trió̱n.

3 1 0
                                    

Hai

Bagaimana kabarmu disana? Aneh rasanya kalau saya pikirkan lebih dalam. 

Saya rindu.
Maaf jika menurut kamu saya tidak punya hak untuk itu.
Tapi berilah sedikit kesempatan bagi saya-bukan untuk memiliki kamu, tapi hanya untuk menjadi yang setia menyayangi kamu.

Seiring jalannya waktu, saya semakin bertanya-tanya. Mengapa waktu itu kita tidak jadi satu?
Mungkinkah jika diibaratkan, saya di utara kamu di selatan? Satu dunia namun di kutub berbeda. Kamu mau kesana dan saya perlu ke tempat yang berbeda.

Saya memaksa waktu untuk berputar. Memaksa pula hati agar tidak mengharap. Namun sulit karena segala hal tentang kita berujung di jalan buntu bernama ‘hampir’. Entah apa yang membangun dinding bernama hampir itu. Namun ia berdiri tegak memaksa kita untuk melangkah mundur dan memutuskan untuk tetap jadi ‘teman’. Kamu dipaksa mundur oleh logikamu, saya dipaksa mundur karena kamu tidak punya hati untuk saya lagi.

Jikalau saja kesunyian tidak menelan kita, mungkin kita bisa melawan hampir dan melaju kencang hingga akhirnya bersama.
Hey,tunggu. Bukankah sesuatu tidak perlu diberi judul? Seharusnya kita bisa bertahan di kata ‘hampir’ tanpa mundur perlahan-lahan.

Aduh, sulit memang berkelahi dengan otak sendiri. Kamu sih waktu itu pergi tanpa pamit. Saya dibiarkan berperang sendiri dengan hati.

Kamu tahu? Semakin hari saya semakin lelah. Karena saya terus dihantui yang namanya ‘kemungkinan’.

Di akhir cerita ini,
Saya hanya minta satu hal dari kamu.
Meminta hati sudah tidak mungkin bukan?
Ya sudah.
Saya minta kamu, jangan lupa saya,ya:)

The Disconsolate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang