Salah

165 94 149
                                    


Malamnya, aku berhasil mengalahkan rasa gengsiku untuk mengiriminya pesan terlebih dahulu. Dengan alibi untuk meminta tolong dan menemaniku berjalan-jalan serta menulusuri Kota Yogyakarta.

Aku terus menunggu, lima menit sepuluh menit hingga setengah jam. Aku takut bahwa dia tidak akan membalasku dan berpikiran aneh tentangku. Untuk kedua kalinya aku merutuki ke gr-anku yang berfikir bahwa pria tadi juga memiliki perasaan yang sama denganku.

Satu jam kemudian ada pesan masuk. Jawaban. Pipiku merona saat membaca pesan nya dan tak mampu pula bibir ini menyembunyikan senyuman bahagia. Dia meng iyakan ajakanku dengan senang hati pula. Aku segera merebahkan tubuhku di atas tempat tidur dan menaruh ponselku di nakas, tak sabar menunggu hari esok tiba.

Setelah berkali-kali aku meminta untuk ditemani berjalan-jalan di Kota Yogyakarta, aku mulai merasakan hal yang orang sebut cinta. Menurutku dia pria yang baik, pintar, dan kudengar darinya, ia adalah salah satu mahasiswa UGM. Sering berkirim pesan dan melakukan panggilan membuatku semakin dekat dengannya. Rasa ini tak terbendung lagi. Aku akan menunggu.

Kesehatan neneku berangsur membaik karena ada aku di sini yang selalu merawatnya dan memperhatikan nya. Libur semesterpun juga akan usai, terpaksa aku harus kembali ke kota asalku.

Sedih memang, apalagi hati ini sedang merasakan perasaan cinta. Namun waktu berkata lain kepadaku.

Sebelum kepergianku, saat di bandara, dia, Wildan menyatakan cinta nya padaku. Wildan berkata bahwa akhirnya dia menemukan seseorang disaat kondisinya sedang jatuh di dasar jurang yang dalam. Dia menyebutku penolong nya. Aku datang disaat dia sedang dirundung kesedihan karena mengakhiri hubungan dengan kekasihnya yang dulu, padahal hubungan itu sudah terjalin selama satu tahun.

Aku menangis haru, tanpa pikir panjang aku menerimanya tak peduli baru selama 2 minggu aku mengenalnya. Wildan berkata bahwa aku memilikinya dan juga hatinya sekarang walaupun jarak memisahkan, begitu juga dengan dirinya. Aku tidak lagi merasakan sedih karena kepergianku.

Dua bulan sudah aku berkirim pesan denganya, dan tak ragu saling bertelpon menanyakan hal yang penting bahkan tak penting sekalipun. Rasa ku semakin tumbuh, aku sungguh menyayangi Wildan. Aku yakin dan dapat begitu merasakan kasih sayang Wildan kepadaku walau terpaut jarak. Aku juga sudah berniat untuk mempertemukan Wildan dengan orang tua ku. Wildan menyetujuinya, tanggal sudah aku timbang timbang.

Namun suatu saat dia pernah sekali tak menjawab telponku bahkan tak mengirimiku pesan jawaban. Aku mengira mungkin dia sedang sibuk dengan kuliahnya. Sehari aku menunggu, tak apa aku maklum. Dua hari, tiga hari hingga seminggu. Aku mulai resah. Aku mengecek kalender mencari tanggal merah dimana aku bisa kembali ke Yogya menanyakan keadaanya. Jujur aku takut terjadi apa-apa denganya. Dua hari kemudian aku berangkat ke Yogyakarta, selepas dari bandara aku langsung menuju alamat rumah nya. Perasaan takut sekaligus gembira merundungku karena sebentar lagi dapat bertemu kembali denganya.

Sesampai dirumahnya aku terpaku. Tinggal dua langkah aku bisa menjangkau gerbang rumahnya yang hanya setinggi satu meter. Masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Air mataku menetes semakin lama semakin deras. Dadaku terasa sesak, seperti telah dihujam dengan palu ratusan kali, sakit.   

Di sana Wildan dengan seorang perempuan didalam pelukanya. Aku bisa mengenal perempuan itu karena Wildan pernah menceritakanya kepadaku. Ya. Dia adalah Annisa, mantan kekasih Wildan.

Dengan sangat lambat otaku mencerna. Mengurungkan niatku untuk melangkah lebih jauh lagi. Hampir saja, hampir saja aku menyandarkan segala hidupku padanya, menyerahkan apa yang aku punya untuknya. Aku hanya pelampiasan sakit hati Wildan untuk sementara, aku hanyalah boneka pelipur lara untuk kesedihanya. Aku telah salah menggantungkan semua harapanku kepada Wildan. Semua ucapanya salah, ucapan yang selalu aku genggam erat-erat. Dia tak sanggup menjaga hatinya hanya untuk diriku, karena pada akhirnya dia kembali ke cinta lamanya.

Yak akhirnya selesai sudah, maapkeun saya kalau ending ceritanya cepet sekalee. Sorry for the typo and koreksi aku bole bgt lhoo. Thanks

Pelipur lara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang