Udara pagi mulai memasuki kedalam kamar melalui sela-sela jendela. Jong dae menggeliat dari tempat tidur. Di tariknya selimut hingga membungkus hampir seluruh tubuhnya dan hanya menyisakan bagian wajahnya saja.
Baru saja ia akan kembali terlelap, tiba-tiba terđengar suara benda keras terjatuh hingga menyebabkan hampir seluruh ruangan di rumahnya berdengung. Jong dae menggeram, ia menutup kedua telinganya dengan bantal. Nihil. Suara itu semakin membuatnya frustasi.
"Nugu!" Teriak Jong dae. Lalu turun dari tempat tidur penuh paksaan kemudian menuju kamar mandi. Menyebalkan!
Beberapa menit kemudian, Jong dae keluar dengan handuk membalut bagian pinggangnya, memperlihatkan perut yang membentuk beberapa kotak dan bahu bidangnya. Di kibaskannya rambutnya yang masih meneteskan air. Pagi ini sungguhlah indah sama seperti yang terdahulu.
Ia berjalan mendekat pada jendela yang menghadap jalanan itu. Keramaian lalu lintas benar-benar kegiatan sehari-hari yang sering di lakukan semua orang. Dan ia menyukainya.
"Kim jong dae! Kamu sudah bangun!" Pekik seorang wanita dari pintu kamarnya. Itu Lee hana. Teman sepermainnya saat kecil. Tetapi sekarang mereka telah menjadi sepasang teman bekerja. "Apa aku boleh masuk?"
"Michoseo." Gerutu Jong dae. Ia membuka lemari baju dan mengeluarkan kemeja putih dari sana. Di liriknya pintu, beberapa kali Hana mengetuk pintu. Ia menggeleng sembari mengkancing satu persatu kancingan kemejanya. "Aku sedang berpakaian."
"Hmm... tidak apa-apa. Lagi pula dulu aku juga sering melihatmu tidak memakai baju." Hana terkikik geli.
"Itu ketika kita masih kecil." Balas Jong dae. Ia tau bahwa Hana sangat senang karena sudah berhasil menggodanya. "Tunggulah sebentar. Aku tidak akan lama."
Hana mendekatkan pipi kanannya pada pintu kamar Jong dae. "Ya... aku ingin melihat bagaimana bentuk tubuh teman semasa kecilku dulu. Apa masih penug lemak atau malah semakin parah." Gumamnya.
Tidak ada jawaban dari Jong dae. Hana mengerjap, kemudian di ketuknya lagi pintu di dekatnya itu. "Jong dae, apa kamu marah? Aku kan hanya bercanda." Sesal Hana sedikit khawatir.
"Kamu ingin melihat bentuk tubuhku sekarang?" Seru Jong dae. Hana terperanjat kaget saat pintu di dekatnya itu terbuka. Sekarang senyum jahil muncul dari bibir Jong dae. Ia menang. Raut wajah Hana berubah memerah.
"Mau lihat atau tidak?"
Hana mendesis, "menyebalkan! Kenapa lama sekali?" Ucapnya mencoba mengalihkan pembicaraan. Tapi bukan Jong dae namanya, jika pria itu akan terkecoh kali ini.
"Ayo masuk." Suruh Jong dae membuka lebar pintu kamarnya. Seketika mata Hana membelalak. "Bukannya kamu ingin melihat bentuk tubuhku?"
Hana memandangi tubuh tinggi Jong dae yang telah rapi memakai setelan kemeja putih dengan ujung pakaian di masukkan kedalam celana.
Pria itu benar-benar sempurna menurutnya. Pantas saja banyak wanita tergila-gila. Tanpa terkecuali dirinya sendiri. Ia mulai menganggumi pria itu ketika mereka beranjak dewasa hingga saat ini. Ketampanan dan sifat dewasa yang di miliki pria itu telah merobohkan ikatan pertemanan mereka. Akan tetapi, ia hanya bisa memendamnya sendiri di dalam hati.
"Shiro." Tolak Hana. Ia membalikkan tubuhnya lalu berjalan menjauh.
"Ya! Bukannya tadi...."
"Berisik! Lebih baik cepatlah menyelesaikan utusan tubuhmu itu. Aku akan menunggu di dalam mobil!" Potong Hana. Sehingga Jong dae tertawa lepas di buatnya.
***
"Eoseo oseyo." Seru Soo hee saat pintu cafenya terbuka. Ia memberikan senyuman kepada pelanggan yang kini telah berdiri di depannya. "Ada yang ingin anda pesan?"
"Aku menginginkan beberapa donat dengan taburan cokelat." Ujar pelanggannya wanita itu sembari menggenggam erat tangan putranya. Soo hee mengangguk kemudian mulai menyusun donat kedalam kotak pesanan.
"Ghamsahamnida." Ucap Soo hee seraya membungkuk begitu pelanggannya pergi.
Cafe tampak sepi, mungkin karena waktu libur telah habis. Biasanya di saat pagi menjelang siang seperti ini cafenya sudah di padati pelanggan.
Soo hee melepaskan celemek yang melingkar di pinggangnya. Lalu bergerak keluar dari meja kasir. Musim semi telah datang, ia tidak begitu yakin kejadian apa lagi yang akan menimpanya. Yang pasti, ia ingin berubah menjadi yang lebih baik lagi.
Sembari menunggu kedatangan pelanggan. Soo hee memilih duduk pada salah satu kursi di dekat jendela. Tempat yang sangat strategis untuk mengetahui dunia luar.
Ia tidak menyukai keramaian tapi ia juga tidak menyukai tempat sepi. Jadi pilihan terbaik yang di pilihnya adalah berada di tengah-tengah keduanya supaya dirinya tidak terlihat begitu menyedihkan.
"Eonni!" Teriak seseorang, kontan Soo hee menoleh. Di dapatinya seorang gadis berlari kearahnya. "Mianhae, aku terlambat."
"Gwenchana, apa kamu sudah pulang sekolah?" Tanya Soo hee memandangi gadis bernama Somi itu dari atas kepala hingga kaki. Masih mengenakan seragam sekolah. "Kamu bolos?"
"Eonni!" Rengek Somi bergelayut di lengan Soo hee. "Aku sudah pulang sekolah. Tapi belum berganti pakaian."
Alis Soo hee terangkat. "Wae?"
Somi menghela napas panjang, kedua bahunya melemas seketika. Eomma belum pulang? Dia tidak tahu menahu jika aku pulang lebih awal. Jadi aku ke sini deh, sekaligus bekerja."
Soo hee melepaskan lengan Somi darinya, "aku sudah mengatakan kepadamu sebelumnya. Belajarlah yang giat, jangan bekerja."
"Anio eonni. Kalau aku berhenti bekerja bagaimana aku bisa menyuruh eomma ku sendiri membayar uang spp ku." Balas Somi cepat di sertai gelengan. "Lagi pula aku bisa belajar di sini, kan?"
"Aku akan menggajimu, walaupun kamu tidak masuķ bekerja. Jadi...."
"Aigo, apa yang harus aku lakukan kepada satu orang ini." Keluh Somi. "Di sini siapa bosnya, eonni bukan. Dan pegawainya aku. Jadi bagaimana mungkin bosku bekerja sendiri sedangkan pegawainya bermalas-malasan. Tetap di gaji pula."
"Biasanya orang akan senang jika bosnya berkata seperti itu." Ujar Soo hee menatap Somi lekat.
"Orang itu bukan aku." Tukas Somi. Kemudian ia berjalan menuju meja kasir.
Soo hee terkekeh kemudian mengejar Somi, gadis yang sudah di anghapnya adik itu. "Mianhae Somi," ia merangkul pundak Somi. Berharap gadis itu tidak marah terlalu lama.
"Lepaskan eonni! Aku tidak bisa bernapas!"
"Tidak mau. Sebelum kamu memaafkanku."
Ting!
Lonceng yang tergantung di pinggir pintu masuk cafe berbunyi. Serentak Soo hee dan Somi menoleh. Akan tetapi, Soo hee terdiam seketika. Sama halnya denhan pelanggan pria yang kini telah berdiri di depannya itu juga nampak terkejut.
"Kita bertemu lagi?" Sapa pria itu mengulurkan tangan kepada Soo hee. "Kamu mengenalku, kan. Aku dokter yang dulu menjadi salah satu pembicara di seminar minggu lalu itu."
Bersambung...
***
Maaf jika ada typo.
Terima kasih yang sudah membaca 'Promise'. Maaf jika masih banyak kesalahan dalam menulis. Tapi aku akan terus berusaha menjadi yang lebih baik lagi.
Jangan lupa vote dan comentnya!!!
Baca juga ceritaku yang lain 'Falling in Love'. Pasti kalian akan suka!!!
Salam manis,
SulisTia
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE
RomanceMerasa sakit yang luar biasa. Merasa ada sesuatu yang mengganjal. Merasa sulit untuk bernapas. Merasa ada yang hilang. Merasa aku akan gila.