__ Chapter I

154 16 8
                                    

Sebuah pemandangan yang mengerikan bagi seorang gadis yang sedang berdiri mematung di ruang tamu rumahnya itu. Hwang Nayeon, nama gadis itu. Ia bertubuh mungil dan berambut panjang. Umurnya baru tujuh tahun. Gadis itu masih muda belia. Wajahnya cantik, pipinya terlihat lembut seperti mochi membuat siapa saja yang melihatnya ingin mencubit kedua pipinya itu. Bibirnya yang mungil berisi dan bewarna kemerahan bak buah cherry itu benar-benar hiasan penyempurna untuk wajah mungilnya itu.

Appa” Sapa Nayeon takut-takut kepada orang yang ia sebut appa tersebut.

Gadis itu mengpalkan tangannya melihat pemandangan yang sangat tidak ingin ia lihat. Ayahnya sedang bermesraan dengan seorang pelacur yang ia bawa dari club semalam.

Sang ayah pun menoleh dengan tatapan seakan ingin menikam leher gadis itu. “Berani sekali kau pulang ke rumah setelah apa yang kau lakukan semalam hah? Tidak bisakah kau membuatku senang sedikit saja???”. Pria itu menaikkan nada suaranya. Membuat Nayeon gemetar ketakutan. Lutut gadis itu lemas.

Amarah pria itu semakin mencuat ketika melihat baju yang Nayeon kenakan terlihat kotor. “Dari mana saja kau? Semalaman tidak pulang?”

Nayeon menunduk. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan pada ayahnya itu. Semalam ia tidur dijalanan. Gadis itu sudah muak melihat kelakuan ayahnya yang suka bermabuk-mabukan dan membawa perempuan ke dalam rumah dengan semaunya.

“Maaf karena aku sudah membuatmu khawatir, appa” jawab Nayeon akhirnya.

Pria itu tidak menjawab perkataan Nayeon.

Hey! Pantaskah pria itu disebut ‘ayah’?. Dengan perilakunya yang cabul dan bersikap semena-mena kepada Nayeon yang notabenya masih anak dibawah umur, masih pantaskah ia menjadi ayah untuk gadis itu?

Tentu saja jawabannya tidak! Seorang ayah seharusnya mencontohkan perilaku yang baik didepan anaknya, bukan? Terlebih, Nayeon masih berumur tujuh tahun. Umur segitu seharusnya seorang ayah memberikan kasih sayang yang melimpah untuk anaknya, bukan? Dan lagi, Nayeon adalah anak semata wayangnya. Gadis itu juga memiliki wajah yang cantik bak seorang putri di negeri dongeng. Seharusnya ia bangga dan bersyukur memiliki anak sepertinya. Bukan malah diperlakukan seperti ini. Sangat tidak patut dicontoh!

“Kau pergilah. Ini uang untukmu karena sudah memuaskan ku malam ini” Pria cabul itu memberikan amplop berisi uang kepada serang wanita yang sedari tadi menemplok manja dipangkuannya.

Cih! Wanita itu pun tersenyum senang, kemudian ia membereskan barang-barangnya. Dan berlalu pergi meninggalkan rumah itu. Terlihat sekali wanita bayarannya.

“Ah, appa! Aku membelikan bubur untuk sarapanmu. Aku membelinya saat aku hendak pulang ke rumah. Masih hangat” Nayeon mengangkat sebuah kantong yang ia tenteng sedari tadi.

Ayahnya memang memperlakukannya dengan kasar. Tapi Nayeon tidak pernah sekalipun membalas perlakuan ayahnya itu. Hanya ayahnya lah yang ia punya di dunia ini. Ibunya telah tiada saat gadis itu berumur tiga tahun akibat bunuh diri karena tak kuat dengan kelakuan suaminya itu.

“Tidak usah! Lebih baik aku bersiap-siap untuk pergi” jawab sang ayah kasar.

Gadis itu tersenyum kecut. "Appa mau kemana?"

"Bukan urusanmu!"

Perih rasanya mendengar nada bicara yang sama sekali jauh dari kata lembut itu.

Nayeon menghampiri pria itu. “Kalau begitu, bolehkah aku memberikan bubur ini untuk temanku Taehyung?”. Matanya berbinar-binar seakan memohon.

Yang ditanya hanya menoleh sekilas. “Terserah!”

"Terimakasih, appa".

——••••••••••——

Secret In ForestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang