sepenggal kisah perkenalan

834 16 1
                                    


Angin dimusim kemarau masih saja bertiup menerbangkan daun-daun kering dan pasir yang mungkin dapat masuk ke mata. Aku berdiri di atap sekolah menikmati desiran angin yang membuat ujung kerudung putihku menari-nari, terkadang aku harus memejamkan mata ketika angin berhembus kencang. Dari atas sini aku bisa melihat seseorang yang sudah beberapa bulan ini mengisi hatiku.

Ia mengisi hatiku! Tapi bukan berarti ia miliku, bukan berarti pula aku miliknya. Ia hanya selalu muncul dihadapanku, melayang layang diotak dan pikiranku.

Tentang perasaan ini hanya aku dan Tuhanku yang tau. Tak ku ceritakan semua apa yang ku rasakan pada siapapun termasuk sahabat dekat sekalipun.

Perasaan ini bukan berawal dari pertemuan yang indah hingga menanamkan benih benih cinta. Tetapi perasaan ini muncul ketika rasa bencin yang pernah datang dihatiku, rasa benci ini tak membuatku berubah mencintainya seperti apa yang ditulis dalam novel-novel yang pernah aku baca. Tetapi perasaan ini berawal dari rasa penasaran.  Ya!  Aku sempat penasaran akan sosok yang ketika itu selalu sibuk dengan laptop applenya, hingga pada suatu hari rasa benci mulai merasuki hati dan pada akhirnya bermetamorfosis menjadi sebuah perasaan dimana aku akan bahagia hanya dengan menatapnya.

"adisya!". Seseorang meneriaki namaku dari belakang.

"eh,  ada apa? ". Aku melihat Hesty datang menghampiri.

" kok gak ikut olahraga? ". Tanya Hesty.

" nggak ah males"

"males? Atau kaki kamu masih sakit karna terkilir kemaren? "

"kamu tau aja!  Cocok kalau jadi peramal". Candaku

" ck,  kamu ya. Kalo tadi pa Bondan masuk baru tau rasa loh"

" emangnya pa Bondan izin ke mana? Tumben gak masuk?"

"katanya sih ada rapat di dinas penididikan". Ujarnya yang hanya kubalas dengan anggukan.

"ngomong ngomong, kamu ada hubungan apa sama Arsya? ". Aku yang sedari tadi hanya melihat ke bawah kini mengangkat kepala. Apa tujuan dia bertanya seperti ini?

Aku menatap Hesty. Sedangkan dia terlihat tegang seperti sangat menunggu jawaban dariku.

Aku masih nenatapnya mencoba membaca apa yang ada didalam pikirannya. Dan,  aaahh...  Aku tahu!  Dia sudah lama mengagumi Arsya, ia ingin dekat dengan Arsya seperti aku dekat dengannya namun selama ini Arsya cukup acuh padanya.

"kamu ke sini cuma mau nanyain itu?". Tanyaku. Entah mengapa, ada perasaan tidak suka ketika aku mengetahui perasaannya pada Arsya.

" eeh nggak kok. Gak ada maksud buat ngepoin kamu". Ujarnya berusaha terlihat setenang mungkin.

" aku sama Arsya gak ada hubungan apapun". Tandasku akhirnya.

" kalian kenapa bisa sedekat itu? ". Tanyanya lagi. Aah, aku mulai risih ketika harus berhadapan dengan irang seperti ini.

" nggak tau"

" setau aku Arsya itu orangnya masa bodoh sama lingkunhmgan sekitar,  egois, acuh, dan kadang dingin". Mencoba menghasutku atau sekedar berbagi cerita?

" yah mungkin seperti itu". Jawabku sekenanya.

" pertama deket sama dia gimana? ". Tanyanya lagi.

" nggak inget". Sadar jika aku terus menjawab sekenanya dia pun pamit. Setelah itu aku hanya melihat punggung Hesty yang semakin jauh.

Pertama dekat dengannya? Pertanyaan itu seketika menarik perhatianku. Pertama dekat dengannya... Jika diingat ingat, saat itu hari pertama masuk sekolah.  Hari yang paling menyebalkan,  dimana aku harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Setelah masa orientasi selesai, aku harus dihadapkan dengan masalah baru. Adaptasi! Yah!  Hal yang cukup sulit aku lakukan karna aku bukan tipikal orang yang dengan mudahnya berbaur dengan orang baru. Saat itu, aku sengaja datang pagi agar bisa duduk di bangku paling depan.  Aku menaiki anak tangga untuk datang ke kelasku. Koridor sekolah masih sepi,  kelaskupun masih kosong.  Aku orang pertama yang memasuki kelas ini. Aku memilih bangku paling depan. Duduk disana sambil membaca novel. Selang beberapa menit,  kegiatanku terganggu dengan suara yang ditujukan untukku.

" eh!  Kamu ngapain duduk di situ?  Itu tempat gue! ". Seorang cowok berperawakan tinggi dan berkulit putih itu mengahampiriku, nada bicaranya sedikit tinggi dan raut mukanya terlihat begitu kesal. Matanya mendelik ke arahku.

Aku yang tidak pernah diperlakukan seperti ini kontan saja tercengang. Aku merasa telah menjadi pengganggu ketenangan orang lain.

"masih diem aja!  Pindah buruan! ". Ujarnya lagi.

"tapi ini tempat umum! ". Belaku

" kemaren meja ini udah gue tempati,  jadi sekarang lo pindah". Titahnya.

"nggak! enak aja. Kemaren ya kemaren, sekarang ya sekarang! Apa hubungannya! ".

" ck,  keras kepala juga ya! Minggir! ". Ucapnya berjalan ke belakang ku dan

"eh... Yaaaaaaaaaaaaaa!!!!!! ". Aku berteriak kencang ketika aku merasa kursi yang ku duduki ditarik mundur.

" udah dibilang minggir juga! ". Ucapnya. Ia menggeser kursi kosong untuk menempati tempatku sebelumnya.

" kamu ya!!! Kalo tadi aku jatuh gimana? Mau tanggung jawab". Cecarku,  yah siapa yang tidak kesal diperlakukan seperti ini.

Lelaki itu tak menghiraukan ucapanku,  ia mulai sibuk dengan buku yang ia keluarkan.

" kamu tuh... "

"sana pergi". Dia memotong ucapanku nada bicaranya sangat dingin. Sontak aku melempar novel yang tadi ku baca.

"ck, pergi atau aku seret kaya tadi? " ancamnya.

Aku memutuskan untuk mengalah. Mencari tempat yang kosong ku tempati.

Dari sana lah aku membencinya, semakin hari semakin aku membencinya. Sikapnya kasar, perintahnya tak terbantah, egois,  dingin, menyebalkan. Tak dapat ku bantah bahwa aku penasaran akan sikapnya.  Dia tertalu acuh dan jarang mengobrol dengan yang lain.

Seiring berjalannya waktu, entah mengapa ia mulai berubah. Meski sikap acuh dan cuek masih setia melekat pada dirinya, namun dia mulai bisa berbaur, mulai akrab dan bercerita dengan yang lain. Begitupun denganku, dia sering bercerita mengenai hobinya, hal yang ia benci dan terkadang dia bercerita mengenai negara yang ingin ia kunjungi.

Seiring berjalannya waktu,  aku mulai dekat denganya. Aku mulai tahu sifat aslinya. Ia orang yang baik,  sopan, juga perhatian hanya saja cara dia memperhatikan sekitar berbeda dengan orang pada umumnya. Ia sangat terbuka denganku begitu pun aku. Terkadang ia yang menolongku,dan aku merasa 'kecanduan' untuk selalu bercerita padanya dan menjadi pendengar yang baik untuknya. Semakin aku dekat dengannya, rasa penasaranku semakin besar. Namun,  aku tak bisa mengungkapkan rasa penasranku ini semakin besar.

Banyak orang yang mempertanyakan kedekatan kami, pacaran kah?  Atau hubungan tanpa status?  Itu yang sering ku dengar. Banyak juga yang mengatakan bahwa dia akan sangat perhatian padaku tapi tidak pada orang lain. Ia akan menjaga jarak dengan lawan jenis, tetapi tidak denganku.  Dia tak pernah sukan atau ragu untuk mengobrol denganku.

Pendapat pendapat orang mengenai kedekatan aku dengannya tak membuat aku merasa bahwa ia mencintaiku juga. Ini hanyalah pertemanan dua orang yang mengetahui kelebihan dan kekurangan masing masing.

Janji Cinta DarimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang