Chapter 03: Hari Bebas

4.2K 775 18
                                    

Sekarang adalah kebiasaan Rapunzel untuk dibangunkan oleh Chirpie si burung. Kicauan Chirpie lebih merdu dibandingkan Gothel, hingga Rapunzel selalu bangun sebelum Gothel naik untuk berteriak padanya, "Rapunzel! Bangunlah pemalas! Matahari telah naik bahkan ke langit paling tinggi!"

Rapunzel menyisir rambutnya, mengikat rambut emas itu menjadi satu ikatan. Setelah rambutnya diikat menjadi satu, ia pergi ke dapur. Rapunzel membawa mangkuk kecil Chirpie, mengisinya dengan gandum dan biji-bijian. Ini ia lakukan setiap harinya sebelum bergabung bersama Gothel untuk sarapan.

"Apa kau menyayangi teman kecilmu?" Gothel bertanya, hari ini ia membuat salad dari daun tanaman herbal. "Ya, Tuanku! Dia berkicau indah untukku menggantikan kicauan Tuan!" Gothel mengereutkan alisnya, "tentu saja dia berkicau indah, indah juga sosoknya. Tiada berbanding dengan diriku yang buruk rupa."

Rapunzel merasa bersalah setelah ia menyanjung-nyanjung teman kecilnya. Gothel memang berwajah buruk, tapi Rapunzel tahu hatinya tak seburuk wajahnya.

"Tuanku, Chirpie tak bisa menali rambutku begitu indah seperti yang Tuanku lakukan!" begitulah Rapunzel mencoba menghibur Gothel. "Kau pandai mengambil hatiku, hingga aku tak mampu menyimpan amarah padamu. Tapi amarahku akan berada di atasmu ketika kau mengkhianatiku!" balas Gothel.

"Apa yang bisa aku lakukan untuk mengkhianatimu?" Rapunzel menatap Gothel duka, ia tidak pernah menyimpan bahkan, secuil bagian dari roti gandum mereka, niatan untuk mengkhianati Gothel, jadi apa yang Gothel katakan membuat Rapunzel tidak tenang.

Di sisi lain, Gothel menyadari kegundahan Rapunzel setelah ucapannya. Ia tahu pemuda manis itu tak pernah bermaksud untuk berkhianat. Ya, setelah apa yang telah ia lakukan, termasuk menjauhkan Rapunzel dari dunianya, tidak pernah terpikirkan Rapunzel akan mengkhianati dirinya.

"Jangan kau pikir mendalam, sayangku. Aku tahu kau mengasihiku seperti aku sangat mengasihimu," ujar Gothel.

Salad di mangkuk mereka telah habis, semua perkakas makan telah di lempar ke bak cuci. Itu akan jadi tugas harian Rapunzel setelah Gothel pergi ke desa.

"Aku akan kembali sebelum petang, dengarkan aku, jangan biarkan dirimu terlelap di pinggir jendela lagi!" Pesan Gothel, Rapunzel menganggukkan kepalanya. "Aku tahu dan aku tidak lagi terlelap di pinggir jendela, namun Tuanku, berserulah lebih keras supaya aku bisa mendengarmu dari kasurku." Gothel menyetujui permintaan Rapunzel kemudian pergi ke desa seperti biasanya.

***

Ketika siang tiba, Rapunzel memindahkan sangkar Chirpie dan menggantungnya di kaitan jendela. Siang itu matahari begitu terik, namun angin terasa sejuk menerpa wajahnya. Chirpie berkicau beberapa kali seolah mengajak Rapunzel bicara.

"Aku menyayangimu, tapi aku tidak mengerti apa yang kau katakan." Begitulah ia mengeluh. Chirpie melompat dari sisi ranting kanan ke sisi ranting kiri sambil memiringkan kepalanya dan berkicau. Rapunzel membiarkan Chirpie sibuk dengan dirinya sendiri, sementara itu ia memandangi ke arah hutan.

Ia berharap ia akan melihat pria yang memainkan alat musik itu lagi.

Dan pengharapannya terkabul! Tidak sia-sia ia menunggu dengan jenuh memandangi pintu masuk hutan. Pria itu berjalan keluar dan duduk di bawah pohon rindang, seperti yang ia lakukan kemarin, ia memainkan sulingnya.

Rapunzel menarik ujung bibirnya, sebuah bentuk bulan sabit yang manis menghiasi wajah cantiknya. Ia bukan perempuan, tapi rambutnya yang panjang, matanya yang hijau cerah dan kulit putih serta rona merah, membuat siapa pun yang melihatnya mengakui bahwa ia sungguh cantik—tapi sayang ini semua hanya pemikiran Gothel karena tak seorang pun pernah melihat Rapunzel.

The Golden RampionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang