2: Kehidupan di Mata Reinar

1.5K 558 1.2K
                                    

Saat jam istirahat pertama, aku menghabiskan waktu bersama sahabat-sahabatku di kantin. Seperti biasa, kami duduk mengitari meja paling pojok. Kami selalu menempati meja itu sejak pertama kali mengunjungi kantin. Meja itu sudah menjadi meja langganan kami hingga rasanya tak ada tempat di kantin yang mampu mengalahkan kenyamanan di meja tersebut. Dan sepertinya teman-teman lain juga paham bahwa meja itu adalah daerah kami, sehingga tidak ada yang berani menempati meja itu selain kami. Jika ada pun, mereka harus berhadapan dengan kami terlebih dahulu.

"Hari ini hari Jumat, berarti kita makan siomay!" seru Tasya girang.

"Giliran lo yang traktir lho, Sya," Adera memperingatkan, membuat Tasya langsung memanyunkan bibir.

"Buruan, Sya, gue dah laper nih," protes Ghea. Urusan makanan, Ghea memang tidak bisa ditolerir. Mau ada hujan badai sekali pun, bagi Ghea perut kenyang tetaplah yang paling utama.

Melihat ancaman dari tatapan mata Ghea yang melotot, Tasya buru-buru menerobos kerumunan di depan penjual siomay. "Misi woi, artis mau lewat!"

"Mirip Eli Sugigi aja ngaku artis. Wuu!!" sindir Roni yang kebetulan juga sedang mengantri. Sementara Tasya langsung melempar tatapan membunuh ke arah Roni.

"Awas lo, Ron! Gue bun—"

"TASYA!!" panggil Ghea. "Beli siomay dulu, berantemnya nanti."

Tasya mengacungkan jempol ke arah Ghea dan kembali meneriaki Mas Supri, si Penjual Siomay. "Mas, siomaynya empat porsi ya!"

"Gue yang traktir minuman deh. Air mineral semua ya," ujar Adera seraya bangkit dari bangku.

Tak lama kemudian, Adera dan Tasya kembali dengan membawa empat porsi siomay dan empat botol air mineral. Kami pun mulai menyantap makan siang kami.

"Eh, kalian udah pada dapet tugas biologi yang disuruh menanam tanaman dikotil itu belum?" tanya Ghea, memulai pembicaraan.

"Udah, gue dikelompokin sama Reza coba. Si Anak Mesum itu," jawab Adera sambil menuangkan sambal ke piring siomaynya.

"Gue satu kelompok sama Niko. Baik sih, tapi hobi ngupil. Rada risi gue. Ihh." Tasya mengedikkan bahunya geli, ekspresinya terlihat menahan muak setengah mati.

"Pantesan lubang idungnya gede," timpal Ghea sambil menenggak air mineral dari botol.

"Kalau lo gimana, Din?"

Aku mendongak, menatap Tasya yang kini memandangku penuh penasaran. Aku menelan siomay ke dalam tenggorokanku sebelum menjawab, "Gue sekelompok sama Reinar."

Ghea tiba-tiba tersedak saat mendengar perkataanku. Air yang baru saja ditelannya masuk ke dalam tenggorokan mendadak seperti tersangkut, sehingga kini cewek itu terbatuk-batuk.

"Aduh!" Ghea memekik. "Keselek gue, denger lo sekelompok sama cogan kesayangan gue," keluhnya sambil memukul dadanya. Dengan terbatuk seperti nenek-nenek, Ghea mencengkeram pergelangan tanganku dan menatapku lekat-lekat. "Kalau sampai lo nikung Reinar dari gue, gue sebar aib lo kalau lo masih nggak bisa tidur tanpa boneka Lala si Teletubbies!"

"Apaan sih, orang gue juga nggak suka sama Reinar." Aku memutar bola mata dan menarik tanganku dari cengkeraman Ghea. "Dia cowok paling aneh yang pernah gue temuin. Masa dia mau menanam cabe untuk tugas kelompok biologi. Terus Reinar beli pot tanaman yang ada gambar Hello Kitty-nya. Please deh, gue heran kalian pada nge-fans sama Reinar dari mananya."

Tentang ReinarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang