Deretan kata terus mengalir dari sumber suara yang berdiri didepan sana, dosen yang mengajar mata kuliah fokus di jurusan Hubungan Internasional yaitu Analisa Politik Luar Negeri.
Semua yang berada di kelas bungkam dan sibuk memahami juga mencatat point penting yang sedang dijelaskan. Tak terkecuali Prilly, gadis itu mendengarkan dengan seksama dengan tangan yang bergerak mencatat seperti yang dilakukan mahasiswa/i lainnya.
Sudah 135 menit kelas berlangsung, hingga dosen menutup apa yang sedari tadi ia jelaskan. Beberapa mahasiswa/i terlihat meregangkan tangan dan juga pinggang untuk menghilangkan rasa pegal, Prilly pun demikian.
"Etdah Prill, biasa aja kali ini ah tangannya." Gerutu seorang laki-laki yang duduk dekat disamping Prilly sembari menghindari tangan gadis itu. Pasalnya Prilly meregangkan tangannya kesamping tanpa memperdulikan dia yang terganggu oleh ulahnya.
"Ya ampun Oki, ngegas mulu lo kaya Rossi." Balas Prilly sembari menatap tajam kearah laki-laki itu.
"Udah ah gue duluan." Pamit Oki sembari melepas ikat rambut yang mengikat rambut Prilly.
"Ish kebiasaan banget sih." Umpat Prilly menatap punggung Oki yang sidah melawati pintu. Laki-laki itu memang menyebalkan.
Hanya tinggal beberapa orang saja yang masih berdiam diri di kelas, entah itu menyalin point temannya atau merapikan penampilan seperti yang dilakukan gadis itu.
Baru Prilly berjalan sampai pintu matanya menangkap sosok Mei yang seperti mau menghampirinya, dan benar saja gadis dengan mata sipit itu kini sudah berdiri dihadapannya.
"Ayo balik." Ajak Prilly yang berjalan lebih dulu.
"Aduh Prill, sorry ya. Gue mau jalan sama Tama, dan kebetulan dia gak bawa mobil jadi pake mobil gue." Ujar Mei yang langsung membuat wajah Prilly memberengut kesal.
"Mei, lo kok tega sih sama gue? Terus gue balik pake apa?" Ringis Prilly tak karuan, masalahnya mobil gadis itu masih di bengkel sudah 2 hari ini. Dan 2 hari pula Prilly selalu nebeng ikut Mei.
Kalau Mei sekarang mau jalan, Prilly pulang harus pakai apa?
"Atau lo ikut gue jalan aja sama Tama, gimana?" Tawar Mei antusias.
Prilly mendelik tajam kearahnya, "Terus gua harus liatin kalian pacaran gitu? Ish, udah sana lo pergi. Gua make taksi aja." Usir Prilly pura-pura marah.
"Jangan gitu dong. Mending lo suruh Ali jemput aja." Mei memberikan ide yang membuat Prilly menarik nafasnya keras.
"Lo gimana sih! Ali kan sekolah, belum balik dia. Udah mending sekarang lo pergi aja, gue mah gampang."
Mei menatap sahabatnya ragu, tega sekali dia jika harus pergi meninggalkn Prilly sendiri tanpa kendaraan.
"Kebanyakan mikir lo! Udah gapapa, tuh Tama udah nyamperin." Ucap Prilly sembari menunjuk Tama dengan dagunya yang berjalan kearah mereka.
"Gue balik ya, dahhh." Pamit Prilly melambaikan tangannya seraya berjalan meninggalkan pasangan kekasih itu.
*
Gadis itu tak melakukan apa yang tadi ia katakan pada sahabatnya, buktinya Prilly masih berada di area kampus.
Kantin menjadi pilihannya, perutnya lapar sekali. Terakhir Prilly makan tadi pagi saat sarapan, itupun hanya setangkup roti dan susu.
Prilly sungguh membenci situasi saat ia sendirian seperti ini, macam tak punya teman saja. Padahal, kalo dikumpulkan temannya pun tak cukup banyak. Lalu kalau begitu sama saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Yay & Nay
FanfictionJust Yay & Nay. "Ali yang diem aja udah bisa bikin gue nyaman, gak kebayang dong kalo dia kayak cowok kebanyakan." Started: #March 13th 2017