BAB 5

13 3 3
                                    

Malam menjelang pagi, suara ayam mulai mengokok membangunkan matahari untuk segera bergeser ke sudur timur perlahan-lahan. Semua masih terjaga. Lampu jalan masih terang tapi tidak untuk lampu kamar. Tak ada satu pun cahaya yang berani mengusiknya. Ya, kecuali sinar malaikan Jibril.
Kau tau apa yang kucari pertama kali setiap kali pagi datang ?Jawabannya ada padamu. Ya, kamu. – Argan

Argan POV

Kalo Raisa feat Isyana Anganku Anganmu, Argan feat Claudy Hidupku Hidupmu. 6.15 jam yang tepat untuk gue buka jendela dan sedikit mendongak kearah kamar Claudy yang tepat berada diseberang sana. Karna letak kamar gue yang hanya di lantai satu membuat leher ini terkadang terasa nyeri setiap kali menunggu Claudy keluar. Ya, itu adalah jam-jam rawan Claudy bangun tidur dan menghirup udara segar. Gue harap tiap kali mata gue dan Claudy setiap pagi bertemu itu adalah tatapan pertama yang ia temukan untuk mengawali harinya.

Satu…. Dua…. Ti….ga !! dan bener, jendela Claudy terbuka. Tapi !!! itu bukan Claudy melainkan Mbak Dian, seorang wanita yang tugasnya membersihkan rumah Claudy. Shitt man !!

Buru-buru gue masuk kamar mandi. Tak lupa ritual pagi, memberi makan ke mulut kloset. Ya kalian taulah sendiri apa yang gue maksud.

Tak butuh waktu lama dikamar mandi, cukup 10 menit atau bahkan 5 menit jika gue lagi malas-malasnya bermesraan dengan air. Itu pun 10 menit sudah pake paket komplit. Ritual pagi – sikat gigi – sabunan – shampoan – cukur jenggot. Apalagi gue mandi lebih dari 10 menit, mungkin betis gue udah semulus betis Ar*l Ta*um karna gue waxing.

**

Bukan pagi namanya kalo rumah belum rame. Padahal isi rumah ini hanya ada 3 makhluk hidup. Gue, laki-laki yang ngehamilin Bunda, sama perempuan yang udah ngelahirin gue. Tapi entah suara apa saja yang mengiringi rumah kami ini.

“Yah, jangan lupa matiin lampu belakang. Tagihan listrik bulan kemaren mahal banget, itu pastii karna lampu belakang yang jarang dimatiin.” Yah, itu Bunda dengan cerocosannya yang menyuruh gue dan Ayah untuk selalu berhemat, walaupun uang listrik tidak dikeluarkan dari kantongnya atau uang bulannya atau uang foya-foyanya yang selalu diberikan Ayah setiap bulan.

“Argan kamu kenapa melongo kayak anak autis gitu, sini cepetan sarapan” lanjut Bunda yang menyadarkan gue dari lamunan.

Kini, gue – Ayah – Bunda sudah berada dalam satu meja dan diiringi beberapa menu sedap. Tidak usah disebutkan, gue gak mau lo yang baca jadi mendadak ngidam.

“Akhir-akhir ini mungkin Ayah sering pulang malem. Jadi kalian makan malem duluan aja ya jangan nunggu Ayah” pembukaan yang sangat bagus baru saja di sampaikan oleh sang kepala keluarga

“Kok Ayah pulang malem ? Atau jangan-jangan Ayah ada main diluar sana ya?” isi yang tepat disampaikan Bunda. Dan gue hanya silis disini. Silent Listening.

“Enggak Bun, Ayah ada kerjaan kantor. Rapat sama Klien luar” jelas Ayah yang membuat Bunda mengangguk. Ya, kadang laki-laki itu berubah menjadi orang yang sangat sibuk, kadang juga menjadi orang yang tidak sibuk. Mengingat namanya terpampang diatas meja direktu membuatnya untuk tidak lepas dari tanggung jawab. He is the best Daddy

“Argan duluan ya Bun, Yah.” Gue beranjak dari kursi makan dan menyalami tangan mereka berdua secara bergilir.

“Hati-hati dijalan, kalo bawa motor jangan bergajulan. Inget rambu-rambu yang Ayah ajarin dulu.” Sisi petuah bapak itu pun muncul.

“Pulang jangan kesorean, Bunda ada janji sama tante Linda ke butik.” Gue melengos begitu aja. “Telingamu masih ada ? Denger gak Argan !!” “Iya bunda, silent is golden. “ jawab gue.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

titikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang