Afeksi

48 1 0
                                    

Pada awal kognisi, aku tau ada yang beda.

Tak heran, berlanjut ke afeksi.

Konasi? Entahlah tak berani aku ikutkan psikomotorik.

Tapi, percepatan rata-rata hemogoblinku yang mengikat tentang rasa bahagiaku.

Makin cepat saja.

Biar ku tegaskan sekarang, rasa ini kovergen untukmu

( Amna Maharani )

Pada hidup yang kesemuanya adalah pengalaman tentang bagaimana aku belajar sesuatu, belajar dari pengalaman diri sendiri atau belajar pada burung yang terbang, bisa juga belajar pada ranting jatuh ataupun mereka yang bertumbuh.

Dari tumpukan buku di dalam perpustakaan, dari guru yang terus berceloteh, dari sepeda yang kukayuh kencang, aku terus belajar.

Semua hal berbeda antara satu manusia dan manusia lainnya, perbedaan lah yang membuat semuanya bergerak kedepan, perbedaan yang membuat perang di timur tengah, namun tak semua manusia seserakah itu, kita adalah bagian cerita tentang manusia pembelajar yang selalu tau cara menunduk meng-esakan pemilik ilmu.

Aku terus saja protes pada ketidakadilan, tentang ladang-ladang yang dijadikan pabrik semen, tentang lahan yang mereka ambil seenaknya, tentang kita yang menjadi turis ditanah sendiri. Sosialku terus berontak namun perbaikan kumulai dari diriku sendiri.

Sayang, ada banyak kisah tentang hidup ini. Bumi yang bulat ini tentang kita yang berputar-putar diatasnya, diberi waktu untuk saling bertemu. Saling memadu kasih dan berbagi pikirian, tentang pinguin yang setia pada kekasihnya, menggoda melalui tarian khas pinguin, melalui kaki yang "menggelepak-lepak" itu. Aku mau kau menggoda ku dengan jalan pikiran dan sikapmu itu.

"Dari apa kamu belajar?"

"Dari apa saja, termasuk percakapan kita pagi ini."

"Aku harus belajar juga darimu, belajar mencinta dan tulus berbagi hal indah lainnya"

"Boleh saja, dan aku juga akan mempelajari perangaimu"

"Kapan kamu berhenti belajar?"

"Aku tak mau berhenti, bagiku kamu dan hal lainnya adalah buku yang harus terus kupelajari"

*****

Berkasih sayanglah layaknya dua pemuda-pemudi yang jatuh hati dalam balutan lembut cokelat itali yang menyambung bertali-tali. Berkasih lembutlah seperti induk dan anaknya, melindungi dengan kasih sayang yang sebenarnya.

Dua menit lalu dua cinta terbang kelangit, mereka menikmati perjalanan yang mengecilkan bumi, terbang rendah diatas lautan, bermain dengan lumba-lumba yang asik saja dengan gerombolannya. Lumba-lumba yang mampu memecahkan teka-teki silang di sebuah buku kosong kotak-kotak.

Dengan kelembutan batu kokoh pun akan runtuh, terkikis sedikit demi sedikit menghilangkan sakit yang telah lama mengeras.

"Batu itu akan terkikis perlahan, oleh air yang menetes dari atas langit"

"Aku mau meneliti kehidupan itu berdua denganmu."

"Aku memang mau kau yang mendampingiku."

"Baiklah, aku mau disimu. Selalu."

"Dengan paras cantikmu itu."

"Dengan tampan yang kau bagi juga."

Kita adalah pasangan yang baik, menyatukan dua hati, membentuk segitiga yang lama kelamaan membulat bagai mata seekor siput.

Satu cermin, dengan dua nyawa didalamnya.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang