Pertemuan tak terduga

105 7 3
                                    


Jam sudah menunjukkan pukul 19.00. Itu artinya sebentar lagi keluarga teman papa akan datang.

Nindi menatap penampilannya didepan cermin besar meja riasnya.

Gaun pink diatas lutut tanpa lengan melekat sempurna dibadannya yang mungil dengan tambahan make-up tipis dan rambut sepunggung yang diurai bebas menambah kecantikan Nindi malam ini.

Entah mengapa, dari tadi dia merasa gelisah dan deg-deg kan, padahal yang mau datang cuman teman papanya dan hanya akan makan malam biasa.

Tak lama kemudian suara klakson mobil terdengar membuat Maya langsung bergegas membukaan pintu.

"Assalamualaikum jeng"

Salam wanitia paru baya berusia sekitar 40 tahun yang umurnya tidak beda jauh dengan mama Nindi diikuti oleh seorang pria yang diyakini pasti suaminya dan seorang remaja laki-laki yang kira-kira berumur 16 tahun.

"Waalaikumsalam". Akhirnya kalian datang juga. Jawab Maya sambil tersenyum dan bersalaman cepika-cepiki dengan mereka.

"Ayo masuk, kami sudah menunggu kalian dari tadi, pasti kalian semua udah lapar kan". Ucap Bratmaja yang tiba-tiba juga datang menghampiri mereka.

Mereka semua kemudian berjalan menuju meja makan yang penuh dengan makanan yang telah disiapkan oleh Maya.

"Ini pasti Aldo kan, udah gede tambah ganteng lagi".

Aldo hanya menanggapi dengan senyuman.

---

Nindi segera turun ke lantai bawah, dia yakin kalau keluarga teman papanya pasti sudah datang.

Langkahnya terhenti ketika ia melihat orang yang tak asing lagi. Kk Aldo, lirihnya.

"Nindi kok kamu bengong aja disitu, sini kenalan sama teman papa".

Mendengar panggilan papanya dia segera mendekat dan duduk pas didepan Aldo.

"Aldo, ini anak tante namanya Nindi, ayo Nindi kenalan".

"Hai nama gue Nindi". Ucapnya dengan sopan.

"Gue Aldo". Jawab Aldo dengan nada dingin.

Dasar cowo dingin, bisa nggak si bagus dikit kek ama gue. Batin Nindi dongkol.

"Nindi, mendingan kamu ajak Aldo kebelakang cerita-cerita, soalnya papa masih banyak yang mau dibicarain sama papanya Aldo, takutnya nanti kalian bosan lagi".

Mereka berdua kemudian berjalan kebelakang rumah dan duduk disebuah kursi panjang.

Hening tak ada yang bersuara. Mereka hanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Karena Nindi merasa bosan, dia kemudian memberanikan diri untuk memulai pembicaraan.

"Hmm..lo masih marah sama gue"

Hmm...

"Ihh lo tu ya, kalau diajak bicara itu jawab kek apa kek, ini mala gumam nggak jelas". Ya udah, gue ngaku salah. Maafin gue".

"Maaf soal apa?".

"Yaa untuk semua kesalahan gue sama lo, tapi ya meskipun tidak sepenuhnya gue yang salah si".

"Lo tu ya, ikhlas nggak si minta maaf". Balas Aldo sambil tertawa yang membuat Nindi semakin jengkel.

"Malah ketawa, gue itu minta maaf bukan nyuruh lo ketawa kayak orang gila".

Ucapnya dengan nada ketus sambil beranjak pergi, namun langkahnya terhenti karena ada tangan kokoh yang mencengkram lengannya yang seketika membuat jantung Nindi berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.

"Gue maafin, tapi ada syaratnya".

"Maksud lo syarat apaan?" Jawabnya sambil berbalik berhadapan dengan Aldo.

"Lo harus jadi pasar bohongan gue".

"What, lo itu benar-benar gila ya".

Teriak Nindi kaget dengan ucapan Aldo yang menurutnya tidak masuk akal sama sekali.

******

Nindi masih bingung soal Aldo yang tiba-tiba memintanya untuk jadi pacarnya, lebih tepatnya si cuman pacar bohongan. Kejadian tadi malam masih terekam jelas diotaknya.

Sekarang dia berada di sebuah kafe depan sekolahnya. Katanya ada hal penting yang ingin Aldo sampaikan sekalian jelasin maksud dia jadiin gue pacar bohongan.

Kakak Aldo kemana si, katanya pulang sekolah langsung kesini. Gue udah nuggu setengah jam dia belum nongol juga.

Nindi menyandarkan punggunya di kursi karena sudah merasa jenuh dan bosan. Jus alpukat yang ia pesan juga sudah abis.

Kenapa ya kakak Aldo nggak minta gue jadi pacar betulan aja, kenapa harus bohongan. Tanpa sadar seulas senyum tercipta dibibir Nindi.

Apa jangan-jangan gue beneran suka sama kakak Aldo.

"Ap lo suka sama siapa?"

Suara Aldo membangunkan Nindi dari lamunannya.

"Ee.. anu..aku hmm.."

"Kamu ngomong apaan?"

"Kakak Aldo udah datang?" Katanya mengalihkan pembicaraan.

"Ditanya apa jawabnya apa".

Nindi hanya tersenyum kikuk.

"Sebelumnya maaf kalau gue telat datang, tadi ada urusan sedikit diruang osis".

"Ya nggak papa kok kakak". Meskipun tadi gue merasa dongkol si, tapi setelah lihat muka kakak Aldo gue jadi seneng-seneng aja ya. Lanjutnya dalam hati.

"Gue mau besok malam lo temenin gue ke acara pesta ulang tahun teman gue". Katanya tanpa penolakan.

"Ha! Kenapa harus gue si?"

"Kan sekarang lo statusnya jadi pacar bohongan gue, jadi didepan semua orang kita harus pura-pura benar-benar pacaran".

"Tapi..."

"Atau jangan-jangan lo berharap benar-benar jadi pacar gue ya". Goda Aldo kepada Nindi. Karena tadi pas datang dia memang tak sengaja mendengar Nindi yang berharap jadi pacarnya.

"Ihh apaan si kakak, suka nggak jelas de". Katanya sambil memalingkan mukanya karena takut Aldo menyadari kalau sekarang mukanya udah merah kayak kepiting rebus. Tapi ternyata usahanya sia-sia.

"Itu muka kenapa merah kayak tomat gitu". Kata Aldo yang mebuat Nindi salah tingkah.

"Udah ah, iya nanti aku temenin".

AnindiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang