1

93.1K 1.7K 59
                                    

Ayahku seorang pemilik perusahaan Alfha Group beliau sosok yang tegas dan disegani seluruh karyawannya tapi tetap berhati baik dan ramah bila bertemu karyawan dikantor.

Perusahaan yang Ayahku bangun bergerak dibidang perhotelan, resort, restoran dan yayasan pendidikan pariwisata. Awalnya perusahaan berjalan dengan tenang dan baik tapi suatu ketika ternyata Ayah berhutang ke Tirta Group untuk memperluas saham Ayah dibagian perhotelan.

Ayah sadar kalau dia terlalu serakah yang menjadikannya terlilit hutang yang besar hingga Ayah berkata kepadaku kalau aku yang akan menjadi bayarannya. Pemilik perusahaan itu menginginkanku, maka hutang Ayah akan lunas. Ayah meminta maaf padaku tapi aku seorang anak tentu harus berbakti kepada Ayah yang sudah membesarkanku setelah Ibu meninggal ketika melahirkanku. -beliau satu-satunya orang tua yang kumiliki-

Aku sedih bukan main aku hanya seorang gadis berumur 18 tahun yang baru saja lulus Sekolah Menengah Atas tapi demi membantu hutang Ayahku agar lunas aku rela memberikan tubuhku kepada pemilik Tirta Group, dan.. perkenalkan namaku Mila.

***
Di sinilah aku berada di salah satu hotel yang dimiliki oleh pemilik Tirta Group, Ayah memberikanku alamat hotel dan supir mengantarku ke hotel ini.

Design hotel ini sangat classic dan aku sangat terkesan, sangat jauh dari hotel yang Ayah miliki. Pujianku terhadap hotel ini terhenti ketika seorang body guard yang ku lihat 'Ridwan' di name tag-nya menyuruhku untuk pergi ke lantai 5, kamar nomer 2310, pasti pemiliknya disana- pikirku.

Aku mengangguk tanda mengerti dan menyuruh supir untuk pulang saja "Pak Ujang pulang saja Mila bisa naik taksi, tak usah khawatir"

"Tapi non.. Bapak takut nanti dimarahi Bapak besar"

"Tenang Pak aku tidak apa-apa, bilangin ya ke Ayah kalo Mila baik-baik saja" Pak Ujang pun mengangguk dan pergi.

Dan kakiku melangkah dengan perlahan, keringat dingin mulai bercucuran, aku bisa bilang baik-baik saja kepada orang lain tapi nyatanya aku hanya gadis polos yang belum mengetahui dunia luar.

Pikiranku menilai seperti apa pria yang akan merenggut keperawananku? Apakah dia om-om tua? Apa dia jelek? Gendut? Atau ceking?. Bagaimana sifatnya? Apakah dia kasar? Dingin? Atau arogan?.

Berbagai pikiran negatif berputar di otakku, aku sangat takut dan aku tidak ingin kehilangan keperawananku dengan cara seperti ini, air mata hampir jatuh tak kala aku melihat sebuah pintu bercat cream bertuliskan nomer 2310 -kamarnya-.

Aku mencoba menetralkan nafas dan degup jantungku yang tak karuan, ku ketuk pintu itu namun tak ada suara. Akhirnya aku membuka pintu dengan mengucapkan "permisi" dan betapa kagetnya aku melihat kemewahan kamar ini.

Sangat modern dan classic tapi... saat aku mengedarkan pandangan kesemua penjuru ruangan, aku tak melihat pria itu begitu aku semakin masuk kesana aku mendengar suara percikan air ohh sedang mandi rupanya.

Sambil menunggu dia mandi aku duduk di sofa sambil menetralkan rasa takut dan sedihku, tak lama pintu kamar mandi terbuka, aku langsung berdiri dan menundukan kepala tak berani melihat wajahnya.

"Sudah sampai rupanya" tunggu suara itu terdengar seperti pria dewasa yang muda.

"I-iya tu..uan" jawabku dengan terbata-bata aku merasa langkah kaki mulai medekat. Kaki itu.. tak keriput atau pun kering seperti om-om tua.

"Hei gadis polos lihat lah ke atas, aku tak seperti yang kau pikirkan" ucapnya dengan nada ketawa dan hei.. bagaimana bisa dia membaca pikiranku??.

Mataku hampir keluar karna terkejut melihat pria yang ternyata sangat tampan, tinggi, dan hanya memakai handuk sebagai penutup bagian bawahnya, dan itu mempertontonkan tubuh kotak-kotak milik pria ini.

Unexpectedly [One-shoot]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang