-Mia Alona-
Aku sangat frustasi. Sudah 1 bulan sesudah aku lulus dari Oxford, tidak ada satu pun perusahaan yang menerimaku. Mereka meremehkanku. Aku tahu, aku terlihat seperti gadis kampungan dengan kepang dua. Tapi, penampilanku seperti itu sudah melekat di diriku sejak aku masih kecil. Lupakan, aku butuh hiburan. Aku melepaskan heelsku dan mulai berjalan di pasir pantai. Lumayan ramai. Festival dansa akan membuatku tidak bisa tidur karena musik liar mereka. Rumahku tidak jauh dari pantai.
"Ayolah, Mia! Kau harus merubah penampilanmu. Lihat dirimu, sangat menjijikan untuk fashion tahun ini. Kau kuno." aku teringat semprotan dari sahabatku, Ciara. Dia sangat fashionable dan aku tidak mengerti kenapa dia lebih memilih berteman denganku dibandingkan dengan anggota cantik layaknya Mean Girls. Aku ingin muntah.
Aku duduk di pantai dan merogoh tas kecilku, meraih sesuatu. Cermin. Aku melihat diriku yang jelek di cermin berukuran sedang. Ciara benar, aku menjijikan. Aku harus berubah. Perlahan, aku membuka karet dirambut kepang duaku dan melepaskan kepangan itu. Rambutku menjadi ikal dan terasa ringan. Aku terkekeh sendiri. Aku memasukan cermin kedalam tas. Bau air laut ini seakan menarikku untuk bermain bersama mereka.
Aku melihat disekelilingku. Banyak gadis dan pria bersenang-senang. Mereka semua tidak peduli dengan keadaan disekitar mereka. Aku merasakan sesuatu dalam diriku. Aku ingin seperti mereka. Bebas. Selama ini tidak ada satu orang pun yang berusaha melarang atau menasehati kehendaku. Mengingat aku hidup sendiri dan mandiri. Aku tersenyum lebar. Ku buka kemeja putih lengan panjangku dan hanya bra berwarna merah yang melekat ditubuhku. Payudaraku terlihat sesak-Aku tidak pamer. Hanya saja aku berkelakuan jujur- Aku nyaman dengan rok sepan hitam yang bertengger dipinggangku. Aku bersyukur Ciara memberiki tips agar perutku terlihat rata sempurna. Welcome the new Mia Alona!!
Aku merenggangkan kedua tanganku dengan semangat dan berbalik badan. Tapi, *bugh* aku menabrak tubuh seseorang. Pahatan otot diperut dan sekitar lengannya. Kau pasti tau ini adalah seorang pria-tentu saja, perawan bodoh-hina dewiku. Dia memang tidak pernah bersahabat denganku.
Ku rasa dia sangat tinggi. Aku mendongakkan kepalaku. Dia memakai topeng batman namun mulutnya tidak tertutup. Dia tersenyum. Bibirnya sangat merah. Kulitnya cokelat muda dan rambutnya seperti pria model Underware Calvin Clein. Baiklah, tahan sedikit, Mia. Dan, pandanganku beralih ke dadanya. "FREE KISS" oh shit. Aku memang butuh ciuman saat ini-Sudah kuduga- sepertinya dewiku iri.
"Maaf, aku kira tidak ada siapapun dibelakangku." ucapku gugup dan dibalas dengan tawa renyah pria itu. "Santai saja, manis. Bagaimana dengan ini?" Ku rasa dia akan menawarkan diri. "Aku dan 2 temanku sedang berbaik hati. Tetapi, Aku rasa kau yang pertama mendapatkan ini." pria ini mulai menggodaku. Haha, sialan.
"Ah yeah? Aku tidak yakin aku yang pertama." ledekku seraya melipat kedua tanganku dibawah dadaku. Pria itu mengangguk dan menaikkan kedua pundaknya. Aku frustasi dan ingin sebuah ciuman. Apa ini adil? Sedangkan dulu, tidak ada seorang pria pun di kampusku, menyentuhku, bahkan memanggil pun harus dengan perantara. "Tapi, ini akan menjadi ciuman pertamaku. Sebelumnya tidak ada satu pun pria yang tergiur denganku. Ohaha, baiklah. cukup dengan curhatku." sengiyku diselangi tertawa kecil. Pria itu meraih tangaku dan aku bisa liat kedua bola matanya. Perpaduan antara cokelat muda dan hazel. Entahlah. Sepertinya pernah ku lihat. Dan, menurut buku yang ku baca. Hanya ada 10 orang di dunia yang memiliki perpaduan warna seperti itu.
"Kau tahu. Kau sangat cantik. Dan ini bukan omong kosong. For the first kiss, aku kan membuatmu menikmatinya." pria itu memiliki suara terberat yang pernah aku dengar. Apa kalian tau Theo James? Hanya suaranya saja. Tenanglah untuk para fans.
"Baiklah." Aku tersenyum dan terkejut karena pria itu menarik pinggangku mendekati tubuhnya. Kulit kamu bersentuhan. Aku rasa topengnya akan mengangguku. "Tenang, topeng ini tidak akan merusak wajah cantikmu." aku terkekeh dan bibir kami bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend
Romantizm"We're just friend, right?" tanya dia dengan suara berat khasnya dan aku mengangguk terhipnotis. Lalu, lolipop yang ada dimulutnya jalankan ke sekitar tubuhku dan berakhir dimilikku. Dia membukannya dengan lebar dan memainkan lolipop itu disana. Aku...