1/4

581 25 1
                                    

Jika waktu berputar, dan kita tetap tidak bertemu, maka harapan ini tetap akan kusimpan. Sampai titik takdir pun sudah tertulis kalau kita tidak akan pernah bersama.

- Short Story- Autumn Missing The Winter-

Dia berdiri diam di bawah terik sang mentari sangat menyengat saat itu. Matanya hanya terfokus pada satu objek yang berada di tangannya, buku setebal dua ratus halaman lebih yang hampir tiap hari ia baca dalam diamnya seperti tengah menunggu seseorang.

Herannya, kenapa dia bisa betah sedangkan keringat di keningnya terus bercucuran?

Jarum panjang telah bersatu dengan jarum kecil menyaksikan bayangan tepat berada di bawah kaki gadis itu. Tangannya tidak bisa diam, selalu bergerak mengikuti setiap barisan huruf yang ia lewati satu-persatu. Kini matanya mulai gatal, terpaksa ia menutup buku itu walaupun segelintir hatinya penasaran isi buku tersebut.

Matanya memandang sekeliling, dia baru sadar kalau dirinya hanya berdiri seorang di tengah taman kecil itu. Padahal sebelumnya ada beberapa anak kecil yang berlarian dan remaja-remaja seusianya bermain di ayunan sana. Namun kini mereka menghilang, dan gadis itu kebingungan apakah harus tetap di sana, atau pergi. Kalau misalnya 'dia' datang, maka dirinya akan sangat rugi telah menyia-nyiakan waktunya dari subuh hingga siang di tempat ini.

Padahal dia sudah janji untuk akan bertemu di taman ini.

Meskipun itu sudah tiga bulan berlalu sesuai waktu yang dijanjikan.

Dalam hatinya, "Aku ingin menyerah, tapi aku mengharapkan keajaiban datang sekali ini saja." Tanpa sadar, air mata yang keluar karena sesak di dadanya pun jatuh, mengalir di pipi bakpaonya.

Ini sudah tiga kali aku menangis, ucapnya dalam hati. Dia tidak bisa mengontrol emosi yang telah merenggut dirinya. Lututnya jatuh di tanah, lengannya sengaja menutup kedua matanya, persis seperti anak kecil yang kehilangan bonekanya. Tapi yang gadis itu hilang, adalah sosok 'angin sejuk penuh kristal es' miliknya. Ya, hanya miliknya.

Pikirnya dulu, sosok itu sangatlah berharga untuknya. Tapi mungkin, kini, sosok itu adalah luka yang tergores tepat di seluruh tubuhnya.

Perih. Namun tidak ada bekasnya.

Tapi gadis itu tetap menunggu. Hingga hari itu tiba.

__________

Kalau kau berada di dua pilihan, 'bertahan', atau 'pergi', kau akan pilih yang mana? Meskipun kau tahu kedua pilihan itu hanya akan menambah rasa sakit sekuat apapun kau tahan tapi hatimu ingin semua rasa sakit ini pergi. -Autumn Missing The Winter 2-

Dia adalah gadis yang periang, dulunya. Tawanya selalu pecah meskipun mendengar lelucon yang dianggap orang lain itu sebenarnya tidak lucu sedikit pun. Tapi karena tawanya itu, orang-orang yang mendengar tawanya pun ikut tertawa meskipun tidak memiliki alasan untuk tertawa. Itu virus bahagia.

Coba kau lakukan, kau tertawa sekeras mungkin di sekitar orang banyak, kau terus tertawa hingga tawamu pecah, nantinya orang-orang yang memperhatikanmu juga ikut tertawa.
Tapi aku tidak menawarkan kau untuk berbagi virus bahagia itu. Aku di sini ingin memperkenalkan kau dengan gadis periang itu, Jingga namanya.

Tiga bulan yang lalu, ia bersama sahabat kecilnya tengah bermain di taman kecil yang tidak jauh dari rumah mereka. Satu tujuan mereka, menunggu dedaunan berguguran, lalu menekan tombol kamera mengambil beberapa gambar di sekelompok daun berwarna kuning kemerahan yang dihembuskan angin dan jatuh tepat di tanah.

Gadis itu tertawa melihat hasil jepretan ketika sahabatnya terkena hembusan angin kencang dan wajahnya dihantam beberapa lembar daun-daun itu. Sangat lah lucu saat itu pikirnya.

Ia terus mengambil gambar sahabatnya, meskipun tangan lelaki itu berusaha menggapai kamera untuk menjauhi benda yang terus menyorot wajahnya. "Kau lucu!" Teriak gadis itu berlarian ke tepi taman, ada pohon yang masih lebat daunnya di sana.

Lelaki itu mengejar, ikut menjatuhkan pantatnya di mana gadis itu duduk. Memperhatikan beberapa hasil jepretan yang sebagian besar adalah dirinya.

Dirinya dengan wajah konyol karena daun-daun itu.

Dasar nakal, teriaknya dalam hati.

Ia tertawa dalam hati, melihat ekspresi gadis itu yang terus tersenyum lebar dan matanya sangat fokus pada gambar di kamera. Benar-benar ciri khas nya.

Lalu lelaki itu berdiri, mengambil tas sandangnya dan mengeluarkan pulpen  serta kertas putih dari dalam sana. Ia menggigit tutup pulpen itu untuk membukanya, kemudian mulai menggoreskan tinta di atasnya.

___________

Namaku Jingga. Dan aku akan menceritakan tentang sahabatku, Biru. -Autumn Missing the Winter 3-

Angin berhembus semakin kencang ketika aku dan Biru tengah duduk menikati musim gugur yang indah ini.

Aku menekan tombol kiri pada kamera, memperhatikan gambar-gambar yang aku dan Biru ambil saat dedaunan jatuh dengan indahnya dihembus angin sepoy. Sungguh, mereka tetap cantik meskipun mereka sudah tidak bisa menyerap makanan lagi, pergi untuk selamanya.

Aktivitas orang di sampingku membuatku penasaran. Ia tengah menggambar sesuatu dengan tangan kidalnya itu. Wajahnya tampak serius padahal aku yakin dia tidak seserius tampangnya.

Dia menatapku, lalu membuang muka dan membalikkan kertasnya hingga aku semakin bingung dengan kelakuannya barusan.

Apa dia marah karena aku mengambil gambar konyol darinya?

Kalau itu benar, sungguh kekanakan sekali dia.

Tak lama, ia membalikkan badan dan kembali menatapku. Pertama yang kulihat adalah cengiran penuh tanda tanya dengan firasat, dia pasti sedang merencanakan sesuatu. Tapi sesudah itu, dia dengan santainya bercerita tentang hal yang tidak ada hubungannya dengan apa yang kami lakukan sebelumnya-berfoto, menggambar dan apapun itu. Dia hanya menceritakan tentang kisahnya yang berlibur dengan kakaknya ke negeri seberang, saat dia dikejar kangguru yang siap melayangkan tinju ke wajahnya. Lucu. Aku tertawa karenanya.

Kemudian dia bercerita tentang masakan ibunya, begitu nikmat ketika saat itu perayaan thanksgiving bersama keluarganya. Oke, aku juga pasti akan mengatakan kalau masakan ibuku itu nikmat.

Lalu dia bercerita masalah yang sedang ia hadapi akhir-akhir ini. Dia bilang pikirannya terusik karena hal yang dia tidak ingin ceritakan sepenuhnya. Alisku mengkerut, penasaran.

Kemudian dia berkata, ini tentang perasaannya.

Aku bertanya dalam hati. Perasaan? Apa dia memiliki indera perasa baru? Atau apa? Aku bingung.

Dia, tidak bisa tidur dengan nyenyak dan dia tidak bisa tenang selama hidupnya kalau perasaan itu tidak bisa dia curahkan.

Aku mendengarnya simak. Sesekali aku terbuai dengan cerita yang ia karang, apakah itu asli atau dia hanya sekedar membuat cerita seperti hobinya, aku tetap mendengar.

Lalu dia diam...

Autumn Missing the WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang