2 bulan kemudian..
Aku tengah berada di dapur, mencoba memasak Rendang. Cukup sulit, karena membutuhkan tenaga extra dalam mengaduk santan agar tidak pecah. Jujur saja, aku ingin membeli rendang yang sudah matang di restoran Padang, tapi suamiku itu bersikeras meminta agar aku sendiri yang memasaknya.
Rizal menatapku intens dari arah ruang tengah, tatapannya agak lain pagi ini. Antara geli, campur kasihan dan kagum. Aneh. Rizal mendekatiku perlahan. Mengecup bahuku sambil memelukku dari belakang.
"Maaf membuatmu repot, sayang," gumamnya lembut, tersenyum lalu mengecup pipi kananku.
Aku mendesah perlahan. Mencoba melepaskan pelukannya.
"Coba kamu bantu aku mengaduk masakan ini. Aku mau duduk sebentar," kataku sembari meraih kursi terdekat lalu duduk.
Rizal menyeringai menatapku membasuh peluh. Aku sengaja mengalihkan perhatianku padanya, aku ingin ia merasakan lelahnya mengolah masakan yang termasuk rumit dan butuh waktu agak lama.
Rizal mulai mengaduk-aduk daging yang sudah kuberi santan kental. Ternyata suamiku itu patuh pada arahan demi arahan yang aku sampaikan padanya.
Sebuah senyum terbit di wajahnya yang tampan. Beberapa minggu ini Rizal bertingkah manja padaku. Jika aku meninggalkannya ke dapur, ia akan segera berteriak mencariku. Begitu pula saat aku berada di kamar mandi. Sungguh merepotkan.
Saat weekend kami sering jalan-jalan di taman komplek, mampir ke rumah orangtuaku hingga sore hari. Setibanya di rumah kami, Rizal akan bergelung manja padaku saat kami nonton TV atau sedang membaca majalah dan novel di kamar tidur.
Kami tak pernah lama membaca apapun itu, justru kami akan saling bercumbu dan menenangkan gairah yang mulai muncul.
Pribadinya yang hangat, humoris dan peka membuatku mulai mencintainya. Aku tahu dia menyayangiku. Dan hatiku menghangat saat ia mengutarakannya.
Rizal melirikku, tanda aku harus menghampirinya. Perlahan aku mendekatinya. Aku mengarahkannya untuk menyicipi masakan kami.
Ia menyeringai sambil menaikkan kedua alisnya, Rizal memberikan 2 jempol ke arahku. Dengan bibir mencebik, aku memberinya kain lap untuknya agar ia mengangkat dan menaruh Rendang itu ke dalam wadah.
Aku memperhatikannya menaruh sebagian Rendang ke dalam tupperware dengan tutup sedikit terbuka.
"Mau dikirim kemana, Mas," tanyaku sembari merapihkan dapur.
"Aku mau kirim untuk Agus dan Rio, boleh ya?" ucapnya sambil memamerkan barisan giginya yang tersusun rapih. Aku mengangguk pelan.
Aku menyiapkan peralatan makan dan menata meja.
"Mari makan!!" seru Rizal melucu.
Aku tersenyum padanya sambil menempatkan nasi dan lauk untuknya.
"Terima kasih, sayang," gumamnya
"Sama-sama,"
Kami mulai makan dengan nikmat, sesekali ia memulai melancarkan jokes tentang bagaimana ia harus bersikap formal memimpin meeting di kantor ketika ada salah satu staff mulai mengganggu presentasinya.
"Ya mbok ngomong sama aku kalau dia sedang diare. Aku kan nggak galak-galak amat. Mondar mandir di depan infocus dan standing chart, aku kan jadi nggak konsen," keluhnya sambil memajukan bibirnya lucu-lucuan.
Aku tergelak sambil meraih gelas air putih.
"Aku bilang sama Dia, 'kalau sekali lagi kamu melintas di depan Saya, Saya iket kamu di toilet'. Eh kenapa satu ruangan tertawa semua? aku kan lagi nggak melucu," tuturnya yang membuatku mengulum senyum.