Hari keduapuluh satu di bulan April. Saya mengistimewakannya, entah kenapa.
Saya, menulis ini, dalam satu malam, bukan sekadar untuk berpamer pikiran yang nasionalistis. Saya jelas masih belum genap terbilang nasionalis.
Hari keduapuluh satu di bulan April ini saya jadikan sebagai luapan pikiran saya pribadi. Saya gerah, sejujurnya, dengan rakyat yang mengaku-ngaku sebagai hamba reformasi, tetapi menjelek-jelekkan negeri sendiri seolah sudah tradisi.
Apa untungnya?
Tidak ada untungnya menjelekkan negeri ini. Dan membanggakannya? Ah, sebenarnya itu juga tidak menguntungkan.
Namun, di antara dua pilihan yang sama tak menguntungkannya tersebut, akan lebih baik jika saya memilih pada salah satu yang terdengar santun, bukan? Ya, tentu saja. Maka dari itu, saya memilih untuk membanggakan Indonesia.
Untuk kalian—yang setuju atau tidak dengan pendapat saya—, harus saya katakan, bahwa tikus-tikus berdasi yang namanya berlangganan menjadi judul liputan berita atau artikel-artikel politik, mereka bukanlah Indonesia.
Mereka adalah pengasuh bayi-bayi nepotisme, yang menginjak muka pertiwi untuk satu hal: meraup keuntungan, dan berkelakar dalam lorong-lorong golongan.
S e l a m a t H a r i K a r t i n i
Alfa,
21 April 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Para Nepotis
Short StoryApalagi yang perlu saya cari di luar ketika lantai rumah saya sudah menumbuhkan bermacam-macam cara untuk bertahan hidup? Apalagi yang perlu saya cari di luar ketika atap rumah saya sudah lebih dari sekadar melindungi dari hujan? Serta apalagi yang...