Part 2

19.9K 154 11
                                    

Selama hidupnya, Jacob Walker—seorang aktor, penyanyi solo dan anak tunggal dari perusahaan Walker serta terkenal playboy—tidak pernah mempercayai hal-hal yang berbau supernatural. Menurutnya hantu dan mahkluk lainnya hanyalah khayalan belaka, ia percaya dengan keberadaan Tuhan namun ia tidak percaya dengan keberadaan mahkluk lainnya selain manusia, hewan, dan tumbuhan di muka bumi ini.

Saat Jacob melihat gadis bermata abu-abu dengan senyum kecil berada di kamarnya, ia berusaha memikirkan alasan yang masuk akal, yang bisa dijelaskan dengan logika dan akal sehat namun rasanya otaknya yang cerdas sedang tidak berfungsi sehingga ia hanya bisa memandang gadis yang tidak bergerak di dekat tirai dengan mata hijau yang membulat dengan rasa terkejut bercampur tidak percaya. Gadis itu memangku kedua tangannya dengan anggun. “Selamat pagi, Jacob Walker. Namaku adalah Jessica Blackwill, aku—”

“Keluar.” Jacob menunjuk pintu kayu berwarna hitam yang tertutup,Jessica memandang pintu tersebut lalu menggeleng. “Aku tidak bisa melangkah keluar.”

“Aku tidak peduli, keluar!” Jessica memutar tumitnya yang berada di atas karpet abu-abu lalu menghampiri pintu tersebut dan membukanya. Gadis itu mengambil langkah dan terdengar bunyi tabrakan saat gadis itu hendak melangkah keluar, sekali lagi gadis itu berputar dan memandang Jacob. “Aku sudah memberitahukanmu.”

“Aku tidak percaya,” kata Jacob turun dari kasurnya dan menyentuh lengan Jessica, ia membatu dengan kedua mata terbuka lebar. Jessica tidak menarik tangannya, ia mengangkat pandangan memandang Jacob yang seperti tersiram air dingin. Jacob menaikkan tangannya menuju leher dan akhirnya menyentuh pipi Jessica yang halus, sangat halus hingga para aktris, model, atau wanita cantik lainnya akan menangis meraung karena iri dengan kulit lembut Jessica namun tidak dengan badannya yang tidak memiliki suhu. Rasanya seperti sedang menyentuh marmer. Jacob menarik tangannya dengan kesadaran penuh, ia melangkah mundur dan melangkah lagi hingga terpeleset dan terjatuh. Mulutnya terbuka dan menutup, tangan kanannya menunjuk Jessica yang bergeming di tempatnya, senyum kecil kembali menghiasi bibirnya. “Kau hantu!” seru Jacob. “Tapi hantu tidak ada, hantu juga tidak bisa di sentuh,” tambahnya, ia berdiri dengan susah payah dan berlari ke luar kamar melewati Jessica yang tidak bergerak dari tempatnya.

Jacob mencari-cari dengan liar, ia berlari dengan bertelanjang kaki ke luar rumah dan menemukan Sebastian yang sedang berjalan menuju halaman yang ditumbuhi bunga. “Sebastian!” ia berteriak dengan lega melihat pelayannya yang setia tersebut. Jacob menaruh kedua tangannya di bahu Sebastian yang tampak bingung. “Sebastian, kenapa ada seorang wanita di kamarku?” Kedua alis Sebastian terangkat tinggi. “Bukankah biasanya memang ada wanita di dalam kamar Anda?” tanya Sebastian, suaranya terdengar datar juga santai dan Jacob merasa kesal karena tidak bisa menyangkalnya. “Aku tidak pernah membiarkan wanita tinggal di dalam kamarku, aku pasti mencari kamar lain dan kamu pasti tahu mengenai hal itu, Sebastian.” Sebastian kini menyadari perbedaannya namun ia tetap tenang. “Mungkin Anda terlalu lelah?”

“Itu tidak pernah terjadi , lagipula ini adalah kamarku.” Jacob menyugar rambutnya yang berdiri berantakan dengan perasaan tidak nyaman. “Ikut aku,” ucap Jacob sambil menarik lengan pelayannya.

Sebagai satu-satunya pelayan di rumah Jacob, Sebastian sudah terbiasa diperlakukan seperti teman oleh majikannya yang beda usia dengannya hanya terpaut lima tahun. Bisa dibilang mereka memang berteman karena saat Jacob masih berada dirumah kedua orangtuanya, ia juga berada disana sebagai anak pelayan tentunya, tapi ia selalu menggunakan bahasa formal pada Jacob agar tidak melewati batas yang ditentukan orangtuanya. Sebastian juga selalu menjaga rahasia Jacob, yang ia temukan, lihat, atau diberitahu secara sengaja ataupun tidak, itu adalah sumpahnya pada keluarga Walker yang telah membesarkannya dengan cuma-cuma.

Sebastian masuk ke dalam kamar Jacob, ia mengamati selimut berantakan berwarna merah marun, pintu kamar mandi yang berwarna hitam dengan sebuah keset abu-abu terletak di depannya, sebuah lemari pakaian berwarna putih dengan dua garis hitam yang memenuhi satu dinding tepat disamping pintu kamar mandi, lalu kaca yang memperlihatkan pemandangan kota di kejauhan namun tidak dapat melihat ke dalam dari luar, yang dihiasi dua buah tirai terikat berwarna merah marun. Ia kembali memandangi kasur yang berantakan. “Saya tidak melihat siapa-siapa disana.” Sebastian secara refleks membereskan kasur dan menatanya, ia memandangi kepala kasur yang berupa rak berwarna putih dengan beberapa laci di kanan dan kiri kasur, di atasnya terdapat satu lampu tidur yang tidak pernah digunakan. Ia menyentuh lampu tersebut dan mengamati tangannya yang dibalut sarung tangan putih, tidak ada debu, bagus.

Dangerous LoveWhere stories live. Discover now