanjikan sesuatu yang membuat darah Jenderal muda itu berdesir.

"Anda akan melihat perubahannya pada saat usia 15 tahun. Dan aku bersumpah, Mu Rong hanya dipersiapkan untuk Anda, Jenderal Liu."

Setelah menggangguk, pria itu meloncat ke punggung Lei, menoleh sekali lagi pada seraut wajah polos yang kini berada di dalam pelukan Nyonya Ding. Dia menghela tali kekang dan membalapkan kudanya menembus malam bersalju menuju kembali pada pasukannya di desa.

Nyonya Ding menunduk pada gadis cilik bermata bundar itu. Dia tersenyum dan berkata, "Mulai sekarang, panggil aku 'Mama Ding'. Kau adalah Mu Rong, si Teratai Cantik dari Wisma Bunga Raya."

Hai... Ini adalah Historical Fiction pertamaku. Mengambil latar belakang masa tiga kerajaan, aku menciptakan sosok Jenderal Liu Ju Long dan Lan Mu Rong. Tetapi kisah ini akan melibatkan seorang mahasiswi masa kini, Hong Lian, yang tanpa sengaja menembus dimensi ribuan tahun silam masa Tiongkok kuno.

Penasaran??? Klik Vote dan tinggalkan komentar ya ^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Penasaran??? Klik Vote dan tinggalkan komentar ya ^^

Snow in Heart (COMPLETED) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang