Part 3 -Faithfully Yours-

20.1K 1.1K 28
                                    

Kurasakan remasan dan belaian lembut di pinggangku, hembusan nafas hangat menyapu tengkukku yang terbuka. Piamaku sudah tersingkap hingga dada.

Jari-jari lincah Rizal menjelajahi tubuhku ringan. Tergelitik dan sebuah erangan lolos dari mulutku. Rizal menyerang leherku dengan buas. Ciumannya berubah agresif. Sesaat aku sudah terlentang dan menikmati sambutan gairah pagi kami.

Rizal membelai pipiku sambil beranjak turun dari ranjang. Ia mengenakan celana boxernya pelan sambil menunduk mencium bibirku.

"Aku mandi duluan ya, Dee,"

Aku hanya mengangguk dan beranjak turun dan mengenakan piamaku.

"Aku buatin sarapan ya Mas," teriakku dari depan pintu kamar mandi.

"Oke." Jawabnya sambil teriak tersaingi bunyi shower.

Aku menyiapkan roti bakar dan scramble egg, lalu memasuki kamar kami. Kulihat Rizal sudah mengenakan celana hitam bahan dan T-shirt putih polos.

"Sarapannya sudah siap Mas, aku mandi ya," kataku yang dibalas dengan dehamannya.

Usai berpakaian, kulihat Rizal tengah menyiapkan coffee latte. Aku menghampirinya, memeluknya dari belakang dan mencium punggung lebarnya.

Ia tersenyum sambil mencium pipiku. Kami sarapan dengan tenang. Sesekali Rizal melirikku sambil menyeringai.

"Kenapa sih, Mas," tanyaku risih

"Nggak apa-apa Dee, aku cuma takut aja.." ucapnya sambil tersenyum misterius.

"Takut apa?" Aku semakin penasaran oleh tingkah anehnya.

"Takut kalau kamu bakalan kangen berat sama aku," jawabnya sambil terkikik menatapku memutar kedua bola mataku.

"Emangnya Mas mau pergi berapa bulan sih?" Tanyaku sewot.

"Emangnya kamu rela kalau aku tinggal berbulan-bulan?" Tanyanya menggoda, aku cuma bisa melotot.

Perlahan aku bangkit dan menuju kamar kami mengambil tas kerjaku dan koper Rizal. Suamiku yang tampan itu tengah merapihkan meja makan dan menaruh piring kotor di dapur. Aku membantunya mencuci piring.

"Mas, nanti aku ikut anter ke bandara boleh?" Tanyaku hati-hati, mengingat telepon Dina semalam. Ia melirikku sekilas lalu merangkul bahuku.

"Ya boleh dong, emang kamu boleh izin keluar?"

"Aku usahakan pasti bisa," Aku mencoba menekan rasa cemburu yang mulai bergemuruh di dada.

Ia memelukku erat dan mencium keningku pelan.

"Berangkat yuk, nanti kamu kesiangan," ajaknya sambil meraih koper dan menggandengku menuju parkiran mobil.

"Pesawatku jam 11.45 lho, Dee. Kamu bisa izin kan?" Aku hanya mengangguk mantap.

Rizal mengemudi dengan kecepatan sedang membelah jalanan ibukota yang masih lengang.

"Nanti aku tunggu di lobby kantormu jam 10 ya Mas," ucapku sambil meraih tangan Rizal dan mencium punggung tangannya.

Rizal hanya mengangguk sambil mengecup keningku pelan. Kemudian kami berpisah lift, Rizal berada di lantai 22 sementara kantorku berada di lantai 6. Aku menantikan saat-saat di pertengahan hari nanti dengan penuh antisipasi.

Aku dan Dina harus berbicara. Dan itu harus dilakukan dengan segera. Memaksanya menyadari posisiku sebagai istri Rizal. Aku posesif? Tentu saja. Siapa yang tidak. She started ruined our relationship. And i will stop her action immediately.

***


Aku bernafas lega. Setelah keluar dari ruangan HR Manager, akhirnya aku mendapatkan izin untuk bekerja setengah hari untuk mengantar Rizal ke bandara.

My Beloved HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang