Badmood

166 11 5
                                    

Nindi berjalan disepanjang korikodor dengan perasaan yang masih dongkol akibat kejadian yang ia alami barusan.

Sebelumnya ia sudah membersihkan seragamnya di toilet tadi akibat si cowo brengsek, banci, nyebelin, pokok nya sumpah serapah yang ia ungkapkan nggak bisa gambarin bagimana bencinya ia sama cowo itu.

Nindi langsung masuk ke kelasnya dan duduk disamping Nita yang sedang sibuk dengan dunianya sendiri, apa lagi kalau bukan baca novel. Nindi yang baru datang aja nggak di sapa sama sekali.

Meskipun begitu, Nita adalah satu-satunya teman yang Nindi miliki, yaa wajar aja sih, Nindi memang orangnya cuek soal bergaul sama orang lain. Dia lebih suka sendiri, temanan sama Nita aja cuma kebetulan teman duduk, jadi yaa mereka bisa dekat  sekaligus jadi teman curhat Nindi akhir-akhir ini.

Kalian tau lah Nindi curhatian apa, yaa apa lagi kalau bukan soal kk Aldo ketos tak punya perasaan itu.

Tapi kalau dipikir-pikir kk Aldo ganteng juga yaa. Tinggi, putih, hidung mancung, alis tebal, mata hazel.

Ee..apaan si gue, kok gue mala mikirin cowo songong itu si. Nggak dia tetap orang paling nyebelin didunia. Titik nggak pake koma lagi deh.

"Nindi, loh udah gila ya?" kata Nita pada sahabatnya yang dari masuk kelas ngomong nggak jelas membuat ia tidak berkonsentrasi membaca novel.

"Nggak kok, gue lagi badmood aja".

"Yaa elahh, pasti soal kk Aldo lagi. Ya udah kali Nin, nggak usah terlalu benci sama orang, apa lagi sama kk Aldo yang ganteng nya nggak terkira itu, song jong ki aja lewat ama dia, nanti terbalik jadi cinta loh".

Goda Nita yang membuat Nindi refleks berbalik dan menatapnya dengan tajam.

"Loh ngomong apaan si, suka nggak jelas. Gue tegasin ya,  Gue Nindi Lestari Bratmaja nggak akan pernah suka sama cowo songong yang namanya Aldo itu".

"Beneran Nin?"

"Nita..jangan bikin mood gue tambah hancur de". Teriak Nindi yang membuat seisi kelas menatap mereka dengan ekspresi yang berbeda-beda.

Salah-satunya si begini, "tu orang kenapa ya. Pagi-pagi kok udah teriak-teriak, emangnya ini hutan apa, dasar cewe gila".

Nindi mendengus dan sekali lagi berbalik menatap Nita.

Bukannya merasa bersalah udah malu-maluin gue, dia mala ketawa diatas perderitaan yang gue alami.

Memang udah nasib gue kali ya, punya teman sebiji tapi kerjanya cuman bikin gue sengsara.

--

Hmm..Nindi menarik nafas panjang dan meletakkan kepalanya yang sudah pusing tujuh keliling dilipatan lengannya yang berada diatas meja.

Untung aja pak mahmud si botak dengan kumis tebal itu nggak masuk, kalau enggak udah gue bayangin kalau gue udah dihukum lari sepuluh putaran di lapangan basket ama dia. Dia memang udah terkenal sebagai guru terkiller di SMA Tunas Bangsa ini.

AnindiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang