Orinardin 1

184 25 71
                                    

"Orinnn!"

Tinnn... Tiiinnn!!

Gadis berkemeja maroon itu berhenti di tengah jalan ketika mobil hampir menabraknya. Tatapannya kosong melihat pengemudi yang marah pada gadis itu. Seakan-akan tuli, ia menatapnya tanpa bersalah.

"Orin!" seru lelaki yang menghampirinya panik. Dengan cepat lelaki itu membawa gadis bernama Orin ke trotoar.

"Lo batu banget, sih!" seru lelaki bernama Ardi. Ia mengguncangkan bahu Orin agar perempuan satu itu tertarik lagi ke bumi. Tatapan Orin masih kosong. Seolah telinganya tuli, Orin menatap Ardi yang memarahinya tanpa suara.

"Orin! Lo denger gue gak, sih!?" seru Ardi gemetar setengah mati melihat Orin tak bersuara. Gadis itu masih mematung di hadapannya. Ardi mengguncang lebih keras lagi bahu Orin agar gadis itu bereaksi.

Sejurus kemudian, gadis itu menunduk. Rambut panjang yang digerai menutupi wajahnya yang merah. Tak lama, suara tangisan dari gadis itu terdengar lirih.

Ardi yang melihat reaksi Orin, bernapas lega. Ia memeluk Orin dengan erat, sengaja ia tenggelamkan wajah Orin di dada bidangnya.

"Nangis aja, Rin. Nangis aja selagi masih ada gue," ujar Ardi mengusap punggung Orin.

. . .

Walau tangisannya sudah usai, wajah Orin masih datar. Uap hot chocolate di depannya sudah menghilang sejak lima menit yang lalu.

"Masih diem aja?" sindir Ardi setelah menegukkan Latte terakhirnya.

Orin melirik lelaki di hadapannya, kemudian tersenyum kecil.

"Lo itu punya gue, Rin."

"Maaf," lirih Orin pelan.

"Ga perlu minta maaf. Gue tau yang lo rasain," ujar Ardi. Lelaki itu sudah bernapas normal mendengar satu kata dari mulut Orin. Setidaknya, setelah kejadian barusan Orin tidak mendadak bisu atau kehilangan jiwanya.

"Gue tau sulit buat lo. Tapi sekarang ada gue. Gue gak mau lo kenapa-napa lagi. Cukup hari ini aja lo hampir ketabrak."

Ardi menggenggam kedua tangan Orin, menggiring tangan Orin menyentuh cangkir yang sebentar lagi akan dingin.

"Kali ini nurut sama gue." Ardi menangkup telapak Orin yang menggenggam dinding cangkir. "Minum dulu, keburu dingin," cetusnya lagi.

Orin menganguk, ia menyesap hot chocolate-nya yang sedikit hangat. Hembusan napas Orin terdengar jelas oleh Ardi, beban di dalam dada Orin terbawa oleh karbon dioksida yang ia hembuskan.

"Maaf," seru Orin lagi.

"Udah gue bilang gak perlu minta maaf, Orin," ujar Ardi mengulang pernyataannya lagi.

"Maaf, Di. Maaf."

Ardi mendengus pasrah. Beribu kali pun ia berkata bahwa Orin tak perlu meminta maaf, gadis itu akan terus meminta maaf sampai Ardi memaafkan Orin.

"Iya, gue maafin," pasrah Ardi.

Gadis itu tersenyum manis. Senyuman yang sangat Ardi suka, senyuman yang meneduhkan hatinya.

Ardi mengulurkan tangannya mengusap puncak kepala Orin.

Gue ngerti, Rin. Cukup berat buat lo. Tapi lambat laun lo akan sadar betapa berharganya gue di sisi lo. Gue selalu hargai lo yang belum bisa jatuh hati sama gue. Gue selalu percaya sama lo, karna lo selalu jujur sama gue.

. . .

Sudah dua bulan Ardi menjadi kekasih Orin. Tapi sampai saat ini dia belum mendapatkan hati Orin. Hati gadis itu masih bersarang di lumbung hati yang salah. Orin belum bisa beralih dari kekasihnya dulu.

TNS [1] : Orinardin✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang