Kau tau? pertanyaan itu selalu kutanyakan pada diri sendiri karena aku tak tau harus kemana menanyakannya. Apakah diluar sana ada yang tau tentangmu?
-Jovita
"Dalam mencari titik potong suatu gradien kita gunakan rumus sebagai berikut, misalkan pada titik potong sumbu X maka, X sama dengan Y per M ditambah dengan C. Sedangkan jika untuk mengetahui titik potong sumbu Y maka, Y sama dengan...."
"Cielah, berpuitis lagi." Laki-laki dengan rambut berwarna cokelat kemerahan di sebelah Jovita, tersenyum manis sambil mengalunkan beberapa potongan bait lagu milik band terkenal yang berasal dari Dublin, yaitu The Script. "How can I move on when I'm still in love with you?"
Jovita menutup butu catatannya dengan kesal. "Nyebelin banget sih lo! Tiap gue nulis kenapa selalu liat ke gue?"
Laki-laki bernama Brian itu terkekeh pelan sambil menyalin catatan matematika yang tertulis di papan tulis. "Bukan cuma kalau lagi nulis. Setiap yang lo lakuin juga selalu gue perhatiin, Vit."
"Lo terlalu menarik. Dan anggota tubuh gue selalu menuntut gue untuk memperhatikan segala sesuatu yang lo lakuin." Lanjut Brian.
"Kita ambil persamaan pertama yang akan disubstitusikan. Selanjutnya, persamaan di atas tadi kita ubah menjadi X sama dengan delapan minus dua Y...."
"Sialnya gue lebih benci sama kata-kata manis ketimbang matematika linear." Ucap Jovita malas. Entah sudah berapa lama ia menahan rasa kantuknya mendengarkan beragam penjelasan mulai dari X ditambah dengan Y sama dengan nol, bahkan sampai harga jeruk sama dengan seribu lima ratus X. Matematika adalah hal yang dibenci Jovita dari ratusan daftar ketidaksukaannya terhadap dunia.
"Menurut lo cara move on yang ampuh kayak gimana, Vit?" Brian masih sama seperti menit-menit yang lalu, menggoreskan beberapa rumus dan kalimat-kalimat matematika pada buku catatannya hingga penuh, sambil mencari topik yang baru agar pembicaraannya dan Jovita tak terhenti. "Cari pelampiasan-kah? Taruhan-kah? Atau selingkuhan-"
"Diem, Yan!" Jovita menaikkan volume suaranya disertai nada penekanan pada kalimatnya. "Gue gak peduli lo mau main-main sama siapa diluar sana. Tapi gue cukup peduli untuk mengikuti pelajaran di sekolah ini sampai gue tamat. Jadi mulai sekarang, tolong jangan pernah ganggu gue lagi!"
"Jovita? Kamu bisa kerjakan soal di papan?" Buk Ratih, yang sejak tadi tak lepas dari pandangan mata Jovita, entah bagaimana sudah berada di depan mejanya seraya berkacak pinggang dan mengetuk-ngetukkan ujung sepatu hak tingginya pada lantai, hingga menimbulkan suara yang paling dibenci Jovita.
Buk Ratih menghela napas. "Ah, sudahlah! Saya tau kamu tidak akan pernah bisa menjawab pertanyaan di papan tulis sampai kapanpun." Buk Ratih kembali melangkahkan kakinya menuju meja guru dan meninggalkan Jovita bersama wajah merah padamnya.
"Susssh, Vit!" Liona melemparkan buku catatan matematika miliknya yang terbungkus rapi dengan warna cover biru pastel kearah meja Jovita. "Aku udah ngerjain contoh soal yang ada di papan. Kamu maju aja kedepan. Buktiin sama itu guru kalau kamu bisa."
Jovita tersenyum tipis. "Makasih banyak, Na. I know i can always rely on you."
"Kodratnya temen kan udah saling bantu, Vit. Aku sama Shalsa bisa aja liat kamu nangis. Tapi aku sama Shalsa nggak bakalan sanggup liat kamu dihina."
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Inside (Blurb Series)
Chick-LitThis is a work of fiction. Names, characters, businesses, places, events, locales, and incidents are either the products of the author's imagination or used in a fictitious manner. Any resemblance to actual persons, living or dead, or actual events...