Prolog

341 33 0
                                    

Pecah. Semuanya pecah. Hidupku, perasaanku dan otaku. Hingga bumi yang harusnya dipenuhi oleh kedamaian pun akan segera pecah.

Menutup telinga tidak akan cukup bagiku untuk menghentikan semua teriakan yang berada di sekitarku. Hingga aku tidak bisa mendengar suara ku sendiri.

"Hentikan" Hanya kata itu saja yang bisa keluar dari mulutku. Meski mereka tidak akan mendengar kataku atau lebih tepatnya bisikanku.

Semua bagian tubuhku lemas seperti tiada tulang didalam tubuhku yang mampu menopangku. Setiap kucoba berdiri, rasanya seperti lantai ini menarik ku kembali.

Lemah. Itulah keadaanku sekarang.

Sangat tragis. Aku hanyalah seorang Remaja SMP yang mengingini hidup yang bahagia seperti remaja-remaja pada umumunya. Tapi apa yang bisa kulakukan jika takdir membawa ku kepada Keluarga yang hancur.

Benar kata mereka, kita tidak dapat menolak takdir. Sebesar apapun usahamu, tetap saja akhirnya akan begitu.

"Siapa lelaki itu?" Tanyanya sambil berteriak.

"Memangnya kenapa?! Dia lebih kaya darimu! Aku tidak mau mempunyai suami miskin sepertimu!" Balasnya juga tidak mau kalah.

Cukup. Ini sangatlah berat bagiku. Air mata ini rasanya sudah habis. Mataku terasa kering bahkan aku tidak bisa menutup mataku.

Aku paksa kakiku untuk berdiri. Sudah berpuluh-puluh kali rasanya aku mencoba hingga aku dapat berdiri dengan tegak.

Kulangkahkan kakiku menuju sebuah pintu yang akan membawaku pergi dari semua kekacauan ini.

Dengan sekuat tenaga, aku raih gagang pintu itu dan dengan paksa ku buka pintu itu.

Dapat kulihat kegelapan dengan sedikit lampu jalanan yang masih menyala. Aku buang nafasku lega karena aku masih bisa merasakan kesunyian yang aku tunggu-tunggu.

Udara dingin menerpaku sehingga aku merasa kedinginan. Aku membiarkan kakiku membawa ku kemanapun. Dengan air mata yang masih mengalir deras dipipiku, aku tetap berjalan dengan goyah.

Setelah sekitar 30 menit aku berjalan tanpa tujuan, aku melihat sebuah kursi jalanan berwarna putih cerah. Aku memutuskan untuk duduk.

"Ah, jadi ini rasanya duduk di kursi" Ucapku sambil tertawa kecil.

Dan tanpa sepengetahuanku, air mata ini mengeluarkan airnya kembali.

Aku tenggelam dalam kesedihan dan rasa kekecewaan yang sangat dalam. Apa yang sudah kulakukan hingga Tuhan menghukum ku begini.

"Kalau begini ceritanya, bagaimana aku bisa hidup?"

"Apakah aku tidak akan merasakan kebahagiaanku?"

Aku terus menangis dan menangis tanpa henti. Aku sudah bisa merasakan bahwa mata ku sudah sembab. Aku pasti terlihat seperti katak.

"Aku bahkan tidak tahu aku harus kemana habis ini" Ucapku pada diriku sendiri.

Aku terus menyalahkan diriku sendiri karena aku merasa bersalah harus lahir kedalam dunia ini. Keberadaanku hanyalah sebuah kesialan yang merugikan sekelilingku.

Andai aku bisa hilang dari bumi ini, maka tanpa pikir panjang aku akan langsung melakukanya.

I'm useless

Tak terasa udara malam terasa semakin dingin dan mata ku yang semakin berat ini menyebabkan aku making merasakan ngantuk.

Tanpa sadar, aku tertidur semalaman.

Cahaya terik memasuki mataku membuatku membuka mataku dan melihat bahwa hari sudah berganti.

Aku mengusap mataku berkali-kali sambil menguap dengan besar. Aku sungguh menikmati pemandangan pagi di komplek rumahku.

Tetapi, Langit yang sangat cerah, burung-burung yang berkicauan, dedaunan yang berwarna hijau tidak bisa membuat aku lupa akan kejadian semalam.

Kegelapan dalam diriku mengalahkan indahnya pagi hari ini. Dan lagi-lagi air mata ku jatuh tanpa sadar.

"Apakah aku harus mengakhiri hidupku saja?" Kataku.

Dengan air mata yang terus mengalir, aku melihat sekelilingku dan menemukan orang-orang yang sedang menatapku aneh.

Memang terlihat aneh, seorang remaja SMP yang menangis di tengah teriknya matahari.

Pandanganku beralih kepada seorang lelaki yang kira-kira seumuran denganku sedang berjalan kearahku.

Dan sejak itu, hidupku mulai berubah.

Mark Tuan, Why? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang