BAB KEEMPAT

92 19 1
                                    

Saat mentari pagi menjelajahi seluruh pelosok negri ini, alunan angin yang mendayu-dayu terasa sangat sejuk, membuat semua orang semangat untuk memulai aktivitas. Kicauan burung nan merdu mengiringi langkah kaki ku menuju rumah Adrian untuk mengambil tas dan skateboard ku.

Dengan santainya aku berjalan sambil menikmati, betapa indah nya dunia ini, apalagi, jika manusia nya tidak membeda-bedakan kasta, meremehkan orang misikin, menindas, mencaci-maki dll.

Andai saja, Dunia seindah surga. Tapi, impian ku sangat tinggi, mana mungkin dunia akan seindah surga, apabila dunia seindah surga. Tak ada satupun manusia yang mau berusaha, sebab dunia nya sudah inda--bagaikan di surga, jadi untuk apa dia berusaha? Manusia akan bersantai-santai saja.

Terkadang aku berpikir, mengapa manusia mudah sekali menyombongkan dirinya? Apa lebih nya mereka, apa dia Tuhan? Tidak, kan? Lalu apa yang ia somobong kan? Hanya karena kecerdasan, kekayaan ia langsung berlagak seperti Raja? Tjih, lalu bagaimana dengan Tuhan? Dia tidak hanya cerdas dan kaya, Tuhan, bahkan mempunyai kecerdasan dan kekayaan yang sangat-sangat luar biasa.

Manusia itu bodoh sekali, ya aku sadar, aku juga manusia. Tapi aku tak sebodoh manusia yang lain, mereka menyombongkan dirinya yang cerdas, kaya dll. Mereka tak pernah menyadari, bahwa apa yang mereka sombongkan, masih belum setara dengan apa yang dipunyai dengan Tuhan. Ingat, diatas langit masih ada langit!

"Atha ..."

Terdengar, seperti ada orang yang memanggil ku membuat lamunan ku berteori tentang Dunia buyar. Siapa lagi yang memanggil ku?

"Atha ..."

Lagi, aku mendengar suara itu. Suara yang sama saat aku bertemu dengan nenek di jalanan kemarin. Aku menolehkan kepala ku kesana kemari, tak terlihat satu pun orang--tunggu dulu, sekarang aku berada dimana? Bukankah ini jalanan yang kulewati saat bertemu dengan nenek aneh kemarin? Akan tetapi, suasana jalanan sekarang ini terlihat berbeda dari sebelum nya. Hawa mencekam dan suram mengiringi keberadaanku.

Mengapa langit tiba-tiba berubah? Bukankah suasana pagi tadi sangat cerah?

Sekali lagi ku arahkan pandangan ku keseluruh penjuru jalanan, ku telanjangi semua sudut-sudut jalanan. Nahas nya tak ada satu pun orang yang berada disini. Siapa lagi yang memanggilku? Apa dia makhluk tak kasat mata? Apa dia nenek tadi?

"Atha ..."

"Atha ..."

Suara itu, suara itu semakin mendekat--bahkan sudah dekat terdengar di indra pendengaran ku. Lantas kepala ku pun mencari-cari asal suara untuk kesekian kali. "Hey, siapa kau sebenarnya? Tampakkan diri kau!" Seraya berteriak dengan kencang.

"Atha ..."

Aku tercekat, lagi orang yang memanggil ku adalah nenek aneh yang ku temui tadi. Untuk apa ia menemuiku kembali? --Tunggu dulu, siapa perempuan yang ada di samping nenek itu? Perempuan itu sangat cantik, walaupun sudah tidak terbilang muda lagi.

"Atha...," ucap nenek itu, seraya berjalan mendekati ku begitu pula dengan perempuan di samping nya.

"Jangan mendekat terhadap ku," tukas ku, sambil berjalan ke belekang dengan pelan.

"Atha, ini aku," ucap perempuan yang ada di samping nenek itu.

Aku pun mengernyitkan kedua kening ku, satu lagi yang membuat otak ku kembali meracau. Kenapa wanita itu mengetahui nama panggilan ku? Nama panggilan yang hanya orang terdekat ku saja yang memanggil nya. Aneh.

"Mengapa kau memanggil ku Atha?" Tanya ku dengan lantang dan tegas.

Lantas, wanita itu menarik kedua sudut bibirnya, sehingga senyuman tulus tersimpul di wajah nya nan cantik itu. Seraya berjalan mendekat ke arah ku, "Sebab aku adalah-"

AgenorerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang