Prolog.

52 6 2
                                    

Seorang laki-laki melangkah masuk ke toko kue, membuat lonceng di atas pintu berbunyi. Semerbak harum kue yang manis dan kopi terhirup oleh indra penciumnya. Senyum tipis terbit di wajahnya.

Toko kue nya, nggak pernah berubah. Batinnya.

Masih dengan nuansa yang sama, toko kue itu mengusum warna-warna hangat yang memanjakan mata dan lidah oleh kue-kue manis serta minuman dari bahan kopi. Di pojok ruangan dekat piano, terdapat berbagai kertas origami yang bisa diambil oleh siapapun yang datang ke toko kue.

Laki-laki itu melangkah menuju tempat kasir untuk memesan sepotong kue red velvet dan milkshake rasa cokelat.

"Tante, aku pesen seperti biasa ya." pinta laki-laki itu, membuat penjaga toko itu beralih melihatnya dari kue-kue.

Wanita hampir paruh baya itu terkejut dan membuat senyum lebar. "Oalah, ternyata kamu. Tenang, pesanannya datang."

Laki-laki itu langsung mencium tangan wanita itu. "Tante, pake diskon ya?"

Yang dipanggil 'Tante' hanya menepuk lengan laki-laki itu dengan pelan, dan tak lupa tawanya. "Kebiasaan mintanya, kalo gini terus Tante bangkrut. Tapi nggak papalah, kamu 'kan udah lama banget nggak ke sini."

Laki-laki itu terkekeh. "Makasih, Tante. Oh iya, Tan, Om Reza kok gak kelihatan?"

"Oh, Om Reza lagi ke luar sebentar." Laki-laki itu membentuk mulutnya huruf 'o' dan mengangguk pelan.

Setelah menerima pesanan dan membayarnya, dia berjalan menuju pojok ruangan untuk mengambil dua lembar kertas origami, berwarna merah jambu dan putih. Lalu ia melangkah menuju kursi dekat kaca jendela, yang memperlihatkan langit berwarna oranye dan ungu-unguan.

Diam-diam pikirannya mengingat memori setahun yang lalu, di mana surat berwarna merah jambu yang selalu tepat berada di dalam loker atau kolong mejanya. Dia, si perempuan keras kepala yang membuatnya jatuh tanpa sadar di hati perempuan itu. Dia, yang selalu penuh rahasia dan kejutan.

Tanpa sadar kedua tangan nya membuat origami dari dua lembar kertas yang diambilnya. Ia membentuk sebuah burung merah dan putih.

Saya sayang kamu, Moka. Dia, yang pergi dari sisinya. Empat kata itu, menjadi kata yang tak terucap.

Moka's LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang