Part 3 - Paviliun Setan

44.7K 4.8K 273
                                    

a.n/ karena banyak yang nggak tau atau ngirain typo, jadi 'suh' itu kata sapaan ya sesama taruna akmil atau di akademi TNI lain (kalau AAL manggilnya 'sun'). Kependekan dari 'saudara asuh / adik asuh'.

Damar

Senyum lebar masih terkembang di wajahku ketika Regita menutup teleponnya. Mungkin ini ya, yang disebut usaha tidak akan mengkhianati hasil.

Satu tahun yang lalu, hanya dengan berbekal nama lengkapnya saja, sepulangku dari Australia aku seperti orang yang terobsesi dengan nama gadis itu. Setiap ada kesempatan membuka internet, entah saat pelajaran atau saat weekend, aku selalu mengetik namanya di kolom pencarian Google, Facebook atau media sosial apa pun yang aku tau. Sayangnya, meskipun ada beberapa nama 'Regita Maheswari' tersebar di sana-sini, tapi mereka bukan Regita-ku. Ternyata ia bukan orang yang merasa perlu menciptakan eksistensinya di dunia maya. 

Setahun mencarinya, tetapi tidak ada hasil.

Setiap minggu, aku tidak pernah berhenti berharap ada satu akun baru yang menampakkan wajah Regita yang lambat laun makin memudar dari ingatanku. Dan lagi, perempuan-perempuan yang 'bersliweran' di hidupku kadang-kadang membuatku juga hampir melupakan Regita.

Namun siapa yang menyangka, pertemuan kedua kami sungguh tak terduga-duga, tanpa terpisah monitor PC atau kabel penghubung jarak jauh, tetapi hanya berbatas jarak belasan meter saja.

Satu minggu yang lalu, akademi kami diundang untuk menampilkan atraksi drumb band kebanggaan kami, Genderang Suling Canka Lokananta, untuk merayakan hari jadi sebuah kota kecil tak jauh dari Magelang. Tidak ada firasat apa pun sejak aku mulai berangkat ke sana, memikirkan akan bertemu dengannya saja tidak. Jadi bayangkan saja bagaimana jantungku dipacu adrenalin tiba-tiba, ketika aku melihatnya. Tak lain dan tak bukan, gadis yang kucari-cari selama ini tengah duduk di bawah pohon beringin di sudut alun-alun kota itu. Aku berulang kali mengerjapkan mataku, tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Tapi itu memang dia, Regita-ku.

Aku spontan melihat jam tanganku dan mengumpat kesal ketika melihat waktu yang tersisa sebelum display dimulai, tinggal lima menit lagi. Aku akhirnya nekat akan melepas alat dan kostum macan tidar-ku, bermaksud segera berlari dan mendekatinya ketika Ibram, salah satu rekan paviliunku yang sekaligus Danpoltar, lewat di depanku dan menahanku dalam barisan.

"Mau kemana, suh? Udah mau mulai ini!" ia dengan tampang (sok) galaknya itu mengulurkan lengannya dan menahanku tepat di dada.

"Bram! Lo masih inget Regita si cewek Aussie yang gue ceritain itu kan?"

"Ingetlah. Gue bahkan lebih inget nama cewek itu daripada nama kakak gue sendiri saking seringnya lo cerita."

Aku berdecak kesal, lalu menunjuk Regita dengan stik drum di tanganku.

"Itu dia Bram."

"Hah? Mana?" Ibram menolehkan kepalanya ke arah yang kutunjuk.

"Itu yang pake sweater kuning di bawah pohon lagi sendirian."

"Jauh-jauh lo cari, ternyata dia di sini coba, Dam." Ibram terkekeh melihatku.

"Itu sudah! Makanya gue harus ke sana sekarang. Ini kesempatan gue satu-satunya! Ntar dia ngilang lagi!"

"Hmmm ... Cantik, suh." Ibram mengangguk-anggukkan kepalanya, melupakan kegamanganku.

"Ah, elo nih!" sekali lagi Ibram menahanku keluar barisan, kemudian mengecek jam tangannya.

"Heh, akal dipake ya! Udah nggak bakal keburu kalau ke sana, mau lo dicariin Pengasuh kalau tau macan-nya ilang satu? Bukan cuma lo yang kena tapi gue juga, suh!" 

Lacuna (Dear Abang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang