Monday

486 28 3
                                    


Aku bangun dengan semangat berlebihan pagi ini. Rok kodok lucu yang kupesan seminggu lalu akhirnya tiba. Jadi mungkin terlalu senang, aku malah terlambat.

Asrama memang tak begitu jauh dari gedung perkuliahan tapi tetap bukan hal mudah untuk berlari. Dengan semua hal yang berusaha kupasang dibadan sambil pergi, aku tak mengikat tali sepatu.

Hujan deras yang turun semalam membuat jalanan masih digenang air. Aku melompat-lompat di trotoar berusaha berjalan cepat menghindari air. Masalahnya, aku kadang tak seberuntung itu. Dipersimpangan, aku terjatuh karena terinjak tali sepatu sendiri

Posisi OTL sempurna. Lututku perih, telapak tanganku perih tapi yang paling kudengar adalah tawa yang tiba-tiba meledak. Mengangkat kepala, aku terjatuh didepan sekumpulan geng popular kampus. Ini membuatku menundukkan kepala sambil berdiri.

Memunggut tasku dan berniat pergi secepat mungkin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Memunggut tasku dan berniat pergi secepat mungkin. Masalahnya, mereka jelas menyukai hiburan yang kuberikan. Salah seorang dari mereka turun demi menggodaku. Seorang cowok gendut dengan tawa yang menyebalkan.

"ya ampuun... adek kecil. Kaki elo baik-baik aja?" dia mengahadangku dan aku berlompat lincah berniat melintasinya. Tapi dia malah menangkap tasku. Tenaganya cukup besar membuatku tertarik.

Aku menarik tasku tapi dia bertahan. Dia ingin melihat mukaku yang tersembunyi dibalik rambut ikal lebat yang tak sempat kuikat, kacamata besar dan topi yang kupakai. Ini tiba-tiba membuatku bersyukur sudah terlambat dan tak sempat berdandan.

Dengan cekatan, aku menangkap tangannya, menariknya kearahku. Tak menyangka aku punya tenaga lebih, dia kaget. Hampir jatuh tapi disaat aku melintasinya, dia malah menangkap bahuku. Kali ini aku menginjak kakinya. Dia tertunduk, aku menyikutnya.

Terdengar decak kagum dari belakangku.

Perlawananku jelas tak masuk dalam perkiraan sekarang cowok gendut itu marah. Dia mengejarku dan aku langsung mempercepat langkah. Beberapa saat kami berputar. Beberapa kali aku mengecohnya disaat dia hampir menangkapku. Dia cepat untuk ukuran cowok gendut dan aku terkenal lincah. Namun, dia malang saat berbelok. Tergelincir dan jatuh.

Meski lincah, aku terkenal ceroboh.

Aku tertawa sambil mundur, sebelum menyadari kalau aku menabrak. Kaget, aku malah tergelincir. Jadi aku menarik orang yang dibelakangku. Dia jatuh dan aku berhasil tetap berdiri. Hampir saja. Berniat kabur, dia menangkap tanganku.

Tak menoleh, aku menarik tanganku. Tapi dia lebih kuat dan aku ikut terjatuh disebelahnya. Momentum membuat muka kami bertabrakan dan aku mencium pipinya. Sama-sama kaget. Kami menjauh.

Dia salah satu teman dari cowok gendut tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia salah satu teman dari cowok gendut tadi. Reflek, aku langsung menangkap rambutku yang berkeliaran untuk menutupi muka. Mendapati dia yang melotot sambil memegang sebelah pipinya yang bisa kulihat punya jejak lipstick-ku.

"lo siapa?" dia menarik tanganku. Aku tak bergeming.

Aku melihat kesampingnya dan berteriak, "selamat pagi pak dekan."

Dia menoleh dan aku meloncat kabur.

***

Aku cukup yakin pertemuan itu hanya pertemuan kecil yang tak patut dibesar-besarkan tapi nyatanya, mereka mencariku.

"lo yakin? Mereka gak kelihatan kayak orang yang bakal punya keperluan sama elo." Menurunkan buku besar yang kupakai untuk menutupi muka aku memandang kesal pada Nathan. Dia cowok tinggi menjulang dan aku si pendek. Kami terkenal karena kesenjangan itu sejak awal kuliah. Berasal dari sekolah yang sama kami Cuma akhirnya menjadi teman tanpa memilih.

 Berasal dari sekolah yang sama kami Cuma akhirnya menjadi teman tanpa memilih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sumpah. Aku tak menginginkannya sebagai teman. Terjadi begitu saja lalu terlalu terlambat untuk memilih teman yang lain.

"maksud lo?" aku tersinggung. Dia bilang, aku dan pengejarku jelas bukan satu kasta. Saat aku bilang kasta ku memang lebih tinggi dia menggeplak kepalaku.

"tapi kalau Cuma nabrak, buat apa mereka pake cari lo segala?" dia memandangku curiga. Aku angkat bahu. "pasti gak sekedar nabrak. Lo ngapain?"

Aku angkat bahu sambil berjalan. Dia menarik topi jaket yang kupakai. Memintaku mengaku. Aku ngotot tetap jalan sambil menyeretnya bersamaku. Masa bodoh. Ini bukan jaketku.

Ya, aku berhasil bersembunyi dengan memakai hoody besar punya Nathan. Kemudian berdandan rapi. Menjalin rambutku dengan unyu, melepas topi dan kacamata. Aku cukup berbeda dengan pagi tadi.

"lo nabrak atau nyolong?"

"Nathan!" aku menyikutnya.

"terus kenapa lo kabur kalau gak salah?"Aku buka mulut tapi menutupnya lagi. Ini membuatnya semakin curiga. "cerita." Perintahnya.

Menepis tangannya dari jaket, aku berjalan lebih cepat kemudian aku mendengarnya berteriak memanggil sekumpulan cowok yang tadinya kami hindari. Aku menangkap lehernya dan menutup mulutnya. Dia menarik tanganku dan kembali bertanya, aku menggeleng, dia kembali berteriak.

Nathan sialan.

"itu bukan? Roknya sama." Entah siapa diantara mereka yang mengatakannya. Aku melempar muka Nathan dengan buku yang kupegang sebelum lari. Dia tertawa dibelakangku dan aku secepat mungkin kabur tanpa menengok kebelakang.

Mau apa mereka mencariku?

Dengan horror aku menghabiskan sepanjang hari dengan sibuk menengok kiri kanan. Sumpah, aku tak mengerti kenapa aku harus lari. Hanya saja naluriku mengatakan aku harus lari.

Tenagaku terkuras habis saat kembali ke asrama. Begitu tiba, aku Cuma langsung melempar badan ke kasur dan berharap besok pagi mereka sudah melupakanku.

***

One Week Love 1 (completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang