Aaron berjalan masuk ke ruangan tengah. Aku hanya terpaku didepan pintu dan menatap sekeliling apartemennya. Bau wangi kayu-kayuan menyeruak dihidungku dan sedikit membuatku pusing. Selera parfum pria memang payah. Apartemen ini tidak terlalu besar dan cukup nyaman. Tapi kurasa, isi apartemen ini harganya tidak nyaman. Yeah. Aaron tidak ada diruang tengah. Aku harus apa. Apa yang akan aku lakukan disini. Hanya berdiri, diam.
"Hey, apa kau ingin memulai interview didepan pintu dengan keadaan berdiri seperti itu? Aku tidak masalah. Aku lebih suka berdiri." Ucapnya yang menganggetkanku. Perkataannya membuatku kikuk dan apa maksud dia bilang "Aku lebih suka berdiri"? Dasar.
Aku tersenyum bodoh dan mulai berjalan. Dan, *bruggg* *ohh shit* Aku tidak melihat ada satu pasang sepatu dihadapanku lalu aku tersandung dan kalian tahu.... Gaya jatuhku sangat membuatku malu dan ingin berenang menuju segitiga bermuda. Wajahku jatuh terlebih dulu kelantai beralas karpet yang agak kasar lalu dilanjut dengan tubuhku. Rok ku sedikit tersingkap. Tuhaaaan.
Dengan sigap aku bangun dari jatuhku dan membenarkan rok ku yang tersingkap. Afff pasti dia melihat pahaku. Muka ku sangat panas dan aku tidak ingin melihat Aaron yang mulai setengah berlari menujuku.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya dia seraya menaikkan daguku. Mataku tidak ingin melihatnya yang membuatku malah mematung jadi aku membuat kedua bola mataku menjadi jereng atau mata bodoh. "Kenapa dengan matamu? Apa itu efek jatuhnya? Wajahmu memerah. Lain kali gunakan kedua matamu dengan baik. Duduk disana dan aku ingin berganti pakaian sebentar." Apa dia tidak meminta maaf padaku? Penyebab aku tersandung adalah sepatu dia yang diletakkan sembarangan.Aaron membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju pintu disebelah kiri ruang tengah. Namun, aku cepat-cepat memanggilnya. "Tuan Aaron!" Astaga, apa suaraku terdengar keras sampai dia berbalik dengan cepat dan mengerutkan keningnya. "Ada apa?" Tanya dia dengan dingin.
"Nggg tidak jadi, maafkan saya tuan. Dan, anda bisa kembali masuk ke kamar anda untuk berganti pakaian. Sekali lagi, saya minta maaf." Ucapku perlahan-lahan dan tersenyum kikuk."Tidak masalah." Jawabnya dan memutar knop pintu kamarnya. Aku berjalan menuju sofa berwarna hitam besar dan aku meletakkan bokongku dengan perasaan lelah. Ku lihat sekeliling ruang tengah ini. Pria boleh mempunyai selera buruk untuk parfum tapi pria sangat cinta kebersihan. Apartemenku memang murahan tetapi ruangannya lebih luas dari ini dan tentunya tidak serapih atau sebersih ini. Ghahaha, maklum wanita. Wanita pemalas dan jorok, hina Dewi-ku seraya mengigit apel merahnya yang besar. Kalian akan terbiasa dengan Dewi-ku ini. Oh aku lupa, nama dia Si Jalang. Sialan kau, dia menyemburkan kunyahan apelnya dan seketika menghilang. Dasar.
Apakah dia masih lama didalam sana? Aku membuka tasku dan mencari kaca kecil dari bekas bedak two way cakeku-omong-omong, kaca itu dari patahan bedakku. Itu pun bedak bekas Ciara, sengit Dewiku. Oke, aku tau tidak mampu membeli peralatan make up dan aku tidak terlalu membutuhkan itu. Ku rapihkan rambut cokelatku yang sedikit berantakan dan menambahkan sedikit liptint pada bibirku yang sudah memudar. Aku merasa agak segar. Diruang tengah ini tidak terlalu banyak pajangan foto dirinya atau keluarganya. Oke, aku tahu aku gadis penasaran.
*klek*
Suara knop pintu berputar dan mataku langsung tertuju pada seseorang yang keluar dari sebuah kamar. Siapa lagi kalau bukan Aaron. Dia mengenakan t-shirt tipis berwarna hijau gelap yang mencetak jelas otot-otot kekarnya dan celana training yang bertengger dipanggulnya. Dia sangat seksi. Kerongkonganku terasa kering dan perasaanku berubah menjadi gugup. Dia sama sekali tidak melirikku. Aku juga tidak berharap dia melirikku dalam keadaan aku menganggumi tubuhnya. Sial.
Dia berjalan menuju dapur dan masuk ke area meja bar. Dibukanya lemari es dengan dua pintu besar dan dia mengambil sesuatu. Entahlah. Aku harap dia membawakan coke bottle padaku. Aku sangat haus. Dan jawabannya tidak. Dia menenteng ember stainless kecil yang sudah bisa kutebak berisi es batu dan ada sampanye bertengger didalamnya. Apa dia ingin membuatku mabuk?
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend
Romansa"We're just friend, right?" tanya dia dengan suara berat khasnya dan aku mengangguk terhipnotis. Lalu, lolipop yang ada dimulutnya jalankan ke sekitar tubuhku dan berakhir dimilikku. Dia membukannya dengan lebar dan memainkan lolipop itu disana. Aku...