"Istriku, mengapa kau tampak sedih?" tanya seorang pria yang sedari tadi dengan cemas memandangi istrinya, kira-kira sudah satu jam lamanya sang istri melamun, menatap ke luar.
Tangannya pun berhenti menyulam, hanya memandangi anak-anak kecil yang tengah berlari saling mengejar satu anak dengan anak lainnya. Sang pria menjadi sangat cemas melihat keadaan istrinya, jadi ia menghampiri istrinya dan berlutut di depan kaki sang istri.
"Istriku, maukah kau berbagi kesedihanmu denganku?" tanya sang suami. Sang istri mengalihkan pandangannya, ia menatap suaminya sedih. "Suamiku, aku adalah seorang istri yang telah gagal membahagiakanmu.." ucap sang istri, "mengapa kau berucap begitu? Aku sangat bahagia memilikimu di sisiku," sang suami menjawab, "tapi aku tidak bisa memberimu seorang anak pun."
Sang suami berduka mendengar jawaban istrinya. Mereka telah menikah cukup lama, mereka tidaklah lagi muda, di usia yang semakin tua ini, mereka belum mendapatkan seorang anak pun. Sang istri pastilah ingin mengasuh seorang anak, tapi Tuhan belum berkehendak demikian bagi mereka.
"Istriku, jangan lah kau bersedih, aku akan pergi mencari bahkan mendapatkan apapun yang kau inginkan. Hiburlah hatimu, jikalau kau bersedih, duka lah aku."
Sang istri yang mendengar ucapan suaminya merasa sedikit lebih terhibur, ia bahagia sang suami begitu mencintainya dan memperhatikannya. Sang istri memberi tahu suaminya bahwa ia tidak menginginkan apapun, ia tersenyum hangat lalu kembali menyulam.
Beberapa hari berlalu dan sang istri tidak lagi bersedih. Seperti biasa ia pergi ke kota untuk membeli sayur dan daging. Seperti biasa ia harus melewati rumah seorang ahli sihir yang dikenal tidak ramah. Rumah penyihir itu punya halaman yang luas, banyak pohon dan tanaman yang tumbuh dengan subur bahkan berbuah begitu manis.
Sang istri yang tengah melewati rumah si penyihir melihat tanaman rampion tumbuh sangat subur. Rampion adalah tumbuhan dengan akar berbonggol, daunnya hijau dan terlihat begitu segar.
Sang istri pun mulai menginginkan tanaman rampion milik si Penyihir, 'Tanaman rampion itu terlihat begitu segar dan lezat! Aku ingin sekali mengambil beberapa bonggol dan membawanya pulang untuk dijadikan salad,' begitu pikir sang istri.
Tapi tanaman itu berada di halaman si Penyihir, sang istri pun tak punya nyali untuk mengetuk pintu dan meminta si Penyihir untuk berbagi, jadi ia memutuskan untuk kembali ke rumah setelah ia selesai berbelanja.
Malam pun tiba, seperti biasa pasangan suami istri ini makan malam bersama. Sang suami makan begitu lahap, karena ia bekerja begitu keras. Berbeda dengan suaminya, sang istri tidak menyentuh makanan di piringnya. Ia beberapa kali menghela napas, ia masih membayangkan betapa lezat tanaman rampion yang tadi siang ia lihat.
"Istriku, mengapa kau tidak menyantap makanan di piringmu?" tanya sang suami. "Suamiku, tadi siang aku melihat tanaman rampion yang begitu lezat, daunnya hijau segar," jawab sang istri. "Di mana kau melihat tanaman itu?" tanya sang suami, "itu tumbuh di halaman rumah si Penyihir," sang istri menjawab lalu menghela napasnya. "Aku begitu ingin mencicipi rampion itu, aku berpikir untuk membuat sepiring salad dari rampion."
Sang suami yang mendengar keinginan sang istri mulai menghasratkan tanaman itu. 'Istriku begitu menderita karena keinginannya tidak mampu terpenuhi. Kalau begitu apapun caranya aku harus bisa mendapatkan rampion yang ia inginkan' , begitu pikir sang suami.
Malam yang semakin larut pun tiba, sang istri lebih dulu pergi tidur sementara sang suami masih tinggal di ruang tamu sederhana mereka membaca buku. Ketika ia melihat kamar tidur mereka telah padam cahayanya, ia mulai pelan-pelan menyelinap keluar dari rumah mereka.
Sang suami berlari sampai ke rumah si Penyihir tanpa keraguan, akan tetapi saat ia tiba di depan rumah si Penyihir, perasaan takut mencekamnya. Menurut kabar yang sampai ke telinganya, si Penyihir adalah seorang pria yang tidak ramah dan cepat marah! Ia bahkan mengutuk orang-orang desa yang mencoba melangkah masuk ke halaman rumahnya. 'Aku mungkin akan dikutuk olehnya, tapi itu bukan masalah jika Istriku bisa membuat salad rampion hingga hatinya boleh terhibur'.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Golden Rampion
FantasyRapunzel tidak mengenal dunia di luar jendela menara tinggi tempatnya tinggal. Ia tidak juga ingin mengenal dunia kejam dan jahat yang sering si Penyihir, Gothel beritahukan. Rapunzel menyukai tempatnya tinggal, sebuah ruangan kecil hangat bersama G...