5. TIDUR

10.3K 262 0
                                    

Tama menyelimuti Sara yang sudah terlelap sejak tadi. Untuk pertama kalinya dia melihat istrinya tidur. Dengkuran halusnya mengalun diiringi dengan gerakan dadanya yang turun naik. Dia mengenakan baju tidur merah muda dengan pita kecil si bagian bahunya. Pria itu mengusap rambut istrinya.

"Tidur yang nyenyak Sara. Mimpi yang indah."

Sara tak menyahut. Dia sudah larut dalam mimpinya.

Taman bunga yang sama lagi. Matanya bergerak dari ujung ke ujung. Dia tak menemukan pria yang berkacamata itu. Yudha. Debaran jantungnya masih tak berhenti walaupun mereka sudah berpisah beberapa jam yang lalu.

"Ternyata benar ya Yudha bisa membuatmu tidur kembali."

Hati Tama sedikit retak. Dua tahun dia membuat perempuan itu terjaga dan Yudha mengembalikannya hanya dalam waktu satu hari. Apa yang dia lakukan sampai dia tertidur dengan lelapnya malam ini?

Tama tak jadi mematikan lampu baca di sampingnya. Hanya lampu di meja dekat Sara yang segera dia tekan tombolnya. Jangan sampai istrinya itu terjaga kembali. Buku tebal dengan sampul hitam diraihnya. Mulai melanjutkan bacaan yang diberinya pembatas. Perlahan lembar demi lembar dia buka.

"Sara!"

Suara pria itu memanggilnya. Tangannya melambai. Jarak mereka cukup jauh, Sara ikut melambaikan tangannya. Langkah kaki mereka bergerak membelah rerumputan setinggi betis. Saling memendekkan jarak yang terbentang di antara mereka.

Di sini, dunia mimpi Sara, tak ada yang salah dengan yang apa dia lakukan. Dia tak perlu merasa bersalah dengan apa yang terjadi di dalamnya dan dia masih menjadi "istri" yang setia. Tak ada yang hilang dari dirinya. Sebalikna dia merasa bagian yang selama ini kosong mulai terisi perlahan oleh bayangan Yudha.

Sara menyukai mimpinya. Di sini dia merasa menjadi dirinya lebih utuh. Lengkap sebagai wanita. Genggaman tangan hangat Yudha benar-benar membuatnya lupa bahwa ini hanya mimpi bukan kenyataan yang sebenarnya.

Mereka duduk di bawah pohon yang batangnya besar dan daunnya rimbun berlindung dari cahaya matahari yang bersinar garang. Kepala Sara bersandar ke bahu kiri Yudha.

"Dua tahun menikah tak pernah sekalipun Tama bertindak sebagai suami yang sebenarnya. Dia memang baik tapi suami istri harusnya menjalani perannya sebagai suami."

Yudha tak menanggapi permasalahan yang Sara bimbangkan selama dua tahun ini. Dia meraih dagu perempuan itu. Mendekatkannya ke wajahnya. Menyatukan bibir mereka. Lebih dalam dan hangat. Perlahan tangannya yang lain bergerak membuka kancing baju yang dikenakan Sara satu demi satu.

Ciumannya bergerak ke leher. Dia bisa mendengar desahan Sara. Sekarang tangannya mulai meremas beberapa bagian lembut milik Sara. Perempuan itu pasrah dan berbaring di rerumputan. Membiarkan Yudha mengisi bagian kosong yang selama ini dibiarkan Tama. Hasratnya menggebu.

Bibir pria itu juga turun ke dadanya yang terus disentuhnya dengan gairah penuh cinta. Kecupan di dadanya membuat dia geli sekaligus melayang. Belum pernah dia merasakan sensasi seperti ini. Tama tak pernah melakukannya. Setiap malam dia hanya menunggu dan menunggu. Namun penantian panjangnya seakan tanpa akhir. Tama seperti seonggok batu yang tak tertarik dengan dirinya.

Berbagai baju tidur dia kenakan untuk menarik minat suaminya. Lagi-lagi laki-laki itu akan berdengkur lebih dulu. Terbang ke alam mimpi meninggalkannya dalam dinginnya malam. Sara kecewa. Untuk apa mereka menikah jika pada akhirnya yang terjadi hanyalah mereka tinggal serumah seperti saudara saja.

Sara membayangkan malam pertamanya akan serupa dengan yang selama ini dia bayangkan. Dalam malu-malu mereka akan saling menghangatkan. Ingin sekali dia merasakan sentuhan tangan laki-laki itu. Sayangnya tak ada yang terjadi. Dalam kegugupannya dia malah ditinggalkan tidur oleh suaminya.

"Tidurlah, hari ini benar-benar panjang."

Belakangan Sara menyadari bahwa alasan Tama tak menyentuhnya karena menganggap istrinya belum siap menjadi istri yang sesungguhnya. Apa karena dia melihat istrinya gugup? Bukannya itu hal yang biasa? Siapa yang tidak gugup akan melakukan 'itu' untuk pertama kalinya?

Sara tak merasa dirinya tidak siap untuk menjadi istri Tama di atas ranjang. Dia malah sangat menantikan malam pertama mereka. Tama sangat dingin. Bahkan di malam pertama pria itu tidur dengan memunggunginya.

Tatapannya kembali pada Yudha. Melihat kilatan di bola mata pria itu. Diusirnya pikiran tentang Tama. Tentang suaminya yang hanya menjadi suami di atas kertas. Tak memberikan nafkah batin padanya.

Tubuh mereka menyatu di atas rerumputan. Yudha bergerak turun-naik di atasnya. Desahannya semakin keras ketika gerakan turun-naik itu ditambah dengan menekan bagian kewanitaannya. Ada yang mendesak masuk. Semakin dalam. Hangat. Basah. Sara menggigit bibirnya setiap kali kecepatan Yudha bertambah.

Tak ada sehelai benang pun yang memisahkan mereka. Kulit menyatu dengan kulit. Keringat tubuh mereka bercampur. Cairan-cairan yang kental itu menyatukan bagian bawah tubuh mereka yang semakin mendesak. Yudha meraih bibir Sara lagi. Mengatupkan bibirnya di sana. Lidahnya bergerak liar mencari lidah perempuan itu.

"Sara..." desahnya sebelum menekan untuk sekali lagi sebagai  langkah terakhir.

Peluru telah dikeluarkan dan tumpah ruah. Sara kelelahan. Yudha jatuh di sampingnya. Napas mereka terdengar mulai teratur. Perempuan itu menenggelamkan wajahnya di dada Yudha.

Sara membuka matanya dan tak menemukan wajah Yudha. Dia masih berada di kamar yang hanya di sinari cahaya lampu dari luar. Tama tidur dengan memunggunginya. Seperti biasa. Dia memeriksa celana dalamnya dan melihat ada cairan di sana. Banjir. Dia mimpi basah.

Hanya mimpi tapi sudah cukup menyenangkan baginya. Ponsel pintarnya yang diselipkannya di bawah bantal diraihnya. Beberapa detik dia menekan tombol power  untuk menyalakannya. Memeriksa penanda waktu dan menemukan bahwa ini masih dini hari. Baru pukul 2 lewat. Masih banyak waktu untuk melanjutkan mimpi-mimpinya. Namun dia merasa keringat di tubuhnya membuat kulitnya terasa lengket.

Perlahan dia menyelinap keluar dari selimut. Tak ingin membangunkan Tama. Pagi nanti dia harus bekerja lagi, pria itu butuh tidur yang cukup untuk melanjutkan pekerjaannya. Langkah Sara menuju kamar mandi. Dia ingin menyiram tubuhnya dengan air hangat sebelum melanjutkan tidurnya.

Tetesan air seperti hujan deras membasahi tubuhnya. Sara mulai menyelipkan sabun mandi cair ke tubunnya. Menggosok kulitnya dan menyingkirkan keringat yang masih menempel. Dipejamkannya mata dan membayangkan sekarang ada Yudha di sini. Memeluknya dan ikut menggosok setiap inci kulit tubuhnya. Mimpi yang benar-benar luar biasa. Terasa begitu nyata.

Tama membuka matanya ketika menyadari ada suara air di kamar mandi. Dia melirik ke samping dan tak menemukan istrinya. Arloji di dekat lampu diraihnya. Masih terlalu pagi untuk bangun. Dipejamkannya matanya kembali dan membiarkan istrinya menikmati mandinya. Sara terus mandi dengan mata yang ditutup dan pikiran yang melayang-layang.

Bersambung

WILDEST DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang