MAAF

26 8 2
                                    

 YANG BENAR MENCINTAI AKAN MEMILIH UNTUK MEMPERBAIKI DARI PADA MEMINTA MAAF BERULANG KALI.

   Aku sekarang hanya bisa memperhati kan dia dari kejauhan. Dulu kita sedekat nadi, namun sekarang sejauh antara langit dan bumi. Dia adalah objek nyata yang bisa kulihat setiap hari, tapi tak dapat ku genggam. Semakin ingin ku genggam, semakin ia pergi menjauh. Ada rasa sesal di dalam hati ini jika ku ingat masa itu. Masa dimana aku melakukan hal paling bodoh dalam hidup. Tapi sekarang, untuk menyesal pun tak ada gunanya. Tak akan memgembalikan keadaan seperti semula.

   Dia Nara Senja. Perempuan cantik, apa adanya, pemberani, mandiri, dan penuh kasih sayang. Putri tunggal dari bapak Suryo dan ibu Intan. Walaupun ia anak tunggal tapi sifat nya sama sekali tidak manja. Dia sangat dekat denganku. Perhatiannya padaku pun melebihi perhatian orang tuaku. Ya, kita memang sudah berteman sejak menginjak bangku sekolah dasar.

   Suatu hari, entah aku atau dia yang sudah merusak persahabatan ini. Dia memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya padaku. Mungkin bagi sebagian perempuan, hal itu tak wajar. Tapi baginya tak ada salahnya perempuan menyatakan perasaan nya lebih dulu, karna jika hati sudah berkata maka apapun bisa saja terjadi. Namun dengan bodohnya, tanpa berpikir panjang lebar terlebih dahulu aku langsung pergi meninggalkannya tanpa berkata apapun. Dulu aku tak punya rasa apa apa terhadapnya. Aku menganggapnya hanya sekedar sahabat saja dan tak lebih. Jahat memang. Dan lebih jahatnya lagi, aku menjalin hubungan dengan seorang sahabat dekatnya sendiri yaitu Difa. Tapi hubunganku tak berjalan lama. Aku memutuskan untuk mengakhiri hubunganku dengan Difa, karna ternyata dia hanya memanfaatkan ku saja.

   Bodoh. Kata itu yang selamanya tepat untuk diriku. Rasa sesal masih menghantui hati dan pikiranku. Kini hanya sesal yang aku terima. Sementara rinduku terhadapnya pun tak dapat terobati.

   "Hei Lan" seseorang menepuk bahu ku dengan pelan. Menyadarkan ku dari lamunan yang menyedihkan. Aku menoleh, kulihat sudah ada Yuda di sampingku.

   "Oh kau Yud. Kenapa?" tanyaku padanya, kini ia sudah duduk di sampingku.

   "Kau yang kenapa? masih memikirkan dia?" Yuda bertanya balik padaku.

   Aku hanya menggeleng pelan. Kemudian tersenyum kecil padanya. "tidak. ku hanya sedang memikirkan, kalau karma ternyata memang ada."

   "Kau itu lelaki. menyesal bukanlah jalan keluar. lari juga bukan hal terbaik. Sebaiknya kau selesaikan masalah ini dengan pikiran dingin." sedetik kemudian dia bangkit dari tempat duduk nya, lalu pergi meninggalkan ku disana sendirian. Yuda tahu betul bahwa aku butuh waktu untuk berpikir.

   Ucapan Yuda masih saja terlintas jelas di kepalaku. 'selesaikan masalah ini dengan pikiran dingin' bagaimana cara agar aku bisa melakukan nya? Nara saja sepertinya masih menyimpan dendam terhadapku.

   Ya, sejak saat itu hubungan persahabatanku dengan Nara mulai renggang. Bahkan mungkin menurutnya sudah berakhir. Tak ada lagi kebersamaan manis, tak ada lagi wajah wajah ceria yang menghiasi hari hariku, dan tak pernah ku dengar lagi suaranya yang cempreng itu. Semuanya seakan telah berbalik 180 derajat.

   Aku berdiri tegap, berpijak pada atap bangunan bersemen keras ini. Ku rentangkan tanganku selebar mungkin. Merasakan terpaan angin yang cukup kencang di atas rooftop ini. Hanya tempat ini yang bisa membuatku merasa sedikit lebih tenang dan berpikir jernih untuk tetap menjalani hidup.
"Mungkin aku tak sama tinggi dengan ingin mu. Tapi untuk mu, aku akan berjuang. Dan di setiap do'a ku selalu ada dirimu." batinku yang masih saja terselip di dalam dasar hati. Aku ingin mengungkapkan padanya. Namun hati dan mulut tak pernah sejalan untuk melakukan nya.

   "Oh maaf.. saya kira tak ada orang." aku terdiam seketika. Suara itu... suara yang sangat ingin ku dengar akhir akhir ini. Suara yang menghilang 2 tahun belakangan ini. Tapi rasanya aku masih tak percaya akan kehadirannya saat ini. Karna sejak saat itu, Nara memutuskan untuk ikut dengan keluarganya untuk pindah dari kota ini. "Sebaiknya saya pergi saja." ucapnya lagi. terdengar juga suara langkah kaki menjauh dariku. mendengar ucapan itu, aku langsung membalikan badanku menghadap ke arah sosok yang baru saja berbicara beberapa detik lalu.

   "Nara..." ku panggil namanya dengan ragu. tapi aku yakin sekali kalau itu nara. tubuhku bergetar, jari jari tanganku meremas celana sekolah yang aku kenakan. dia berhenti di tempat. tapi tanpa menoleh kearah ku sedikit pun.

   "Ya." jawabnya singkat, matanya masih tetap saja memandang lurus kearah depan.

   "Maaf." hanya kata itu yang dapat keluar dari mulutku secara refleks bahkan mungkin, itu terucap saat pikiran ku sedang tak sadar.

   Dia akhirnya menoleh kearahku, kemudian langkahnya mendekat ke tempat dimana aku berdiri saat ini. aku yang sadar akan hal itu, langsung memundurkan langkah kaki ku hingga sudah membentur teras rooftop.

   "Bukankah penyesalan memang datang di akhir kan? segala sesuatu yang kita lakukan itu butuh proses. sama halnya dengan saya. saya butuh proses untuk menyaring dan memaafkan setiap peristiwa yang masuk dalam kehidupan saya. Dan akhirnya sekarang saya menemukan seseorang (lagi)." serasa dadaku sesak. aku tak tahu apa yang di maksud oleh Nara. udara di sekitarku seakan terasa panas, padahal angin semilir berhembus disini. ku tunggu sampai nara menyelesaikan ucapannya. "saya memaafkan kamu. jangan di ungkit lagi yang dulu." tangannya berulur mengusap bahuku dengan lembut. sesaat kemudian nara melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu. dari jauh aku hanya bisa memandanginya yang mulai berjalan menjauh hingga hilang menuruni anak tangga.

   Aku masih terdiam. entah karna senang atau merasa aneh. setelah nara pergi menjauh dariku, aku mulai merasakan ada sesuatu yang hilang, ada sesuatu yang kurang di hidupku. dan saat itu aku baru sadar, bahwa aku juga memiliki perasaan yang sama seperti nara. hanya saja aku yang terlambat menyadarinya. tapi sekarang, setidaknya hubunganku dan Nara sudah mulai membaik.

                        📌📌📌

   Hari ini hujan turun lebih lama. udara dingin menyelimuti kota ini. aku berangkat sekolah seperti biasa. tak ada yang spesial. tak ada yang berbeda sampai aku melihat nara sedang berjalan sembari bersenda gurau dengan Jevo. lelaki teman sekelas nara saat ini, yang populer dan berprestasi. pastinya sangat jauh berbeda denganku yang biasa saja.

   "Hai gilan." Nara menyapaku. aku tersadar setelah melamun cukup lama, memperhatikan mereka.

   "Hai lan." Jevo pun ikut menyapa sembari tersenyum

   Mereka memang pasangan yang cocok. mungkin aku tak perlu kaget lagi jika nanti beredar gosip jika mereka berdua telah menjalin sebuah hubungan yang pastinya lebih dari sekedar teman.

   "Hei.. " aku balas tersenyum menyapa mereka, kemudian aku beranjak pergi sebelum hatiku terasa semakin panas melihat mereka berjalan bersama.

   Buru buru aku datang ke tempat itu lagi. tempat dimana aku bisa merasakan ketenangan. disana akan selalu hadir angin sejuk yang menemani kesendirian ku. belum cukup aku menyesal sejak saat itu. masih ingin menumpahkan rasa bersalah yang amat sangat mendalam.

   "Jangan salah paham." aku membalikan tubuhku menatap si pemilik suara dengan air mata yang sudah ada di ujung kelopak. "saya masih seperti dulu." Nara mendekat, tak lama kemudian aku merasakan tangan nara memeluk ku. aku hanya terdiam.

   "Aku minta maaf. sekarang aku tak mau kehilangan dirimu lagi. aku mencintaimu." Nara yang mendengar ucapanku tadi, langsung melepaskan pelukannya dariku. dia menatapku dengan sangat tajam.

   "Aku juga masih tetap mencintaimu, lan." jawabnya singkat

   "Terima kasih tetap mencintaiku, meskipun aku terlambat menyadari itu."
tanganku terulur menyentuh kepalanya kemudian mengusapnya dengan lembut.

   AKHIR KISAH? BELUM. MUNGKIN NANTI DI KEHIDUPAN SELANJUTNYA AKAN ADA MASALAH YANG DATANG SILIH BERGANTI. TAPI JIKA HUBUNGAN TANPA RINTANGAN, ITU RASANYA SEPERTI SAYUR TANPA GARAM BUKAN? DAN SEMOGA SAJA AKU SIAP UNTUK NANTINYA.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 19, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HUJAN DAN SECANGKIR KOPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang