BAB KETIGA

125 22 1
                                    

Setelah Fio memberitahuku bahwa di rumah ku ada pasukan Nemesio. Aku langsung berlari secepat mungkin dengan melupakan skateboard ku dan tas kecil ku di gubuk nya Adrian. Disaat seperti ini hal semacam itu tidak penting bagi ku, ayah ku adalah yang nomor satu.

Dengan sekejap, akhirnya aku pun sampai di depan gubuk reyot ku. Terlihat banyak pasukan Nemesio dan pasukan robot nya yang berjalan keluar dari gubuk reyot ku itu.  Para pasukan Nemesio menatap ku dengan tatapan tajam, sama hal nya dengan ku. Lalu mereka pergi  meninggalkan gubuk.

Aku terlambat, untuk apa mereka datang ke gubuk ku? Ada urusan apa? Apa yang terjadi? Dan lagi, pikiran ku sekarang mercau untuk yang keberapa kalinya dengan cepat. Ingin rasanya kepala ini ku ledakkan layaknya seperti bom atom.

Dengan cepat aku melangkahkan kaki ku untuk melihat apa yang terjadi pada ayah ku di dalam gubuk tersebut. Sesampainya di dalam aku melihat suasana gubuk sangat beratntakan. Apa yang terjadi?

Aku mencari keberadaan ayah, lalu akhirnya aku menemukannya. Ia berada di dalam kamar nya dengan suasana kamar yang sama berantakannya dengan di luar. Terlihat ayah yang terduduk lemas di atas kasur nya.

"Apa yang terjadi, yah?" Tanya ku tanpa berbasa - basi,  sambil berjalan mendekat ke arah nya.

"Mantra itu, Atha," Ucap ayah dengan tatapan nya yang kosong.

Mantra? Apa yang ia maksud? Terlintas di pikiran ku, bhwa mantra yang ayah maksud adalah Buku - buku mantra nenek moyang ku, yang ku simpang sejak lama, bahkan ku bawa setiap kemana aku pergi.

"Apa maksud kau ayah? Ada apa dengan mantra itu?" Tanya ku dengan bingung.

"Atha, apa buku - buku mantra nenek moyang itu ada pada kau?" Tanya nya dengan dingin, sambil menatap datar kepada ku.

"Iya, memang ada apa?" Ucap ku dengan sedikit ragu bercampur aduk dengan kegugupan.

"Tidak apa, kau simpan baik - baik buku itu, sebab itu adalah pertaruhan nyawa ku dan sebaiknya kau pelajari mantra - mantra itu, Atha." Sambil berjalan meninggalkan ku.

Apa maksud ayah? Untuk apa aku mempelajari mantra - mantra itu? Yang tidak ada gunanya sama sekali. Dan, bahkan yang membuat ku bingung apa maksud dari perkataan Ayah? Bahwa buku mantra itu adalah pertaruhan nyawa nya? Sungguh ini hal yang sangat rumit untuk ku hadapi.

Aku pun bergegas untuk menyusul ayah. "Ayah, apa yang kau maksud dengan pertaruhan nyawa mu?"

"Tidak usah bertanya, yang ayah minta kau pelajari saja mantra-mantra itu dengan sungguh-sungguh," kata nya sambil menuju keluar gubuk "Ayah pergi dulu, jaga gubuk dengan baik," tambah nya.

Lantas, aku pun berjalan menuju kamar ku. Lalu mengambil sebuah handuk yang menggantung di dinding kamar. Setelah itu, aku bergegas menuju kamar mandi, untuk menghilangkan beban pikiran yang meracau di sepanjang hari ini.

**

Setelah beberapa menit aku menghilangkan rasa penat dan beban pikiran di kamar mandi. Aku merebahkan tubuh ke kasur yang tidak terlalu empuk. Sambil meregangkan tulang - tulang ku.

Terlintas di pikiran ku tentang seputar kejadian - kejadian yang ku alami hari ini. Mungkin yang sangat aku pikirkan adalah tentang nenek yang aku temui tadi dan maksud ayah yang menyuruh ku untuk mempelajari mantra - mantra itu.

Ah, mantra. Mantra itu ku letakkan di dalam tas kecil ku tadi. Gara - gara pasukan Nemesio aku melupakan tas kecil ku dan bahkan skateboard kesayangan ku. Nanti aku akan mengambil nya di rumah Adrian.

Sejenak aku menutup mata ku, mencoba untuk memulai bermimpi dan melupakan kenyataan yang sepahit ini. Akan tetapi, tentang nenek tadi dan ayah berputar menghantui pikiran ku.

AgenorerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang