1.

103 29 46
                                    

"Shasa bangun sayang"

Mama Ira duduk di tepian ranjang sambil tangannya sibuk mengoyang-goyangkan tubuh putri semata wayangnya. Sedangkan Shasa? Jangankan bangun, menggeliat saja tidak. Kalau bukan kebiasaan melihat reaksi Shaha mungkin Mama Ira akan mengira anaknya mati. Mata masih menutup. Posisinya yang tidak berubah. Tidak mengerang ketika tidurnya diganggu. Ya satu-satunya hal paling mencolok yang menandakan bahwa anak ini tidur adalah pernafasannya. Hidung, dada dan perutnya masih bergerak.

"Shaaa"

"Bangun sayang, ini udah mau jam 7 hlo. Mama gak mau kamu terlambat"

"Sayang?"

"Mama siram air nih kalo gak bangun bangun "

" Shaaa!! "

Nihil. Shaha benar-benar kebo!
Dari kecil Shasa memang susah bangun pagi. Tapi yang paling susah dan menjengkelkan adalah membangunkannya. Shaha seperti mayat hidup. Mama Ira sudah terbiasa melihat kondisi Shaha setiap pagi. Mama Ira yang membangunkan gadis ini setiap pagi.

Tiba-tiba Shaha membuka matanya perlahan. Awalnya sipit tapi lama kelamaan makin jelas.

Mama nya.

"Mama ngapain di kamar Shaha?"

"Ngapain ngapain. Mama tuh bangunin kamu dari tadi susahnya minta ampun ", sewot Mama Ira.

"Masa sih Ma. Shaha gak ngerasa ada yang bangunin "

"Ada gempa juga kamu gak akan bangun"

Shaha cemberut. Mama nya selalu emosi setiap pagi, gara-gara Shaha juga sih sebenernya. Tapi mau gimana lagi, Shaha juga berusaha bangun pagi kok. Tapi usahanya tidak pernah berhasil. Jadinya setiap pagi bolong sholat subuh, gerambyangan siap-siap sekolah. Ini juga yang membuat Shaha sering dapat hukuman di sekolah. Telat dan buku ketinggalan adalah aktivitas nya yang utama.

"Mama ngledek Shasa ter.. ", baru juga Shaha mau ngomong mamanya udah nyerocos duluan," Udah udah. Kamu cepetan bangun terus kalo sempet sarapan. Mama udah siapin roti sama susu di atas meja, mama gak masak"

"Roti mulu ihh"

Mama ira menatap Shaha tajam. Matanya sampai mau loncat keluar melihat anak itu tidak segera bangun dan mandi.

Shaha cengengesan ditatap begitu. Lalu beranjak turun dari ranjang dan berjalan ke arah almarinya. Mengambil handuk dan masuk kamar mandi.

Mama Ira geleng-geleng kepala. Anaknya itu mungkin jauh dari kata menantu idaman. Memang sih Shaha masih anak SMA yang masih jauh dari kata "nikah" tapi persipan untuk jadi istri kan gak instan. Harusnya pelan-pelan. Dan Shaha sama sekali gak ngerti soal itu. Shaha gak pernah nyuci baju sendiri, kalaupun nyuci ya yang dicuci pakaian dalamnya saja, baju-bajunya tetap yang nyuciin ART. Dan Shaha jarang bersih-bersih rumah. Nyapu, ngepel, dan cuci piring bukanlah kegiatannya. Shaha kalau nyapu sama ngepel gak pernah bener. Ya kadang gak bersihlah, kadang justru ganggang sapunya yang malah patah. Mama Ira sendiri juga heran gimana bisa gitu . Tapi dulu pernah kejadian beneran.

Kalau suruh cuci piring? Mama Ira masih sayang sama piring-piring cantiknya. Yang ada bakalan pecah ditangan anaknya.
Dan yang paling Shaha banget adalah Shaha Gak Bisa Masak! . Masak nasi gak bisa, goreng telur gak bisa. Ya gosonglah, kurang matenglah, ada aja pokoknya.

Intinya Shaha bukan wanita idaman.
Mama Ira tersenyum mengingat anak nya. Walau begitu Shaha tetap anaknya yang paling disayangi.

Mama ira mengalihkan pandangan lalu mengambil selimut anaknya yang acak-acakan ditinggalkan begitu saja sama empunya. Mama Ira segera merapikannya.

The Deepest PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang