Another side

787 46 0
                                    

Musim hujan, biasanya, aku membenci musim ini, namun, aku rasa, kali ini berbeda.

Aku benar-benar bahagia, dapat bertemu denganmu. Sosok lelaki yang terlihat manis, mengembangkan senyum kepadaku disini.

Dirimu mungkin takkan menyadarinya, saat semuanya cepat berlalu, saat wajahmu menghapus ingatanku tentangnya, mantan pacarku, semua ini terasa menyedihkan bagiku.

Berusaha untuk bermain peran denganmu,
sekarang, dengan kenangan senang yang menyedihkan dari masa lalu.

Mencoba untuk mencintaimu, mungkin adalah hal mudah bagiku.

Dulu, yang kuinginkan hanya agar engkau mengerti yang aku pikirkan, diriku yang bodoh dan bisa tersenyum bahagia bersama samamu.

Mencoba merencanakan ulang tahunmu, memberikanmu kado, hingga aku tertawa sendiri ketika membaca pesanmu.

Aku mencoba menangkal semua perkataanmu, dan berbohong kepada diri sendiri, mencoba memaafkan perilakumu, sampai pada batas hari ulang tahunmu.

Bisakah kau melihat ke arahku sedikit?

Bukankah itu bukanlah permintaan yang banyak?

Kau terlalu hanyut dalam dongeng yang ia perankan untukmu, hingga kau lupa, aku disana, mengawasimu.

Hei... apa aku benar benar pelampiasanmu?

Saat kau sedih, kau menghampiriku...?

Saat kau bahagia dengannya, kau menjauh dariku? Dan mencaci makiku dibelakang?

Kenapa kau menerimaku, saat kau sedang break dengan pasangan yang tidak kutahu?

Kata katamu yang bilang bahwa aku adalah orang baik, seakan kau mengatakan bahwa diriku benar benar bodoh untuk mempercayai orang sepertimu.

Aku sesungguhnya lebih lemah dari apa yang engkau pikirkan terhadapku, saat kau mulai tidak diketahui, rasa sabar dan sayangku terkikis secara perlahan.

Saat aku menyadari akan berjalan ke arah perpisahan yang tak rela kulepaskan, dan bersumpah akan memberikan luka dalam untuk penghianatan dari dirimu.

Aku benar benar buta, dan malah tertawa ketika melihatmu rapuh.

Aku akan membencimu, dan dia.

Aku bisa menyebutkan bahwa diriku begitu kejam, memberikan ganjaran kepada orang yang sebenarnya bisa berubah, namun mendengarkan keberengsekannya bersama sahabatnya, kenapa aku tak mau... ia menjadi seperti itu...?

Apakah aku egois?

Tapi aku bersumpah. Semua kata-katamu. menusuk hatiku.

Semua hinaanmu.

Semua tawa canda tawamu.

Ketika diriku berada disaat itu.

Hatiku benar benar membeku.

Setelah menangisi penyesalanku membuang waktuku sia sia untukmu. Aku berpikir, dan mulai terkekeh,

"Jika kau bisa sebrengsek itu? Kenapa aku tidak?"

Karna itu...

Biarkanlah aku memainkan ceritaku sendiri. Akulah sang Antagonis, yang dulu kau hina dan caci dibalik topeng manismu sampai aku tak menyadarinya.

Setidaknya....

Kau bisa mencicipi hasil permainanmu kepada diriku dulu.

Bukankah begitu manis?

.

.

.

.

.
-

"Kepalaku agak sedikit sakit..." ucapku ketika sedang duduk di kasur,  sementara Taehyung menyeruput kopinya.

Mata Jimin terarah pada Taehyung,  kemudian membuang nafasnya kasar ke udara,  kapan Taehyung akan peduli pada hal yang ia katakan?

"Hoseok hari ini akan pulang agak malam," ujar Taehyung, menaruh cangkir kopi ke meja,  dan menghampiri Jimin yang menatap tiap inchi semua aktivitas Taehyung.

Jimin hanya mengangguk pelan,  sebelum mengeratkan balutan selimut di tubuhnya.

Taehyung mengusap rambut berwarna milik Jimin tersebut,  dan mengecup bibir Jimin, membuka mulutnya sedikit untuk melumat bibir Jimin.

Jimin menutup matanya,  dan membalas ciuman Taehyung kemudian melepaskannya.

"Kau menciumku lagi." protes Jimin memajukan bibir tebalnya.  Taehyung terkekeh mendengarnya dan mencium pipi Jimin dengan gemas.

"Sebenarnya aku ingin bermain denganmu lagi- bagaimana?" tawar Taehyung dibalas dengan delikan dari Jimin. 

Jimin mendengus kesal.

"Tidak sampai kau memilih siapa yang akan menjadi pacarmu nanti."

House of cardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang