Rezus menyusuri jalan setapak dihadapannya. Gersang. Seperti biasanya. Dihiasi bangunan-bangunan yang lebih seperti reruntuhan, dihuni oleh setidaknya dua kepala keluarga. Anehnya orang-orang tidak ada yang tahu kapan reruntuhan itu dibangun. Dari cerita-cerita yang ia dengar di jalanan, dulunya tanah ini tidak gersang seperti yang ia lihat sekarang. Katanya tempat ini dahulunya dihiasi sesuatu yang hijau dan tinggi. Apalah namanya, iya-pun juga tak tahu.
Rezus melangkah sedikit lebih jauh, jika Ibunya tidak menyuruhnya mengambil air sumur di bangunan 10 kilometer dari sini. Ia pasti tidak akan berkutik dengan debu yang amat mengganggu penglihatannya di sepanjang perjalanan. Ia menarik gerobak yang ditariknya, lengkap dengan empat ember kesayangan ibunya yang penuh terisi air duduk manis di gerobak itu. Menyebalkan!. Ia berharap menjadi ember atau setidaknya air.
"Rezus!. Hei!" Suara yang familiar berhasil menghentikan gerutuannya.
"Oh.. Keylen. Mengapa kau selalu berisik. Telingaku seperti mau copot setiap mendengar teriakan menyebalkanmu itu." jawab Rezus ketus. Diliriknya dibelakang Keylen, sahabatnya yang lain. Boston berjalan santai bersimpul senyum tipis dimukanya.
"Sedang apa kalian disini?" Rezus berkata lagi.
"Aku dan Boston mencarimu kemana-mana, aku kira kau terjatuh di dalam lubang sumur itu. haha" canda Keylen garing. Ia tertawa sendiri.
"Kami menemukan sesuatu kemarin, ini barang langka. Kami pikir kau harus melihatnya" Boston akhirnya angkat bicara.
"Baiklah, biarkan aku mengantarkan air ini dulu. Tunggu aku di depan Obelisk tengah kota" Jawab rezus seraya berlalu, teman-temannya yang mengerti langsung pergi.
Rezus berjalan santai. Dilihatnya kedua temannya itu dikejauhan. Di depan obelisk yang mungin umur bangunan itu sama dengan reruntuhan yang lain. Keylen melompat-lompat seperti orang gila, sedangkan Boston yang berdiri bersandar hanya tersenyum melihat kelakuan Keylen yang lebih seperti orang gila. Rezus memperbaiki posisi jubah kulitnya dan berjalan mendekati kedua sahabatnya itu. Saat Rezus mendekat, Keylen berhenti bercanda.
"Apa yang kalian temukan?" Rezus antusias.
"Sebuah buku besar yang sangat-sangat aneh dan juga dipenuhi dengan simbol-simbol aneh. Kami menemukannya saat bermain di reruntuhan pinggir kota setelah badai pasir besar minggu lalu. Kami juga tak pernah tahu ada bangunan disana. Sangat luas dan besar. Bentuknya lebih bagus daripada bangunan di kota. Ayo kita kesana." Jelas Boston.
Mereka berlalu, berjalan sedikit lebih cepat karena Rezus yang antusias sekalian penasaran. Mereka tiba disebuah bangunan besar, lanskap disekitarnya berbeda dari sebelumya, sebelum badai pasir minggu lalu menyapu pasir dengan ganas. Mereka yakin bangunan itu pasti terpendam sebelum badai kemarin. bangunan itu berupa tembok memanjang sekitar 3 kilometer. Terdapat simbol aneh disalah satu sudut tembok yang tidak mereka mengerti. Bangunan itu sama seperti bangunan lainnya dikota, terpendam tanah gurun, sehingga hanya bagian atasnya saja yang terlihat. Rezus yakin dengan sangat bahwa bangunan itu sama seperti bangunan di kota. Terpendam. Keingin tahuan mereka menjalar sampai ke seluruh bagian otak, membuat kaki mereka terasa gatal untuk segera masuk kedalam sana.
Mereka masuk melalui celah kecil di salah satu sudut tembok, menyusuri lebih dalam untuk mengetahui apa yang ada didalamnya. Mereka sampai ke ruangan yang besar. Ruangan yang bagus, tidak seperti ruangan pada umumnya seperti bangunan di kota. Banyak lembaran-lembaran kertas. Dengan kotak-kotak yang berisikan benda yang sama.
"Rezus lihat kesini!" Keylen memanggil Rezus.
"Kami menemukan ini. Kau lihat? ini satu-satunya buku disini. Dan lihat, simbolnya berbeda dengan kertas-kertas disana. Kami tak berani masuk lebih dalam, lagipula pintu disana itu terlalu berat untuk dibuka. Terlebih, kami mengajakmu karena kau lebih berani sekaligus lebih pandai dari kami" Boston menyambung perkataan Keylen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken World
Adventure300 tahun dari sekarang, bumi luluh lantah. Menyisakan dataran kering lengkap dengan sisa-sisa kenangan kelam 300 tahun yang lalu. Pemerintahan diktator dengan ilmuwan-ilmuran tak berperasaan menghancurkan dunia. Rezus Hierr, pemuda cerdas mencoba...