Adi sendiri masih berada di ruangan yang dianggapnya amat kecil. Adi merasa tak betah di ruangan itu, terlebih sangat banyak barang disitu.
"Bagaimana caranya agar aku bisa keluar dari sini?" Adi bergumam.
Adi tak tahu harus bagaimana, sebab di ruangan itu pun tak ada jendela. Bahkan pintunya pun terkunci rapat, sulit tuk keluar dari situ.
Tok..tok..tok..
Adi langsung mendekati pintu.
"Adi, aku tahu kau disana tengah mencari cara untuk keluar, kan?"
Itu suara Yuki, terdengar dari luar. Adi yakin, Yuki pasti sudah akan mengeluarkannya dari ruangan ini.
"Y-ya, Yuki! Aku menyerah. Maafkan aku, yang pernah membuatmu menderita. To-tolong, jangan siksa aku" kata Adi, suaranya terdengar ketakutan.
Adi sangat tak tahan berada disini, rasanya bagai di neraka. Apalagi, ia kelaparan karena belum sarapan atau minum sekalipun.
Yuki membuka pintunya, kemudian masuk bersama Al di belakangnya.
"Aku sudah memikirkan hal ini, Adi. Aku akan melepaskanmu, dengan catatan, kau harus membuat perjanjian denganku. Kau tidak bisa menjerumuskan aku ke dalam penjara. Aku sudah membuat surat perjanjiannya, jika kau melanggar, maka bersiaplah kehilangan hartamu" jelas Yuki.
"Perjanjian?"
Al mengangguk, ia menyerahkan map yang berisi beberapa kertas. Adi mengambil map itu, Adi membacanya. Dan Adi rasa, tak ada salahnya melepaskan Yuki. Biarlah Yuki berbahagia juga, lalu ia juga bisa bebas bersama kekasih hatinya.
"Bagaimana, Adi? Apa kau setuju? Ingat, kau tidak bisa lakukan apapun padaku lagi nanti. Jika tidak, hartamu jadi milikku" kata Yuki.
Adi mengangguk. Dia siap menandatangani surat perjanjian itu.
"Berikan pulpen, aku mau menandatanganinya!" kata Adi.
Al menyerahkan pulpen pula pada Adi. Adi langsung menandatangani kontrak itu, tanpa banyak pikir panjang lagi.
"Udah. Bisa nggak, aku minta minum?" kata Adi, mengesampingkan gengsinya.
"Kau tenang saja, Adi. Aku tahu kok bahwa gengsimu nggak sebesar itu. Aku dan Al sudah menyiapkan makanan buatmu di dapur. Kalau tidak mau, ya, nggak usah" kata Yuki.
"Anda tenang saja, Tuan. Saya yang akan mengambilkan makanan itu buat anda" kata Al.
Yuki menatap kearah Al, ia menggeleng. Tidak bisa begitu. Bagaimanapun, Yuki masih merasa tak perlu mengasihani Adi. Toh, Adi juga bersalah baginya. Kalau saja Al tidak membujuk untuk damai, Yuki tidak akan sudi melepaskan Adi begitu saja.
"Kenapa, Yuki?" tanya Al.
"Nggak usah, Al. Adi punya kaki, punya tangan. Kamu bawa aja surat perjanjian itu dan sembunyikan, ya!" kata Yuki.
Adi lalu memberikan surat perjanjian itu pada Al.
"Memang nggak perlu, kok. Aku bisa pergi ke ruang makan" kata Adi.
Yuki dan Al kemudian berjalan duluan, diikuti oleh Adi. Hingga mereka sampai di ruang makan. Adi duduk dan perlahan melahap makanannya di ruang makan itu. Sementara Yuki dan Al menyimpan terlebih dahulu map perjanjian itu dan memilih berjalan-jalan.
"Kamu yakin nggak akan ketahuan?" tanya Al, begitu mereka berada di halaman rumah Al.
"Nggak lah, Al. Lagian siapa coba yang berani deketin aku?" kata Yuki.
"Aku. Aku berani tuh, deketin kamu" kata Al, dengan senyum manisnya.
"Yaaa, karena kamu nggak tau aja kemampuan aku sekarang gimana. Lagian dari awal, kita deket tuh karena aku juga, kalau nggak kamu pasti sungkan" kata Yuki, ia menggenggam tangan Al, "udah ah, ayo!" kemudian Yuki melangkah, dengan menggenggam tangan Al erat.