Siang itu aku termenung. "Ini soal susah amat yak", batinku. Kupandangi teman-temanku satu persatu. Tak tampak raut wajah mereka kebingungan dengan soal ini. "Apa cuma otakku yang lagi error atau temen-temen sebenarnya juga bingung, namun pura-pura tau aja?" Pikiranku dari yang semula mencoba menjawab soal matematika, berbalik menjadi memikirkan teman-temanku. Akhirnya aku bertanya kepada Budi, teman sebangkuku, cara mengerjakan soal yang sulit itu.
"Oh itu gampang mah, tinggal disubstitusikan aja" jawabnya singkat.
"Hah? Subsidi?" timpalku.
"Substitusi pak menteri.... mikir negara mulu sih lu" ejek temanku itu.
Iya memang dikelas aku dikenal menjadi politikus muda. Bukan karena aku seorang anggota dewan, tapi karena aku suka berorator saat presentasi. Agak menggelikan memang hehe.
Back to the topic, akhirnya soal matematika itu kembali aku pandangi, 1 menit, 2 menit, 3 menit, nyerah dah. Susah banget ya perasaan. Karena sudah menyerah kepada keadaan, "pinjam bro," kutarik bukunya Budi dan kusalin jawabannya Budi. Ya, emang sering kaya gitu kalo lagi pelajaran matematika. Apalagi ini udah jam setengah 3 siang. Otakku yang memang udah lelah sulit untuk dipaksa mikir kaya gini.
Bertahan diinjury time dan akhirnya bel pulangpun berbunyi. "MERDEKAAA!" teriakku dengan mengepalkan tangan keatas. Tak terasa seluruh kelas memandangiku, tak terkecuali guru matematikaku, Bu Indira.
"Ngapain kamu Tra?" tanya beliau kepadaku.
"Nostalgia pejuang kemerdekaan bu hehe", jawabku ngaco. Teman-temanku sontak tertawa.
"Nanti tolong ibu bawa tumpukan buku matematika ini ya, Tra" pinta bu Indira kepadaku.
"Siap bu".
Alhasil, disaat teman-temanku udah nyebar kemana-mana. Aku dan bu Indira berjalan bersama-sama menuju kantor guru.
"Gatra, kamu ini udah kelas 3, mbok ya lebih rajin belajarnya" bu Indira memulai percakapan.
"Anu, bu iya hehe" tiba-tiba aku malu sendiri.
"Ada masalah tho le?
"Endak bu, saya sebenarnya juga udah tobat pengen serius sekolah" jawabku jujur.
"Loh lha selama ini kamu ga serius tha le? Tanya bu Indira dengan nada terkejut.
"Endak gitu sih bu, cuma dulu-dulu saya sibuk ke yang lain."
"Ya, bagus kalau begitu le, apalagi ini kan udah kelas 3. Sebentar lagi banyak tes yang akan menentukan perjalananan kamu kedepannya."
Glek. Mendengar ucapan bu Indira tadi aku mengena sekali didadaku. Bener juga ya. Tiba-tiba aku menjadi takut.
"Bu, saya kalau berubah masih belum terlambat kan ya?" tanyaku dengan nada ketakutan
"Le, dengerin ibu ya, TIDAK ADA KATA TERLAMBAT UNTUK BERUBAH"
"Terimakasih banyak bu. Saya akan benar-benar berubah bu." ucapku mantap.
"Yasudah le sama-sama, makasih juga ya udah dibantu." jawab beliau.
"Iya bu sama-sama."
Berbekal semangat baru dari bu Indira itu, aku pulang dengan semangat yang menggebu-gebu. "Saatnya aku berubah, SAATNYA AKU BERUBAH!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Kita : Pilihan
Short StoryPilihan terkadang memisahkan kita. Namun, pilihan selanjutnya bisa kita gunakan untuk kembali mempersatukan kita.