Usaha yang manis

17 0 0
                                    

"Didit" Senyumku melebar saat kutemui sosok itu.
Lelaki berbadan tegap dengan tas disamping dan tentu sepeda tuanya.

"Ayo cepat nanti terlambat" Seru didit.

Tanpa basa basi aku langsung duduk diboncengannya. Dia adalah teman tebaikku karena aku dan dia sudah berteman sejak aku masih umur 4thn.

"Dit, jangan ngebut"

"Badan kamu berat nanti kalau gak ngebut gak bisa naik ini"

"Dit, kok gitu jahat nih"

"Gendut sih"

Aku memonyongkan mulutku, dia selalu mengejekku gendut padahal aku rasa tidak.

"E e e eeee "

Bruaaakkk
Seekor anak ayam tiba-tiba muncul dari semak-semak dan....

"Tuh kan dit sakit nih" keluhku.

"Ini gara-gara kamu, bobot kamu berapa sih"

"Eh kok aku, kan kamu yang boncengnya gak bisa, aku jalan aja"

"Eh jangan ngambek dong" didit mengikuti langkahku.

Sakit, itulah yang aku rasakan bukan karena ejekannya tentang badanku tapi karena terjatuh tadi.

Sesampainya disekolah, semua teman menyambut kedatangan didit dari kota. Dia selalu dihujani pertanyaan tentang 'bagaimana bentuk sebuah kota?' karena didit selalu ikut ayahnya mengirim sayuran ke kota. jaraknya cukup jauh melewati banyak bukit.

"Ta, kenapa sedih?" saat ini aku sudah berada didalam kelas lebih tepatnya disebelah tata.

"Aku tidak masalah jika harus membantu bapak dikebun, ngasih makan sapi tapii dem..."

"Tapi kenapa ta?"

"Aku nggak bisa kalau lulus harus nikah" lanjut tata.

Mendengar ucapan tata aku tidak terlalu terkejut, disini anak gadis yang baru saja lulus sekolah sudah dijodohkan dengan lelaki usia mapan.

"Bantuin aku dem"

"Bantu apa , calonmu siapa?"

Aku ingin membantu, tapi apa yang harus aku lakukan . mengajak tata kabur? Atau menentang kemauan orang tuanya? Atau memberi saran tata untuk bunuh diri? Ah tidak, Rasanya tidak beretika karena aku bukanlah anggota keluarganya.

"Kau tau rudi tidak?"

Aku menggelengkan kepala.

"Itu anak juragan"

Aku tertawa setelah mendengar 'anak juragan' setauku lelaki itu tidak normal gayanya seperti wanita.

"Lalu apa salahnya?"

"Ihhhhhh, kamu kan tau kalau dia itu kayak perempuan nanti aku malah yang disuruh kerja" jawab tata.

Sebenarnya untuk urusan pekerjaan tentunya kehidupan tata akan terjamin kalau rudi masih dengan orang tuanya, tapi kalau hidup mandiri aku rasa berat untuk tata karena semua warga tau anak juragan kaya raya itu sangat manja dan cara bicaranya pun kasar.

Tak terasa hari berjalan dengan cepat, kini aku mulai disibukkan dengan try out dan ujian lainnya.
Ada hal yang memberatkanku, yaitu biaya. Semakin hari tugas tidak bisa dikendalikan mulai dari membuat kerajinan, membuat laporan dengan tulisan tangan, Maklum disini tidak ada jasa pengetikan ataupun semacamnya.

Berhari-hari menulis dan menghapus jika salah harus menulis dari awal kembali. Butuh tenaga yang ekstra untuk menghadapi masa-masa ini.

Ditambah lagi, bulanan sekolah yang menunggak . Sesekali aku dipanggil ke ruang guru untuk dimintai penjelasan tentang tunggakan administrasi sekolah yang harus segera dilunasi.

Ibu mulai sakit-sakitan , sedangkan bapak hanya memiliki gaji yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Pagi hari dihari minggu, itulah saat dimana kegiatan baruku sedang ku jalani. Setiap pagi aku mengikat sayur-sayuran dan tepat pukul 08:00 aku membawa keranjang yang berisikan sayuran ke pasar dikota.

Berjalan dari rumah menuju balai desa dimana akan ada truk yang mau memberi tumpangan kepada warga yang akan ke kota.

Gundukan tanah yang mengombang ambingkan tubuh, berdiri dibadan truk terhempas angin kencang, berdesakan.

Itulah yang aku alami, perjalanan pahit harus ku tempuh untuk kehidupan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 25, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Who Am I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang