Aku merasa ada hal yang berubah. Tapi aku tidak tahu apa itu. Secara visual, semua tetap sama, seperti biasa.
Namun hatiku tidak bisa memompa secara normal. -Autumn Missing the winter 4-
Aku Jingga, dan dia Biru. Nama itu adalah nama yang kami miliki saat kami memiliki hubungan ini. Hubungan sebagai sahabat baik.
Dia menatapku diam, begitupun aku. Tidak tahu harus apa wajah yang kutampilkan padanya. Dari semua cerita itu, kenapa dia harus berhenti dan diam seperti itu?
Aku melihat bibirnya bergumam, ingin mengatakan sesuatu. Namun dia kembali diam akan semua itu adalah rahasia yang hanya dia yang milikinya.
Apa, sih, orang itu? Dia seperti ingin bercerita tapi tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
Namun sedetik kemudian, Biru berdiri. Kertas yang ia gambar tadi pun digenggamnya erat. Di saat itu, dia menarikku. Memaksaku mengikuti langkah kakinya yang dua kali langkahku dan menjatuhkanku di atas tumpukkan dedaunan yang tadi, yang menghantam wajahnya dengan konyol. "Diam di situ," ucapnya kemudian berjalan menjauh ke depan sana, dan mengembangkan kertas yang permukaannya sudah kusut itu dan memperlihatkannya kepadaku. "Kau bisa membacanya?" Aku menyipitkan kedua mataku, menggelengkan kepala, "Tidak. Tulisan yang mana dan hampir semuanya terlihat kecil. Aku tidak bisa membacanya." Akuku padanya.
Dia berdiri tegap, lalu berjalan mendekatku dan menarikku berdiri untuk dapat dipeluk olehnya. Aku diam terkejut.
Ia berbisik di telingaku, dengan tangannya yang sedikit bergetar, Blue berkata, "Seperti itu. Ya, seperti itu." Dan pelukan singkat kami berakhir. "Apa yang aku lakukan selama ini, meskipun ada dan kau melihatnya, tapi kau tidak pernah tahu apa maksud dari segala tindakanku.
Kau melihatku terlalu jauh, hingga perasaan ini, yang sudah kuungkapkan pub kau tetap tidak tahu. Dari caraku yang begini, kau masih menganggapku sahabat terbaikmu." Tenggorokanku terasa sangat kering mendengar ucapannya. Untuk bernafaspun, aku susah. "Setiap gelombang yang terjadi pada persahabat kita, kau tidak menyadari ada sekecil harapan untukku memiliki lebih. Aku tidak ingin hanya menjadi sebagai sahabat terbaikmu. Aku menginginkan lebih. Dan aku egois."
__________
Mungkin perpisahan adalah cara Tuhan mengujiankan hubungan yang kita genggam ini. Tapi aku yakin, pasti nantinya ada pertemuan sebagai hadiah terbaik bagi kita yang memenangkannya. Maka dari itu, jujurlah pada ujian itu. -Autumn Missing The Winter 5-
Ini aku, yang kalian kenal sebagai Biru. Aku yang terlihat bodoh karena tidak bisa mengungkap tiga kalimat saja di depan sahabatku, Jingga. Karena terbesit dalam pikiranku, bagaimana kalau dia menolak? Bagaimana kalau dari dulu dia benar-benar menganggapku sebagai sahabat?
Padahal aku berharap, bagaimana kalau dia juga memiliki perasaan yang sama denganku? Perasaan yang murni, cinta.
Jika ini adalah panggung, para penonton pasti akan menertawakanku, melempariku dengan tomat dan popcorn yang mereka bawa karena aku tidak memiki cukup keberanian menyampaikan naskah yang ada. Mereka pasti berpikiran, aku sudah membacanya, kenapa begitu sulit untuk melakukannya?
Sungguh, tidak semudah itu mengutarakan 'naskah' yang isinya adalah perasaan.
Aku dan Jingga bersahabat dua tahun lalu, saat aku dan dia duduk di bangku yang sama dan di kelas yang sama. Kami masih kelas dua menengah atas saat itu.
Kesan pertama yang aku dapatkan, dia adalah orang yang periang, suka tertawa dan, cantik? Aku tidak bisa mendeskripsikan ciptaan yang menurutku hampir sepenuhnya sempurna. Dan aku tidak ada niat untuk berkenalan dengannya.
Dulu aku ini bukanlah orang yang mudah mengatakan sesuatu hal jika itu tidaklah penting. Mereka yang tidak mengenalku memanggilku si 'Es', karena tidak pernah berbicara dengan mereka.
Lalu panggilan itu semakin melebar luas saat aku mengumpulkan tugas yang diberikan sang guru, padahal seisi kelas sudah sepakat untuk menjadikan itu hal yang harus dirahasiakan dari sang guru tua yang akan pensiun enam bulan lagi. Mereka mengatakan kalau aku ini 'si dingin yang tidak punya hati'. Oh, apakah kalian ingin larut dalam dosa dengan sengaja merahasiakan tugas yang diberikan guru itu?
Tapi gadis di sampingku sepertinya tidak ada masalah dengan hal ini. Dia juga tidak membuat tugas itu dan diberi hukuman yang setimpal dengan yang lainnya. Namun tatapannya padaku, tidaklah sinis seperti mereka. Dia tersenyum.
__________
Aku pergi bukan untuk menghilangkan apa yang terjadi. Dan aku kembali bukan karena aku memiliki hutang yang harus dibayar.
Namun kedua hal itu kulakukan karena harus. Meninggalkanmu untuk merindukanmu dan kembali padamu untuk memelukmu. -Autumn Missing The Winter 6-
Yang paling kubenci dari semua ini, adalah pergi untuk meninggalkan kenangan yang ada. Namun aku terpaksa melakukannya. Karena, tidak ada kekuatan untukku untuk tetap berdiam seorang diri di sini, sedangkan keluargaku pindah ke negeri lain untuk urusan pribadi mereka. Andai aku punya sedikit saja keberanian untuk berkata, "kita harus tetap di sini. Karena temanku akan menungguku." Aku takut tidak bisa melihat senyumnya lagi.
Ya, semenjak kejadian itu, lebih tepatnya saat dia tersenyum padaku, dunia seakan memberikanku getaran sebagai pertanda kalau gadis itu sebagai harapanku, harapan untuk memiliki teman.
Namun harapanku sepertinya meningkat ke level yang lebih atas sekarang ini. Aku menginginkan sebuah hubungan.
Sebelumnya aku tidak tahu kalau selama ini rumah kami hanya terpisah beberapa blok. Dia yang biasanya pergi dan pulang bersama kakak lelakinya yang bekerja di kota, kini sering memilih berjalan kaki ke sekolah pulang-pergi bersamaku.
Persahabatan kami berlanjut, saat gadis itu membawaku pergi ke pusat kota sana bersama bus dengan uang saku yang sangatlah minim. Andai aku meminta uang lebih hari ini pada ibu, pikirku.
Kami berhenti di pusat permainan yang memiliki berbagai macam wahana. Ini pengalaman pertamaku di sini, bersama seorang gadis.
Dia tertawa lepas saat kami dibawa naik-turun oleh wahana itu. Aku mengekspresikan setengah mati karena ketakutan, tapi gadis itu malah senang-senang saja. Apa dia memiliki kesehatan jantung yang baik?
Lalu kami menaiki wahana lainnya, hingga waktu pun mulai larut. Kami pulang berjalan kaki dari kota menuju rumah, kurang lebih jaraknya adalah enam kilometer. Gadis ini membawaku kedunianya yang sangat asing bagiku.
Kami tidak memiliki uang sepersenpun lagi. Paling hanya recehan yang hanya bisa membawa satu penompang kalau kami ingin menaiki bis pulang. Jujur, aku ingin mengambil kesempatan itu tapi gadis itu, alasanku tetap bersamanya.
____________

KAMU SEDANG MEMBACA
Autumn Missing the Winter
Truyện Ngắnshort story Sebuah kisah menceritakan tentang perpisahan dan pertemuan. copyright2017