***
“Tuh kan, ide ini tuh gak berfaedah banget”, ujar Shasa sambil bertopang dagu. Matanya mendelik melihat kedua sahabatnya yang sedang sibuk dengan ponselnya masing-masing. Ini menyebalkan. Shasa semakin memberengut sebal. Katanya mau bersenang-senang. Bersenang-senang macam apa ini? Kalau hanya sibuk dengan ponsel saja, Shasa tidak memerlukan mereka.Bukannya mereka berdua yang tadi ngotot sekali ingin menginap di rumahnya dan merencanakan acara yang membuat heppy dan punya misi membangunkannya besok pagi. Uhhhh. Rasa nya ini takkan berhasil.
“Katanya mau have fun?”, Shasa merubah posisinya menjadi duduk. Satu jam hanya terlentang di atas ranjang membuatnya tak nyaman.
Rere menatap ponselnya dan segera mengerti. Tentu saja tiduran sambil mengotak-atik ponsel menjadi hal yang paling membosankan bagi remaja hyper aktif seperti Shasa. Perempuan itu langsung melempar pelan ponselnya di atas ranjang sambil cengengesan.
“Jadi kita mau ngapain?”, tanyanya.
Shasa hanya mengangkat bahu.
Mereka yang ngotot ingin ke rumah ini. Mereka yang harus bertanggung jawab.“Kita shopping yuk!”, suara cempreng yang khas mulai terdengar. Siapa lagi kalau bukan Gea. Entah dimana ponsel yang dari tadi dipegangnya. Membuat Gea berhasil terfokus pada Shasa dan Rere.
“Lo gila? Tanggal tua begini mana punya uang, oneng”, Shasa tersenyum masam lalu tanpa babibu tangannya melayang dan menjitak kepala Ghea.
“Issshh lo sadis banget sih Sha. Sadar kekuatan dong! Jangan pake tenaga dalam woyy”, Gea menggerutu sebal sambil melotot pada Shasa. Tangannya bergerak gerak naik turun membelai kepalanya yang sedikit nyeri.
Shasa dan Rere tertawa.
“Alay banget sih lo Ge. Sakit dari mana coba? Tenaga dalam apaan? Gue gak main gitu gituan”
“Ya sakitlah. Coba lo rasain sendiri”, Gea berdiri dari duduknya dan memaksa mejitak kepala Shasa. Shasa segera menghindar. Meski palingan jitakan Gea tidak menghasilkan rasa sakit berarti tapi ada baiknya Shasa mencari aman.
“Udah udah. Kalian malah ngapain sih”, suara Mama Ira menghentikan pergulatan kedua bocah itu. Gea dan Shasa segera menjauh ke posisi semula dan tersenyum melihat ibu paruh baya itu melewati pintu sambil membawa cemilan dan minuman.
“Tante bawa apa itu”, tanya Rere dengan senangnya. Rasa ketertarikan nya memuncak melihat kue yang berwarna kecoklatan di atas piring Mama Ira. Gea dan Shasa segera ikut melongokkan kepalanya melihat isinya.
Brownis!
Ketiganya tertawa serentak. Mengamati kue dan coklat hangat yang sekarang sudah dihadapan mereka.
“Tidak ada hal paling manis di dunia ini selain sepotong kue browniss dan segelas coklat hangat!”,ujar ketiganya bersemangat. Lalu tertawa pelan. Shasa segera mengambil bagian kecil dari brownis yang sudah dipotong itu dan memakannya lalu meminum coklat hangatnya disusul Gea dan Rere.
Mama Ira tersenyum. Ketiga bocah cantik di depannya ini menjadi obat paling mujarab untuk kebahagiaan nya.
Mereka adalah anak-anak yang baik dan menggemaskan, batinnya.
Anak anak yang hobi tertawa dan teramat tertarik dengan kue brownis dan coklat hangat.
***
“Kita main TOD yuk!”, seru Rere dengan semangatnya setelah beberapa saat yang lalu mereka menghabiskan Brownis dan coklat hangatnya.“Gue gak percaya cewek sekalem lo mau main itu”, Gea berujar pelan dengan wajah yang heran.
“Gue juga”, sahut Shasa dengan sebelah alis terangkat di wajahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Deepest Pain
RomanceShasa adalah anak SMA yang cukup bermasalah. Bukan karena hobi bolos atau tawuran tapi karena Shasa suka tidur. Sepele memang tapi nyatanya ini cukup berpengaruh terhadap sekolahnya. Shasa jadi sering kesiangan, telat, buku dan alat tulisnya ketingg...