One

25.6K 334 3
                                    


Hari membosankan kembali datang. Aku si guru magang berkali-kali menguap, menahan kantuk di tengah kelas.

Segera, kuhapus ujung mataku yang sedikit berembun akibat rasa kantuk yang semakin mendera. Mengusir bosan, aku berjalan mengitari barisan kelas hingga kesunyian berganti dengan ketukan high hells yang tengah kukenakan.

Hari ini, ada ujian kecil yang rutin aku lakukan tanpa pemberitahuan. Biarpun dianggap kejam, tapi ada baiknya juga karena akan terlihat siapa saja yang serius belajar meski pelajaran sejarahku tidak diunggulkan seperti halnya bahasa inggris atau matematika.

Tuk...
Ketukan hellsku terhenti di barisan nomor tiga. Ada sebuah bangku kosong yang mengingatkanku pada seseorang.  

Sudah hampir seminggu ia tidak masuk, sebenarnya apa yang terjadi pada Arzhou?

"Saya bahkan tidak tahu nomor ponselnya, coba sensei tanya pada alayers kelas sebelah."

Omura, ketua kelas sipit berambut ikal menjawab sekenanya saat aku dengan nada berwibawa menanyakan keberadaan Arzhou.

Alayers? Kenapa tidak sekalian membuat fansclub saja? Cemoohku sebal lalu menutupi emosiku dengan anggukan terima kasih atas jawaban yang tidak jelas itu.

Tak lama, kuakhiri kelasku dengan pengumpulan kertas ujian yang kulihat-- hampir separuh dari jawaban mereka salah semua.
Aku mengerang, merasa gagal. Di akhir masa uji cobaku sebagai guru, aku bahkan tidak pernah melihat satu muridpun yang menyimak pelajaran.

Arzhou sama saja. Remaja tampan berotak cerdas itu selalu bergumul dengan rasa kantuknya selama pelajaran sejarahku berlangsung. Namun, ajaibnya ia selalu mendapatkan nilai sempurna.

"Sensei."
Seseorang berteriak memanggilku, berlari di antara koridor terakhir ruang guru.
"Sensei Akida, ada yang bisa kubantu?" tanyaku datar, lebih tepatnya malas.
Pria tambun yang sudah lama mengincarku itu memasang senyum sedikit cabul di sudut bibir, "aku hanya ingin bertanya, apa bisa kita keluar lagi malam ini?"
Rona tersipu malunya, jujur membuatku muntah. Dasar tidak tahu diri, bukankah kemarin aku sudah meninggalkannya di klub? Kenapa tidak kapok juga sih?

"Maaf Sensei, Saya sudah menolak Anda kemarin,"gumamku sehalus mungkin, "saya permisi dulu."

Aku cepat-cepat membungkuk, berlalu dari tempat itu tanpa basa-basi. Harus kuakui, status janda yang melekat pada diriku adalah cap negatif.

Aku betah, tapi akhir-akhir ini tidak. Arzhou memporak porandakan gairah seksku dalam semalam. Ini adalah bulan ketiga dimana aku sangat tersiksa. Sesampainya di meja kerja, aku mendapati ponselku berdering di tumpukan kertas. Memang sengaja kutingg karena benda sialan itu selalu berdering tanpa kenal waktu.

Aku duduk, mengangkat sambungan udara itu sambil bertopang dagu. Rasa bingung membuat pikiranku semakin kacau. Arzhou tidak pergi ke sekolah selama seminggu, apa dia sudah tidak peduli lagi dengan beasiswanya?

"Ayumu? Apa kau mendengarku?" tegur Himeko dari speaker ponsel. Teriakannya menyadarkanku dalam sekejap.
"Akh, Himeko- chan? Apa yang kau katakan barusan?"
Terdengar dengusan. Aku tertawa kecil, membujuknya lagi dengan suara imut yang di buat-buat.

-----

Malam itu, lampu diskotik terlihat sama gilanya dengan otakku. Benda bulat penuh cahaya itu, berputar cepat di atas puluhan pasangan yang tengah menari. Dalam sekejap, iramanya membakar adrenalinku. Aku menari sendirian tanpa memperdulikan tatapan lapar orang lain. Berulang kali tangan-tangan jahil pria mendekat, mencoba menyentuhku.

Fuck! Batinku melotot marah pada seorang pria jelek yang hampir menyentuh area pribadiku. Ia sungguh gendut dan berpeluh.

Beruntung, Himeko langsung menarikku pergi sebelum aku menghajar wajah cabulnya. Mana ada yang tahu? Kalau aku adalah mantan atlet judo nasional? Bisa-bisa kurontokkan giginya dalam satu kali tonjokan.

TWO HUSBAND 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang