Chapter 01

24 3 0
                                    

Rintik hujan mulai turun menjadi penengah diantara perdebatan sang kilat dan guntur di langit.

Suasana malam yang sepi ditambah dengan suhu yang dingin membuat siapa saja yang merasakannya akan berfikir dua kali untuk tidak keluar dari rumah. Terlihat jelas dari ujung barat sampai ke ujung timur tidak ada seorang pun yang berkeliaran di Jalan Sudirman itu kecuali seorang gadis dengan tas selempang kecil dan sebuah ponsel digenggamnya.

Langkahnya berbelok ke kanan memasuki sebuah Starbucks yang lumayan sepi, ia berjalan mendekati barista lalu berucap dua patah dengan lembut "seperti biasa"

"Hei, pesananku tadi mana?!"

Gadis itu mengerutkan dahinya ketika mendengar pertanyaan lebih tepatnya itu adalah sentakan dari pemuda yang sedari tadi berdiri disebelahnya.

"Maaf Tuan tapi pesanan tuan tidak bisa kami buat karena stok kopi yang diminta sudah habis"Jawab barista itu ramah.

Pemuda itu menatap tajam barista itu "Starbucks apa ini? DIMANA MANAGER KALIAN?"

"Maaf bisakah kamu tidak berteriak?" Suara itu menghentikan perdebatan keduanya.

Pemuda itu mengerutkan dahinya sembari menatap tajam gadis yang sedang bediri didepannya."Siapa lu?"

"Varisha Inara, adik pemilik Starbucks ini" Gadis itu berkata seraya menegapkan tubuhnya, seolah mengatakan siap jika pemuda itu mengajak bertengkar.

"Oh, lu bilangin ke kakak lu. Modal dikit geh, kok setiap hari stok selalu abis. Gak punya uang apa?" Tatapan tajam muncul kembali setelah kalimat itu dilontarkan oleh pemuda itu.

"Idih. Eh, sebenarnya kamu itu laki ato barbie sih? Ngerocos terus!"Balas Inara sigap "Ini juga udah malam wajar dong abis, mungkin tadi banyak yang beli. Gak usah sangar gitu kali!"sambungnya tidak kalah tajam.

Barbie?

Pemuda itu menatap tajam Inara setelah ia merasakan darahnya mengalir cepat seolah ingin keluar dari jantung karena mendengar kalimat yang dilontarkan Inara, ia menatap tajam gadis itu yang juga melakukan hal sama.

"Untung aja lo cewek, errggh. Persetan dengan Starbucks" Ia berujar lalu pergi meninggalakan Starbucks.

"Persetan denganmu!"

Inara menghembuskan nafas berat sembari menstabilkan detak jantungnya. Ia tidak habis fikir jika hari ini ia bertemu dengan sesosok pemuda menyebalkan itu.

"Nona tidak apa-apa?" Tanya seorang pelayan yang tiba-tiba mendekatinya.

Inara menggeleng mendengar pertanyaan itu "Apa kalian tau siapa dia?"

Semua karyawan yang sedang berdiri saling melirik mendengar pertanyaan spontan dari Inara.
"Kalau tidak salah namanya adalah Sev, nona. Anaknya 'direktur' salah perusahaan properti yang terkenal" Jawab salah satu pelayan sembari menatap takut Inara.

"Sejak kapan dia memesan kopi?" Pertanyaan Inara membuat semua orang terdiam dan langsung melihat kearah jam digital milik Starbucks.

"Sekitar 2 menit yang lalu, Nona. Tapi kami sudah memberitahukan padanya jika stok kopi tersebut sudah habis" Jawab salah satu pelayan.

"Dasar anak orang" Gumam Inara seraya menyeruput kopinya "Terima kasih kopinya, aku pulang dulu bye.."

"Hati-hati nona"

Inara memberikan jempolnya ketika mendengar kalimat kata-kata dari para pelayan itu. Gadis itu berjalan keluar starbucks dengan wajah datarnya, sesekali menyeruput kopi sembari mengepalkan tangan membayangkan kejadian yang baru saja ia alami.

"Anak siapa sih tuh orang?!" Geram Inara lalu duduk dikursi halte, ia melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 11:10 PM.

"Lima menit lagi bis baru lewat" Gumamnya seraya memainkan ponsel.

Inara mengalihkan pandangan ketika mendengar derap langkah seseorang yang mendekatinya, gadis itu menatap datar sesosok pemuda itu ketika ia sudah sampai dihalte tepat disebelah Inara.

"Ck" Inara berdecak kecil menandakan ia tidak menyukai keberadaan pemuda tadi.

Gadis itu menghembuskan nafas kecil lalu memotret gelas tall Starbucks yang ada ditangannya. Ia tersenyum tipis melihat hasil foto yang ia ambil lalu mengulangi lagi kegiatannya memfoto gelas tall itu.

"Dah difoto diupload, terus iming iming segala Starbucks ini enak bla-bla. Mau nyari perhatian pelanggan lu, huh?"

Inara mendongak memdengar kalimat yang dilontarkan oleh pemuda itu "Bro, Jangan asal tuduh bisa nggak sih?"

"Gua kagak nuduh tapi kenyataan. Lo aja yang ngelak!" Balas pemuda itu dengan sedikit sentakan kepada Inara.

Gadis itu menghembuskan nafas beratnya lalu berdiri "kagak usah sok bener deh!"

"Gue emang selalu bener kok!"Sahut pemuda itu lalu tersenyum puas.

Keheningan mulai menyapa mereka setelah perdebatan kecil itu, Masing-masing dari mereka hanya berdiri diam sembari menunggu bis diujung sana yang mulai mendekat.

Pintu bis terbuka saat ia sudah berhenti dihalte tempat kedua anak manusia itu berdiri, Inara melangkah lambat seolah membiarkan sesosok pemuda itu untuk memasuki bis duluan.

Penumpang Bis terlihat tidak terlalu ramai. Tapi gadis itu masih saja bersikeras untuk berdiri, meskipun beberapa orang sudah menyuruhnya untuk duduk.

Inara mengeratkan pegangannya pada tiang bus, gadis itu mengerutkan dahinya ketika merasakan keanehan yang terjadi pada kondisi bis.

"Maaf, bu. Sudah berapa lama ibu menaiki bis ini?" Beberapa penumpang sempat menoleh kepadanya, ketika gadis itu menanyakan hal tersebut.

"45 menit yang lalu. Ada apa nak, apakah ingin duduk?"

Inara menggelengkan kepalanya. "Tidak, hanya saja merasa sedikit aneh"

Gadis itu mencoba untuk berfikir positif tentang keadaan bis ini kedepannya, saat ia merasakan lama kelamaan ada hawa keanehan dibis itu.

"Kurasa lu gak kuat berdiri terus disitu"Celetuk suara pemuda membuat lamunan Inara buyar seketika.

Gadis itu menggeleng cepat lalu membuang muka dari pemuda itu.
Inara mengeratkan genggamannya pada tiang bis ketika ia merasakan tubuhnya terdorong ke depan, mata gadis itu terpaku pada supir bis yang menoleh kepada penumpang seolah memberikan sebuah isyarat. Tapi sayangnya tidak ada yang menatapnya kecuali Inara, dan juga gadis itu tidak mengerti apa maksud dari isyarat yang diberikan nya.

"Kurasa dia memberikan isyarat kepada kita"Ucap Inara seraya menunjuk supir yang sudah kembali fokus pada perkerjaan nya.

"Ngigo deh lu" Pemuda itu menoleh pada arah yang ditunjuk sang gadis sebelum akhirnya ia tertawa mengejek diiringi dengan suara tawa lain dari sebagian penumpang bis.

Inara menatap tajam pemuda itu yang masih mentertawainya. "Awas saja lo!"

Pemuda itu tersenyum paksa kepada Inara lalu berjalan mendekatinya, sementara gadis itu ia hanya menatap datar si pemuda sebelum membalikkan badannya dan mulai menjauhi.

Langkah itu terhenti ketika sang gadis terjatuh karena benturan yang amat keras terjadi pada bagian belakang bis itu. Inara menatap aneh beberapa penumpang yang memasang raut khawatir ketika mereka mengetahui ada sebuah truk menyentuh bagian belakang bis yang mereka tumpangi.

Tapi sepertinya gadis itu belum menyadari tentang apa yang terjadi saat ini, ia menoleh kekanan mendapati bahwa pemuda tadi sudah tergeletak sama seperti beberapa penumpang lainnya, Inara meringis ketika merasakan cairan kental berwarna merah itu keluar dari kepalanya. Matanya berkaca ketika ia mulai menyadari apa sebenarnya yang terjadi, kumpulan air asin itu keluar dari sarangnya seraya sang gadis mencoba bangkit dalam kesakitannya, gadis itu kembali mencoba untuk bangkit sebelum semuanya berubah menjadi buram lalu hitam.

Apakah aku mati?

----

Halo guys ini ceritaku, makasih udah baca. Jangan lupa vomments ya :)

-DoublePG





















IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang