Hasil dari sebuah kesabaran memang tidak selamanya indah, tapi aku beruntung bisa merasakan nikmat dari kesabaranku selama ini..
**
Air matanya terjatuh begitu kalimat sakral itu terucap dari bibir seorang pria yang sedang berjabat tangan dengan Ayahnya. Ia memegang dadanya, merasakan sesuatu meletup-letup di dalam sana. Rasa gugup kembali menyerangnya, saat gorden di depannya terbuka. Ibunya berdiri disana dengan senyuman hangat yang membuat hatinya terasa lebih tenang, mengulurkan tangannya untuk mengantarnya kepada suaminya.
Ah, suami. Rasanya begitu bahagia bisa menyebut kata itu.
Langkah demi langkah, akhirnya dia tiba di hadapan pria itu. Lalu duduk disampingnya dengan status suami-istri.
Namanya Regina Dwinaya.. Merasa sebagai perempuan paling bahagia pada hari itu.
***
FLASHBACK
5 tahun yang lalu..
"Re, mau ikut beli nasi gak?"
Regina yang sedang berkutat dengan laptopnya menoleh ke arah pintu kamar kosnya. Disana ada Mbak Friska, tetangga sebelah kosnya.
"Nitip aja boleh gak Mbak? Tugas numpuk." keluh Regina. Sebagai mahasiswa baru, tentu ia merasa terbebani dengan tugas-tugas yang mulai menumpuk.
"Yah aku sendirian dong perginya. Ayolah Re, sebentar aja."
"Yo wis, aku pake jilbab dulu." putus Regina. Tidak tega melihat wajah memelas Mbak Friska jika harus pergi sendiri.
Karena tempat jualan nasi di sekitar kos mereka banyak, mereka hanya perlu jalan kaki untuk mengenyangkan perut. Regina mengajak Mbak Friska belanja di tempat langgannya. Memang, selama ini Mbak Friska jarang membeli nasi karena sering memasak. Beda dengan Regina, baru jalan dua bulan ngekos, ia lebih sering membeli nasi daripada memasak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Project
Short Storykumpulan shortstory menenai perjalanan menuju pernikahan.